Terbit: 29 June 2020
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: dr. Sheila Amabel

Preeklamsia adalah komplikasi kehamilan yang bisa mengancam nyawa jika tidak ditangani dengan baik. Ketahui definisi, gejala, penyebab, pengobatan, dan pencegahannya berikut ini.

Preeklamsia: Gejala, Penyebab, Pengobatan, dan Pencegahan

Apa Itu Preeklamsia?

Preeklamsia atau yang dikenal secara umum sebagai keracunan kehamilan adalah kondisi ketika wanita hamil mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi), protein dalam urine, dan pembengkakan di pergelangan kaki, tungkai, dan tangan. Kondisi ini biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan.

Gangguan kehamilan ini dapat terjadi lebih awal atau dapat juga dialami ibu setelah melahirkan bayi (preeklamsia postpartum).

Preeklamsia dapat menyebabkan eklamsia, yaitu suatu kondisi serius yang ditandai dengan kejang dan gangguan kesadaran pada ibu. Kondisi ini membahayakan ibu dan janin, bahkan dapat mengancam nyawa.

Seberapa Umum Penyakit Preeklamsia Terjadi?

Preeklamsia termasuk gangguan kehamilan yang umum ditemui. Pada kasus yang ringan, kondisi ini dapat terjadi pada 1 dari 10 kehamilan, sedangkan preeklamsia berat dikabarkan terjadi pada 1 dari 100 kehamilan.

Menurut data yang termuat dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, hipertensi dalam kehamilan berada di posisi pertama penyebab kematian Indonesia sebesar 33 persen.

Baca Juga15 Ciri-ciri Kehamilan Sehat yang Harus Bunda Ketahui

Gejala Preeklamsia

Preeklamsia bisa terjadi tanpa disertai gejala apa pun. Namun, kondisi sering kali ditandai dengan tekanan darah yang tinggi.

Kejadian hipertensi pada ibu hamil dapat terjadi secara perlahan, atau bahkan muncul dengan tiba-tiba. Oleh karena itu, Bumil dianjurkan untuk memantau tekanan darahnya secara berkala.

Selain hipertensi, berikut ini tanda dan gejala preeklamsia lainnya:

  • Adanya protein dalam urine (proteinuria).
  • Sakit kepala parah atau terus-menerus (persisten).
  • Masalah penglihatan, termasuk kehilangan penglihatan sementara, penglihatan kabur, atau sensitif terhadap cahaya.
  • Penambahan berat badan secara tiba-tiba akibat adanya pembengkakan pada tubuh.
  • Pembengkakan pergelangan kaki, tungkai, wajah, dan tangan yang disebabkan retensi cairan (edema).
  • Nyeri perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk di sisi kanan.
  • Mual atau muntah.
  • Jarang buang air kecil.
  • Penurunan kadar trombosit dalam darah (trombositopenia).
  • Gangguan fungsi hati.
  • Sesak napas, biasanya karena adanya penimbunan cairan pada paru-paru.

Kapan Harus ke Dokter?

Guna memastikan kondisi ibu dan janin, sebaiknya periksakan kandungan secara rutin sehingga dokter dapat memantau tekanan darah ibu hamil.

Periksakan kondisi ke dokter jika mengalami gejala preeklamsia berikut ini:

  • Sakit kepala yang parah.
  • Gangguan penglihatan.
  • Sakit parah di perut.
  • Sesak napas parah.

Gejala preeklamsia mungkin saja tumpang tindih dengan gejala yang biasa terjadi pada kehamilan, seperti sakit kepala, mual, dan nyeri. Namun, biasanya masalah kesehatan ini menimpa pada kehamilan 20 minggu.

Penyebab Preeklamsia

Penyebab pasti preeklamsia belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga terjadi karena adanya gangguan pada plasenta.

Plasenta merupakan organ penting selama kehamilan. Organ ini berperan dalam mendistribusikan nutrisi dan darah untuk janin di dalam kandungan.

Gangguan pada fungsi dan perkembangannya mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan memicu beragam reaksi dari tubuh ibu hamil. Pada akhirnya, risiko gangguan pada ibu dan janin bisa meningkat.

Baca Juga8 Infeksi pada Kehamilan yang Harus Diwaspadai

Faktor Risiko Preeklamsia

Hingga kini, penyebab preeklamsia belum diketahui dengan pasti. Namun, ada beberapa faktor yang diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini.

Beberapa faktor risiko preeklamsia tersebut, antara lain:

  • Kehamilan pertama: Kemungkinan preeklamsia selama kehamilan pertama jauh berisiko lebih tinggi daripada kehamilan berikutnya.
  • Jarak kehamilan: Jeda dengan kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun.
  • Usia: Usia saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun.
  • Riwayat keluarga: Memiliki ibu atau saudara perempuan yang mengalami preeklamsia.
  • Riwayat preeklamsia: Pernah mengalami kondisi ini pada kehamilan sebelumnya.
  • Obesitas: Angka penderita gangguan kehamilan ini jauh lebih tinggi pada wanita yang dengan obesitas.
  • Hamil kembar: Wanita yang mengandung dua janin atau lebih berisiko lebih tinggi.
  • Bayi tabung: Kehamilan merupakan hasil dari program bayi tabung (in vitro fertilization).
  • Kondisi dan penyakit tertentu: Wanita dengan kondisi medis tertentu, seperti hipertensi, penyakit ginjal, diabetes, penyakit autoimun, dan gangguan darah lebih mungkin mengalami kondisi ini.

Diagnosis Preeklamsia

Wanita yang mengalami preeklamsia biasanya memiliki tekanan darah tinggi dan satu atau lebih komplikasi berikut setelah minggu ke-20 kehamilan:

  • Protein dalam urine (proteinuria).
  • Jumlah trombosit yang rendah.
  • Gangguan fungsi hati.
  • Tanda-tanda masalah ginjal selain protein dalam urine.
  • Cairan di paru-paru (edema paru).
  • Sakit kepala atau gangguan penglihatan.

Apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg setelah dua kali pemeriksaan dalam jeda 4 jam, dokter mungkin akan meminta tes tambahan untuk memastikan diagnosis.

Beberapa pemeriksaan penunjang tersebut, di antaranya:

  • Tes darah. Dokter akan melakukan tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, dan mengukur trombosit, sel-sel yang membantu pembekuan darah.
  • Tes urine. Dokter akan meminta pasien mengumpulkan urine selama 24 jam untuk mengukur jumlah protein dalam urine.
  • Ultrasonografi (USG) janin. Dokter dapat menyarankan pemantauan pertumbuhan bayi secara ketat, biasanya melalui USG. Gambar bayi yang dibuat selama pemeriksaan USG memudahkan dokter memperkirakan berat janin dan jumlah cairan dalam rahim (cairan ketuban).
  • Ultrasonografi Doppler. Tes yang menggunakan gelombang suara untuk mendeteksi aliran darah pada bayi, rahim, dan plasenta.
  • Non-stress test (NST) atau profil biofisik. NST adalah prosedur sederhana yang memeriksa bagaimana denyut jantung bayi bereaksi ketika bayi bergerak. Sementara, profil biofisik menggunakan USG untuk mengukur pernapasan, nada otot, gerakan, dan volume cairan ketuban bayi di dalam rahim.

Baca Juga10 Penyebab Bayi Lahir Cacat dan Cara Mencegahnya

Cara Mengobati Preeklamsia

Pengobatan preeklamsia bisa diberikan setelah bayi dilahirkan. Penanganan juga dapat diberikan untuk mengatasi gejala pada ibu hamil hingga bayi siap untuk dilahirkan.

Adapun beberapa cara untuk mengobati preeklamsia, antara lain:

1. Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang kemungkinan akan diresepkan untuk mengatasi preeklamsia, di antaranya:

  • Obat penurun tekanan darah. Ada banyak jenis obat antihipertensi yang dijual di pasaran. Namun, beberapa di antaranya tidak aman untuk kehamilan. Oleh karenanya, sebaiknya konsultasikan dengan dokter.
  • Kortikosteroid. Kortikosteroid dapat meningkatkan fungsi hati dan trombosit untuk membantu memperpanjang kehamilan.
  • Obat antikonvulsan. Jika preeklamsia tergolong berat, dokter mungkin akan meresepkan obat antikonvulsan, seperti magnesium sulfat yang berfungsi untuk mencegah kejang.

2. Istirahat

Jika ibu tengah hamil muda dan gejala preeklamsia tergolong ringan, dokter mungkin menyarankan untuk istirahat. Langkah ini dapat membantu menurunkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah ke plasenta.

3. Rawat Inap

Jika preeklamsia tergolong berat atau bertambah parah, dokter mungkin akan mengusulkan ibu hamil untuk menjalani perawatan di rumah sakit.

Dokter dapat melakukan nonstress test atau profil biofisik untuk memantau kondisi kesehatan bayi dan mengukur volume cairan ketuban. Kekurangan cairan ketuban adalah tanda penyumbatan darah ke bayi.

4. Persalinan

Jika didiagnosis menderita preeklamsia menjelang akhir kehamilan, dokter biasanya menyarankan untuk menginduksi persalinan. Tindakan ini dilakukan untuk merangsang kontraksi rahim untuk mempercepat persalinan.

Jika tidak memungkinkan untuk menunggu, dokter dapat menjadwalkan operasi caesar.

5. Perawatan di Rumah

Selain penggunaan obat-obatan atas resep dokter, ibu hamil yang mengalami preeklamsia sebaiknya menjalani beberapa perawatan di rumah, seperti:

  • Perbanyak konsumsi kalsium.
  • Minum aspirin dengan dosis yang rendah.
  • Konsumsi suplemen antioksidan.
  • Terapkan gaya hidup sehat dengan konsumsi makanan sehat, istirahat yang cukup, dan rutin berolahraga.

Komplikasi Preeklamsia

Apabila dibiarkan tanpa penanganan, preeklamsia berisiko mengancam jiwa bagi ibu dan janin.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil, di antaranya:

  • Perdarahan karena kadar trombosit yang rendah.
  • Kerusakan hati.
  • Gagal ginjal.
  • Edema paru.
  • Eklamsia.
  • Sindrom HELLP.
  • Aliran darah yang buruk ke plasenta.
  • Gangguan pembekuan darah.
  • Solusio plasenta.
  • Penyakit kardiovaskular.
  • Kerusakan pada ginjal, hati, paru-paru, jantung, atau mata.
  • Stroke.
  • Cedera otak.

Sementara itu, komplikasi pada bayi, antara lain:

  • Bayi lahir prematur.
  • Terhambatnya pertumbuhan janin dalam kandungan.
  • Berat badan lahir rendah.
  • Kesulitan bernapas yang disebabkan paru-paru belum sepenuhnya berkembang (neonatal respiratory distress syndrome).
  • Bayi meninggal dalam kandungan atau lahir meninggal.

Baca Juga18 Komplikasi Kehamilan yang Harus Diwaspadai

Pencegahan Preeklamsia

Penyebab preeklamsia tidak diketahui secara sehingga sulit untuk mencegah kondisi ini. Namun, ada sejumlah cara untuk mengurangi risikonya, seperti:

  • Minum air sebanyak 6 atau 8 gelas setiap hari.
  • Menghindari makanan yang digoreng atau diolah.
  • Kurangi asupan garam tambahan dalam makanan.
  • Olahraga secara rutin.
  • Menghindari alkohol dan kafein.
  • Latihan mengangkat kaki beberapa kali dalam sehari.
  • Beristirahat.
  • Menggunakan suplemen dan obat-obatan yang diresepkan oleh dokter.
  • Konsumsi buah-buahan selama kehamilan.

Demikian penjelasan seputar preeklamsia, mulai dari gejala hingga tindakan pencegahan yang bisa dilakukan. Jangan lupa untuk memeriksakan kondisi kehamilan Anda secara berkala untuk mengurangi risiko komplikasi kehamilan yang berbahaya.

 

  1. Anonim. 2021. Pre-eclampsia. https://www.nhs.uk/conditions/pre-eclampsia/. (Diakses pada 31 Maret 2023).
  2. Anonim. 2022. Pre-eclampsia. https://www.pregnancybirthbaby.org.au/pre-eclampsia. (Diakses pada 31 Maret 2023).
  3. Felman, Adam. 2021. Everything You Need to Know about Preeclampsia. https://www.medicalnewstoday.com/articles/252025. (Diakses pada 31 Maret 2023).
  4. Herndon, Jaime. 2021. Preeclampsia: Causes, Diagnosis, and Treatments. https://www.healthline.com/health/preeclampsia. (Diakses pada 31 Maret 2023).
  5. Kemenkes RI. 2021. Peringatan Hari Preeklamsia Sedunia 2021. https://promkes.kemkes.go.id/peringatan-hari-preeklamsia-sedunia-2021. (Diakses pada 31 Maret 2023).
  6. Mayo Clinic Staff. 2022. Preeclampsia. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/preeclampsia/symptoms-causes/syc-20355745. (Diakses pada 31 Maret 2023).
  7. WebMD Editorial Contributors. 2023. Preeclampsia. https://www.webmd.com/baby/preeclampsia-eclampsia. (Diakses pada 31 Maret 2023).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi