Terbit: 28 November 2023
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Sheila Amabel

Atonia uteri adalah salah satu komplikasi melahirkan yang sebaiknya diwaspadai. Kondisi ini menyebabkan perdarahan setelah melahirkan yang berakibat fatal bagi ibu. Simak penjelasan mengenai gejala hingga pengobatannya di bawah ini.

Atonia Uteri: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Apa itu Atonia Uteri?

Atonia uteri adalah ketidakmampuan otot-otot rahim untuk mempertahankan kontraksi setelah melahirkan. Kondisi ini bisa berakibat fatal karena dapat menyebabkan perdarahan pascamelahirkan.

Perdarahan pasca melahirkan atau perdarahan postpartum adalah pendarahan yang bisa menyebabkan Anda kehilangan darah lebih dari 500 mililiter. Kondisi ini tidak bisa disepelekan karena berpotensi menyebabkan kematian.

Pada kondisi normal, otot-otot rahim akan berkontraksi untuk melepaskan plasenta. Kontraksi juga membantu menekan pembuluh darah yang melekat pada plasenta sehingga dapat mencegah perdarahan.

Apabila Anda mengalami atonia uteri, perawatan harus segera diberikan untuk menghentikan perdarahan sekaligus mengganti darah yang hilang.

Baca JugaMengenal Cara Melahirkan Normal, Mulai dari Prosedur hingga Tipsnya

Gejala Atonia Uteri

Gejala kondisi ini berlaku bagi persalinan normal ataupun caesar. Beberapa gejala lain dari kondisi ini, antara lain:

  • Pusing seperti mau pingsan.
  • Wajah pucat.
  • Tekanan darah rendah.
  • Denyut jantung cepat.
  • Tidak bisa buang air kecil.
  • Nyeri, khususnya pada bagian punggung.
  • Pendarahan yang berlebihan setelah melahirkan bayi.
  • Menurunnya sel darah merah.
  • Nyeri di area vagina dan perineum.

 Kapan Waktu yang Tepat untuk ke Dokter?

Penanganan harus segera diberikan pada pasien yang mengalami atonia uteri. Pasalnya, komplikasi ini termasuk ke dalam salah satu kondisi gawat darurat.

Perawatan ke IGD harus dilakukan jika ibu yang baru melahirkan mengalami perdarahan parah disertai dengan beberapa gejala lain, seperti kulit pucat, jantung berdebar, tekanan darah rendah, jumlah urine berkurang, pusing, dan hilang kesadaran.

Penyebab Atonia Uteri

Terdapat sejumlah faktor yang dapat mengakibatkan kontraksi rahim setelah melahirkan tidak terjadi. Beberapa faktor risiko tersebut, di antaranya:

  • Persalinan berlangsung terlalu lama atau terlalu cepat.
  • Peregangan saat melahirkan terjadi secara berlebihan, bisa karena kadar air ketuban yang berlebihan (polihidramnion) atau kehamilan kembar.
  • Penggunaan oksitosin pada kasus induksi persalinan dalam jangka waktu lama.

Selain itu, risiko kondisi ini juga bisa meningkat pada ibu dengan beberapa kondisi berikut:

  • Mengalami obesitas.
  • Usia saat hamil di atas 35 tahun.
  • Melahirkan bayi kembar.
  • Kadar air ketuban berlebihan (polihidramnion).
  • Sudah melahirkan lebih dari 5 kali sebelumnya.
  • Selaput ketuban mengalami peradangan (chorioamnionitis).
  • Menderita mioma uteri.
  • Ukuran janin besar (makrosomia).

Peningkatan risiko atonia uteri dapat terjadi jika Anda mengalami dua atau lebih faktor risiko sekaligus. Pada kasus yang jarang, kondisi ini bisa menimpa ibu tanpa faktor risiko tersebut.

Baca Juga12 Macam Posisi yang Bisa Dicoba saat Melahirkan Normal

Diagnosis Atonia Uteri

Sebelum menentukan diagnosis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pada rahim akan dilakukan terlebih dahulu. Dokter akan meraba bagian perut dan memasukkan jari ke dalam vagina.

Apabila ibu mengalami atonia uteri, dokter dapat mendeteksinya lewat rahim yang tidak berkontraksi atau cenderung lembek serta tidak mengecil. Selain itu, dokter akan memprediksi berapa banyak darah yang hilang setelah melahirkan.

Pemeriksaan tekanan darah dan nadi ibu setelah melahirkan juga dapat membantu mendiagnosis atonia uteri. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk memeriksa rahim ibu juga dapat dilakukan bila memang diperlukan.

Tes darah untuk memantau kadar hemoglobin dan kecepatan pembekuan darah pasien terkadang dianjurkan untuk kepentingan diagnosis.

Pengobatan Atonia Uteri

Pada umumnya, penanganan yang diberikan bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan mencegah syok. Pasien akan diberi infus cairan, oksigen dan transfusi darah. Penanganan dilakukan di ruang ICU agar tanda-tanda vital pasien dapat ikut terpantau.

Apabila kondisi pasien sudah stabil, beberapa penanganan yang akan dilakukan oleh dokter, di antaranya:

1. Pijatan Rahim atau Uterus

Metode pijatan ini disebut dengan pemijatan bimanual. Pijatan dilakukan dengan memasukkan jari tangan ke dalam vagina dan mendorong uterus. Sementara itu, tangan di luar akan menekan uterus melalui dinding perut.

2. Pemberian Obat-obatan

Penanganan atonia uteri adalah dengan memberikan obat-obatan jenis uterotonika. Beberapa obat yang dapat diberikan yaitu oksitosin, prostaglandin, dan ergometrine. Sementara itu, obat asam traneksamat suntik dapat diberikan untuk menghentikan perdarahan.

3. Embolisasi Arteri Uterina

Pada kasus yang parah, embolisasi arteri uterina dapat dilakukan pada pasien. Ini adalah tindakan menyuntikkan partikel kecil ke dalam arteri rahim yang bertujuan untuk menghentikan aliran darah.

4. Operasi (Laparotomi)

Laparotomi adalah operasi untuk membuka perut untuk menemukan penyebab perdarahan. Dokter akan mendeteksi lokasi perdarahan, lalu mengikat pembuluh darah yang rusak tersebut. Tindakan dilakukan dengan menggunakan jahitan kompresi uterus, gel khusus, lem, atau kumparan.

5. Histerektomi

Histerektomi adalah operasi untuk mengangkat rahim. Ini merupakan penanganan atonia uteri yang dapat dilakukan jika penanganan yang lain tidak mampu menghentikan perdarahan.

Baca Juga15 Komplikasi Persalinan yang Harus Diwaspadai Ibu Hamil

Komplikasi Atonia Uteri

Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, perdarahan setelah melahirkan bisa memicu sejumlah komplikasi berikut:

Selain beberapa komplikasi di atas, pasien yang mengalami perdarahan lebih berisiko terhadap perdarahan di kehamilan selanjutnya dan kejadian depresi pasca persalinan (postpartum depression).

Pencegahan Atonia Uteri

Meski tidak selalu dapat dicegah, Anda bisa mengurangi riisko mengalami kondisi dengan beberapa tindakan berikut:

  • Menjaga berat badan agar tetap ideal sebelum dan saat hamil.
  • Mengonsumsi suplemen vitamin dan zat besi selama kehamilan, apalagi bagi ibu hamil dengan tekanan darah rendah.
  • Menjaga kenaikan berat badan tetap stabil saat hamil.
  • Memeriksakan kehamilan secara rutin.

 

  1. Anonim. 2022. Atony of the Uterus. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24010-uterine-atony. (Diakses pada 18 Juli 2023).
  2. Galan, Nicole. 2016. Atony of the Uterus. https://www.healthline.com/health/pregnancy/complications-delivery-uterine-atony. (Diakses pada 18 Juli 2023).
  3. Mehta, Parang. 2021. What to Know About Uterine Atony. https://www.webmd.com/baby/what-to-know-uterine-atony. (Diakses pada 18 Juli 2023).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi