Anemia pada ibu hamil adalah kondisi ketika ibu yang tengah mengandung mengalami kekurangan darah. Simak penjelasan mengenai gejala, penyebab, hingga cara mengatasinya dalam ulasan berikut ini.
Apa itu Anemia pada Ibu Hamil?
Anemia pada ibu hamil bisa berdampak buruk bagi ibu maupun janin. Selama menjalani masa kehamilan, Bumil membutuhkan sel darah dalam jumlah yang lebih banyak daripada biasanya; ini karena tidak hanya ibu yang perlu asupan nutrisi dan oksigen, melainkan juga janin.
Apabila mengalami anemia, baik ibu maupun janin tidak akan tercukupi kebutuhan nutrisi dan oksigennya—karena jumlah sel darah yang bertugas mengantarkan kedua elemen tersebut tidak memadai.
Pada perkembangannya, hal ini bisa memicu masalah kesehatan pada ibu dan janin seperti kelahiran prematur, bayi lahir dengan berat badan yang tidak ideal, dan bahkan kematian.
Gejala Anemia pada Ibu Hamil
Sayangnya, ciri anemia pada ibu hamil kerap kali tidak dapat terdeteksi sedari awal. Pasalnya, gejala yang muncul tampak seperti gejala kehamilan umum. Bahkan pada kasus anemia yang ringan, tidak ada gejala berarti yang dirasakan.
Gejala spesifik dari anemia yang terjadi pada wanita hamil mungkin baru dapat terlihat ketika kondisi ini sudah masuk ke dalam tahap yang lebih serius. Gejala tersebut antara lain:
- Tubuh mudah lelah dan terasa lemas.
- Kulit pucat atau berwarna kekuningan.
- Detak jantung tidak beraturan.
- Napas pendek.
- Kepala pusing.
- Sakit kepala.
- Nyeri dada.
- Tangan dan kaki terasa dingin.
Selain itu, ada juga sejumlah gejala lainnya yang mungkin akan dirasakan oleh ibu hamil ketika ia mengalami anemia (namun jarang terjadi). Gejala-gejala yang dimaksud meliputi:
- Kerontokan rambut.
- Kulit terasa gatal.
- Sariawan.
- Telinga berdenging.
- Gangguan indra perasa.
Gejala anemia yang tergolong parah atau tidak mendapatkan pengobatan selama kehamilan bisa berdampak buruk pada kesehatan ibu dan janin. Dampak buruk yang bisa terjadi, antara lain:
- Bayi lahir prematur atau berat badan lahir rendah.
- Anak dengan keterlambatan perkembangan.
- Transfusi darah, jika kehilangan darah selama persalinan.
- Depresi setelah persalinan.
- Bayi memiliki anemia.
Baca Juga: Anemia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Cara Mengobati
Kapan Waktu yang Tepat Harus ke Dokter?
Selama masa kehamilan, pemeriksaan medis secara berkala sudah seharusnya dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memantau kesehatan ibu dan perkembangan janin dalam kandungan. Pemeriksaan kehamilan juga berfungsi untuk mendeteksi apakah ada masalah kesehatan yang terjadi, anemia salah satunya.
Sementara itu, segera kunjungi dokter apabila sekiranya Anda merasakan gejala-gejala yang mengarah pada kondisi ini. Penanganan medis sedini mungkin dapat meningkatkan peluang kesembuhan dan mencegah kondisi bertambah buruk.
Penyebab Anemia pada Ibu Hamil
Sama seperti anemia pada umumnya, penyebab anemia pada ibu hamil yakni karena kurangnya asupan zat besi, baik itu melalui makanan maupun suplemen. Padahal, zat besi adalah mineral yang berperan penting dalam proses produksi hemoglobin.
Hemoglobin adalah salah satu komponen protein dalam sel darah merah. Protein ini bertugas untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi yang berasal dari makanan ke seluruh organ dan jaringan tubuh, termasuk menuju janin.
Manakala kebutuhan zat besi tidak terpenuhi, otomatis produksi hemoglobin pun menjadi terhambat. Inilah yang lantas berujung pada kondisi anemia. Oleh sebab itu, pastikan Anda mendapat asupan zat besi yang mencukupi selama hamil. Konsultasikan hal ini dengan dokter.
Faktor Risiko
Selain itu, ada juga beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil untuk mengalami anemia. Faktor-faktor tersebut meliputi:
- Jarak dengan kehamilan sebelumnya dekat.
- Hamil anak kembar.
- Frekuensi muntah di pagi hari (morning sickness) cukup sering.
- Mengalami menstruasi dengan intensitas tinggi sebelum hamil.
- Memiliki riwayat anemia.
Diagnosis Anemia pada Ibu Hamil
Guna mendiagnosis anemia pada wanita hamil, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan yang terbagi menjadi tiga tahap, di antaranya:
1. Anamnesis
Pertama-tama dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan berkaitan dengan riwayat medis keluarga, riwayat anemia sebelumnya, atau kondisi kronis, obat-obatan yang dikonsumsi, warna tinja dan urine, masalah perdarahan, dan kebiasaan tertentu (seperti konsumsi minuman beralkohol).
2. Pemeriksaan Fisik
Setelah itu, saat melakukan pemeriksaan fisik lengkap, dokter akan memerhatikan gejala fisik pasien seperti tanda-tanda kelelahan, pucat, penyakit kuning, pucat pada alas kuku, limpa yang membesar (splenomegali), pembesaran hati (hepatomegali), detak jantung, dan kelenjar getah bening.
3. Tes Darah
Pemeriksaan selanjutnya dokter akan melakukan tes darah, di antaranya:
-
Complete Blood Count
Tes ini menentukan tingkat keparahan dan jenis anemia (mikrositik, normositik atau makrositik). Pengukuran hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht). Selain itu, tes darah lengkap ini juga bertujuan untuk mengukur jumlah hemoglobin yang merupakan refleksi akurat dari jumlah sel darah merah dalam darah.
- Stool Hemoglobin Test
Tes darah dalam tinja ini berfungsi untuk mendeteksi perdarahan pada lambung atau usus.
-
Peripheral Blood Smear
Tes ini dilakukan dengan dengan cara melihat sel darah merah di bawah mikroskop untuk menentukan ukuran, bentuk, jumlah, dan penampilan serta mengevaluasi sel-sel lain dalam darah.
-
Pengukuran Kadar Zat Besi
Kadar besi serum dapat memberi tahu dokter apakah penyakit mungkin terkait dengan kekurangan zat besi atau tidak. Tes ini biasanya disertai dengan tes lain yang mengukur kapasitas penyimpanan zat besi tubuh, seperti tingkat transferrin dan tingkat ferritin.
Tingkat transferrin bermanfaat untuk mengevaluasi protein yang mengangkut zat besi dalam tubuh. Sedangkan tingkat ferritin bermanfaat untuk mengevaluasi total zat besi yang tersedia dalam tubuh.
-
Tes Kadar Folat
Asam folat atau vitamin B12 adalah bentuk vitamin B kompleks yang larut dalam air dan tubuh membutuhkannya untuk menghasilkan sel darah merah. Oleh sebab itu, biasanya dokter juga akan melakukan tes kadar folat untuk memastikan apakah anemia yang terjadi berkaitan dengan kurangnya vitamin ini.
-
Tes Bilirubin
Tes bilirubin berguna untuk menentukan apakah sel darah merah dihancurkan dalam tubuh yang mungkin merupakan tanda dari jenis hemolitik.
-
Elektroforesis Hemoglobin
Tes ini kadang-kadang digunakan ketika seseorang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Tes ini memberikan informasi tentang anemia sel sabit atau thalasemia.
-
Hitung Retikulosit
Tes ini berguna untuk melihat ukuran sel darah merah baru sumsum tulang produksi.
-
Uji Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal dapat membantu menentukan apakah ada disfungsi ginjal atau tidak. Gagal ginjal dapat menyebabkan defisiensi erythropoietin (Epo) yang menyebabkan anemia.
-
Biopsi Sumsum Tulang Belakang
Tes ini berguna untuk mengevaluasi produksi sel darah merah. Dokter akan melakukan tes ini apabila ada indikasi pasien mengalami masalah pada sumsum tulang belakang.
Baca Juga: 10 Gejala Anemia yang Umum Terjadi (Lelah Hingga Kulit Kering)
Pengobatan Anemia pada Ibu Hamil
Cara mengatasi anemia pada ibu hamil tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Mungkin dokter akan menganjurkan untuk meningkatkan asupan vitamin, berikut di antaranya:
1. Zat Besi
Apabila anemia terjadi karena ibu hamil kurang asupan zat besi, maka dokter akan memberikan resep suplemen zat besi dan menganjurkan Bumil menerapkan diet yang menitikberatkan pada asupan dari mineral tersebut. Idealnya, wanita hamil memerlukan 27 miligram zat besi setiap harinya.
Beberapa makanan yang baik untuk menambah asupan zat besi dalam tubuh, antara lain:
- Daun bayam.
- Daun kale.
- Ikan.
- Daging merah.
- Daging ayam.
- Tahu.
- Telur.
- Kacang-kacangan.
- Biji-bijian.
- Kacang polong.
- Sereal fortifikasi.
- Buah naga.
2. Vitamin C
Vitamin C adalah jenis vitamin yang dapat membantu penyerapan zat besi. Vitamin ini bisa Anda dapatkan dari suplemen dan makanan seperti jeruk, stroberi, kiwi, melon, tomat, dan paprika.
Namun, zat besi yang ditemukan dalam buah dan sayuran tidak mudah diserap seperti zat besi yang ada dalam daging.
Untuk itu, sebaiknya mengonsumsi beberapa jenis makanan berbeda yang mengandung zat besi pada waktu bersamaan untuk membantu penyerapan zat besi.
Komplikasi Anemia pada Ibu Hamil
Jika tidak tertangani dengan baik, anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang harus diwaspadai, meliputi:
1. Berat Badan Lahir Rendah
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah risiko yang sering terjadi pada janin. BLBR dapat dipicu oleh kurangnya asupan gizi pada janin selama kehamilan. Ini menyebabkan pertumbuhan, perkembangan organ, dan sistem tubuh janin berisiko terganggu.
Bayi dapat dikatakan mengalami BBLR jika berat badan di bawah 2500 gram. Dalam kondisi yang ekstrem, berat badan bayi hingga di bawah 2000 gram dapat memicu berat badan lahir sangat rendah. Ini berisiko menyebabkan bayi rentan terhadap berbagai penyakit.
2. Anemia pada Bayi Baru Lahir
Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko bayi mengalami kondisi serupa dengan ibu. Itu artinya bayi berisiko mengembangkan anemia ketika lahir nanti. Jika kondisi ini benar-benar terjadi, bayi berisiko mengalami gangguan kesehatan dan gangguan tumbuh kembang.
3. Kelahiran Prematur
Komplikasi anemia pertama yang mungkin terjadi pada ibu hamil adalah peningkatan risiko bayi lahir prematur. Ketika ibu mengalami anemia defisiensi besi, risiko kelahiran prematur bisa meningkat. Kelahiran prematur terjadi sebelum kehamilan genap 37 minggu.
Bacan Juga: 15 Cara Mencegah Bayi Lahir Prematur (Dilengkapi Penyebabnya)
4. Perdarahan Pascamelahirkan
Ibu hamil yang mengalami anemia selama kehamilan berisiko lebih tinggi mengalami perdarahan usai melahirkan.
Meskipun penyebabnya tidak diketahui secara pasti, tetapi anemia dikaitkan dengan kondisi uterine atony yaitu kondisi di mana rahim tidak berkontraksi setelah melahirkan akibatnya kurang pasokan oksigen ke rahim.
5. Depresi Pascamelahirkan
Anemia dapat meningkatkan meningkatkan risiko depresi postpartum atau depresi pascamelahirkan. Ini adalah jenis depresi yang terjadi setelah ibu melahirkan.
Jika mengalami depresi postpartum, ibu bisa mengalami perubahan suasana hati, sering menangis, kelelahan, sering cemas, rasa bersalah, dan kesulitan merawat bayi.
Jika Bunda mengalami kondisi ini, segera dapatkan penanganan dari dokter. Penanganan yang cepat dan tepat bisa membantu meredakan depresi.
6. Kematian Janin
Mengingat anemia dapat menyebabkan BBLR, akibatnya dapat meningkatkan risiko mengalami infeksi karena daya tahan tubuh bayi menurun. Sebagai dampak buruknya, bayi berisiko mengalami sakit.
Kondisi tersebut juga dapat meningkatkan risiko kematian pada bayi baik sebelum atau setelah dilahirkan.
Pencegahan Anemia pada Ibu Hamil
Mencukupi kebutuhan vitamin dan mineral—terutama zat besi dan vitamin B12—adalah cara mencegah anemia pada ibu hamil yang paling utama, terkecuali apabila kondisi ini terjadi karena adanya masalah lain. Selain itu, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin juga dapat meminimalisir risiko ibu untuk mengalami anemia.
- Anonim. Anemia in Pregnancy. https://www.webmd.com/baby/guide/anemia-in-pregnancy. (Diakses 6 November 2020)
- Anonim. Iron Deficiency Anemia During Pregnancy. https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/pregnancy-week-by-week/in-depth/anemia-during-pregnancy/art-20114455. (Diakses 6 November 2020)
- Anonim. Oxford University Hospital. Iron Deficiency Anaemia During Pregnancyhttps://www.ouh.nhs.uk/patient-guide/leaflets/files/14412Panaemia.pdf. (Diakses 6 November 2020)
- Bellefonds, C. 2018. How to Treat and Prevent Anemia in Pregnancy. https://www.whattoexpect.com/pregnancy/anemia/. (Diakses 6 November 2020)