Terbit: 27 November 2020
Ditulis oleh: Rhandy Verizarie | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Transplantasi rahim adalah salah satu metode baru untuk membantu wanita yang mengalami infertilitas atau kemandulan agar bisa memiliki anak. Simak informasi selengkap berikut ini.

Transplantasi Rahim: Definisi, Tujuan, Prosedur, dan Efek Samping

Apa Itu Transplantasi Rahim?

Transplantasi rahim—disebut juga cangkok rahim—adalah suatu metode medis yang sesuai dengan namanya, dilakukan dengan cara pencangkokan rahim dari seorang pendonor kepada penerima donor yang membutuhkan. Siapa yang membutuhkannya? Ialah wanita yang menderita infertilitas akibat ada masalah pada rahimnya.

Cangkok rahim atau uterus terbilang baru, dan pada 2019—bertempat di Cleveland Clinic, Amerika Serikat— seorang bayi lahir dari ibu penerima donor rahim dari wanita yang sudah meninggal. Meskipun terbukti berhasil, hingga saat ini transplantasi uterus masih belum bisa diterapkan secara luas karena para ahli masih harus melakukan penelitian dan pengembangan terhadapnya .

Mengapa Melakukan Transplantasi Rahim?

Sama seperti metode kesuburan lainnya, tujuan dari melakukan transplantasi ini tidak lain guna membantu wanita yang mengalami infertilitas sehingga tidak bisa hamil. Adalah absolute uterine factor infertility (AUFI), kondisi yang akhirnya menyebabkan infertilitas tersebut.

AUFI adalah istilah untuk menggambarkan adanya masalah pada rahim. Wanita yang mengidap AUFI umumnya mengalami kondisi-kondisi berikut ini:

  • Tidak memiliki rahim.
  • Bentuk dan struktur rahim tidak sempurna.
  • Riwayat operasi pengangkatan rahim.

Ada sejumlah faktor mengapa seorang wanita bisa mengidap AUFI, dan sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser (MRKH) menjadi yang paling umum. Sindrom MRKH ini merupakan kelainan bawaan yang menyebabkan  wanita tidak memiliki bentuk dan struktur rahim maupun vagina yang sempurna (bahkan bisa tidak ada sama sekali).

Selain MRKH, faktor lainnya yang bisa memicu AUFI hingga berujung pada kemandulan adalah sebagai berikut:

Siapa yang Dapat Melakukan Transplantasi Rahim?

Seperti yang sudah dijelaskan, transplantasi rahim utamanya untuk wanita yang mengalami infertilitas akibat kondisi yang bernama AUFI agar bisa hamil. Namun, penerapan metode ini masih belum bisa secara masif karena uji klinis yang masih sedikit dan terbatas.

Lagipula, risiko dari melakukan cangkok rahim masih terlalu tinggi, bahkan melebihi manfaatnya. Kendati demikian, bukan tidak mungkin pada masa mendatang transplantasi uterus menjadi salah satu metode lazim sebagaimana metode-metode transplantasi organ yang lainnya.

Selain itu, berikut ini syarat untuk dapat melakukan transplantasi rahim, termasuk:

  • Usia subur (20-40 tahun).
  • Bebas kanker selama lima tahun.
  • Berat badan yang sehat.
  • Negatif untuk HIV, hepatitis B dan C.
  • Tidak memiliki riwayat diabetes.
  • Bukan perokok.

Sedangkan untuk syarat pendonor rahim, antara lain:

  • Usia 30-50 tahun.
  • Berat badan yang sehat.
  • Bebas kanker selama lima tahun.
  • Negatif untuk HIV dan hepatitis.
  • Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes.

Persiapan Transplantasi Rahim

Sama seperti metode cangkok organ yang lain, ada sejumlah persiapan yang harus dilakukan oleh penerima donor. Kesiapan mental dan fisik pun menjadi hal yang paling utama.

Dokter harus benar-benar memastikan jika wanita calon penerima donor berada dalam kondisi terbaik untuk menjalani prosedur medis ini. Oleh karena itu, dokter akan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh terhadap pasien.

Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan hasil yang bagus, pihak rumah sakit akan meminta pasien—dan anggota keluarga— untuk menandatangani formulir persetujuan.

Hal yang sama juga berlaku bagi pendonor rahim. Sebagai informasi, tindakan cangkok rahim yang telah dilakukan menggunakan rahim yang berasal dari orang yang telah meninggal dunia. Ini bertujuan untuk meminimalisir risiko mengingat penerapan metode tersebut masih dalam lingkup penelitian dan pengembangan.

Pelaksanaan Transplantasi Rahim

Setelah pasien menandatangani formulir persetujuan untuk menjalani prosedur ini—yang mana artinya ia bersedia untuk menjadi partisipan penelitian—dokter akan melakukan tindakan.

Transplantasi rahim terbagi ke dalam 5 (lima) tahapan tindakan, berikut di antaranya:

1. In Vitro Fertilization (IVF)

In vitro fertilization (IVF) atau yang lebih umum kita kenal sebagai metode bayi tabung menjadi langkah pertama yang akan dokter lakukan. Pada tahap ini, dokter akan memberikan obat penambah kesuburan. Tujuannya agar ovarium dapat memproduksi sel telur.

Setelah itu, sel telur akan diambil untuk dilakukan pembuahan luar. Kemudian, embrio yang terbentuk dari pembuahan tersebut akan menjalani pembekuan.

2. Transplantasi Rahim

Tahap selanjutnya adalah cangkok rahim. Dokter akan mengangkat rahim beserta serviks dari pendonor untuk selanjutnya ditransplantasikan pada penerima donor. Proses ini biasanya memakan waktu sekitar 6-8 jam.

Apakah rahim yang telah tertanam pada tubuh penerima donor langsung dapat berfungsi? Tentu saja tidak. Perlu setidaknya 6 bulan ke depan sampai rahim benar-benar siap untuk mengandung.

3. Terapi Imunosupresan

Apabila transplantasi berjalan lancar, dokter akan memberikan resep obat imunosupresan. Hal ini bertujuan untuk melindungi rahim dari serangan sistem imun. Pasalnya, sistem imun pasti menganggap organ “baru” tersebut sebagai objek asing yang berbahaya.

Seperti obat-obatan lainnya, penggunaan imunosupresan dapat menimbulkan efek samping pada kehamilan, yakni berat badan lahir rendah (BBLR), cacat janin, atau bayi lahir prematur.

4. Implantasi Embrio

Setelah rahim benar-benar sudah siap, barulah dokter akan melakukan implantasi embrio yang tadi menjalani proses pembekuan.

Implantasi embrio adalah proses di mana embrio, yang berumur 7 hari sejak pembuahan, menempel pada endometrium dan memulai kehamilan.

Baca Juga: 5 Macam Program Hamil yang Efektif untuk Punya Anak

Bagaimana setelah Transplantasi Rahim?

Setelah menjalani transplantasi rahim, dokter akan meminta pasien untuk mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu tertentu guna mencegah rahim mengalami masalah akibat serangan dari sistem imun yang menganggapnya sebagai suatu bahaya.

Sementara ketika rahim telah menjalankan fungsinya yakni menjadi tempat tumbuh kembang embrio hingga menjadi bayi, dokter akan terus melakukan pemantauan layaknya memantau kehamilan pada umumnya.

Sayangnya, rahim hasil transplantasi ini kabarnya tidak bersifat permanen. Asupan obat imunosupresan dalam jangka panjang dapat memberikan efek buruk yang bahkan bisa sampai mengancam keselamatan jiwa.

Oleh karena itu, kemungkinan besar setelah kelahiran terjadi, rahim tersebut harus kembali menjalani prosedur pengangkatan (histerektomi) guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Efek Samping Transplantasi Rahim

Titik berat efek samping dari prosedur ini adalah konsumsi obat imunosupresannya. Obat tersebut kemungkinan besar akan menyebabkan sejumlah masalah kehamilan, seperti:

Terkait dengan pelaksanaan pencangkokannya, risiko yang mungkin terjadi, meliputi:

  • Perdarahan mayor.
  • Infeksi.

Biaya Transplantasi Rahim

Transplantasi uterus masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, sehingga belum ada informasi pasti berapa biaya dari tindakan tersebut.

Nah, itulah ulasan lengkap tentang transplantasi rahim. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Teman Sehat!

 

  1. Anonim. What is a Uterus Transplant and how dangerous is it? https://nwhn.org/uterus-transplant-dangerous/ (accessed on 27 November 2020)
  2. Anonim. America, a Woman Gives Birth After Uterus Transplant From a Deceased Donor. https://health.clevelandclinic.org/for-the-first-time-in-north-america-woman-gives-birth-after-uterus-transplant-from-deceased-donor/ (accessed on 27 November 2020)
  3. Anonim. Penn Uterus Transplant Program. https://www.pennmedicine.org/for-patients-and-visitors/find-a-program-or-service/penn-fertility-care/uterus-transplant (accessed on 27 November 2020)
  4. Anonim. Uterus Transplant. https://www.uabmedicine.org/patient-care/treatments/uterus-transplant (accessed on 27 November 2020)
  5. Anonim. Tanpa Tahun. Uterus Transplant. https://www.bswhealth.com/treatments-and-procedures/uterus-transplant (Diakses pada 19 April 2023)
  6. Horsager-Boehrer, R. 2019. Uterine transplant: This prospect for pregnancy is not worth the risks. https://utswmed.org/medblog/uterine-transplant-motherhood/ (accessed on 27 November 2020)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi