Terbit: 18 March 2021 | Diperbarui: 22 May 2023
Ditulis oleh: dr. Monica Djaja Saputera | Ditinjau oleh: dr. Sheila Amabel

Selama kehamilan, penting untuk memantau tumbuh kembang janin. Umumnya, dokter akan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Namun, pada beberapa kasus dokter juga akan menyarankan pemeriksaan amniosentesis. Simak selengkapnya tentang prosedur ini pada artikel ini!

Mengenal Amniosentesis, Persiapan hingga Risiko Komplikasinya

Apa Itu Amniosentesis (Amniocentesis)?

Amniosentesis merupakan pemeriksaan sampel cairan ketuban. Pada prosedur ini, dokter akan mengambil sedikit cairan amnion atau air ketuban dengan cara menusukkan jarum khusus ke perut bumil hingga menyentuh rahim.

Sampel air ketuban kemudian akan diperiksa dan diteliti untuk mengetahui perkiraan kondisi kesehatan dan genetik janin. Melalui amniosentesis dapat diketahui apakah ada kelainan kromosom atau genetik, seperti sindrom down, sindrom Edward, dan sindrom Patau

Air ketuban atau cairan amnion merupakan cairan yang mengelilingi janin dalam kandungan. Air ketuban mengandung berbagai enzim, protein, hormon, serta sel-sel yang dilepaskan oleh janin. 

Sel-sel yang dilepaskan memiliki informasi genetik sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan genetik. Selain itu, cairan ketuban juga dapat memberikan informasi tentang kondisi metabolisme janin serta perkembangan organ tubuh janin. 

Baca Juga10 Penyebab Bayi Lahir Cacat dan Cara Mencegahnya

Kapan Amniosentesis Perlu Dilakukan? 

Prosedur amniosentesis umumnya dilakukan pada usia kehamilan 15 hingga 20 minggu. Tidak semua ibu hamil perlu menjalani pemeriksaan ini. 

Ada beberapa kondisi yang membuat ibu hamil direkomendasikan untuk menjalani amniosentesis, antara lain:

  • Memiliki riwayat keluarga yang mengalami kelainan genetik atau masalah metabolisme, seperti sindrom down, cystic fibrosis, atau Tay Sachs disease.
  • Pernah melahirkan anak dengan kelainan kromosom pada kehamilan sebelumnya.
  • Memiliki risiko mengandung anak dengan cacat tabung saraf, seperti spina bifida.
  • Menjalani kehamilan pada usia di atas 40 tahun.
  • Hasil tes darah serum screen menunjukkan tanda yang tidak normal.
  • Hasil pemeriksaan USG menunjukkan tanda yang tidak normal. 

Beberapa tujuan pemeriksaan amniosentesis, antara lain:

  • Mengetahui kelainan kromosom pada janin, seperti sindrom Down atau sindrom Edward.
  • Mengetahui masalah pada perkembangan organ tubuh janin.
  • Menemukan kondisi Chorioamnionitis, yaitu infeksi bakteri pada kantung ketuban (amnion) atau lapisan pembentuk ari-ari (chorion).
  • Mengeluarkan air ketuban yang berlebih (polihidramnion), sehingga tekanan dalam rahim dapat diturunkan. 
  • Menemukan ketidakcocokan rhesus antara ibu dan janin, yang ditandai dengan penumpukan cairan yang tidak normal pada tubuh janin. 

Apa yang Perlu Dipersiapkan sebelum Melakukan Tindakan Amniosentesis?

Sebenarnya, tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan sebelum menjalani pemeriksaan amniosentesis. Anda juga tidak perlu puasa sebelum tindakan dilakukan. 

Kadang kala, dokter akan menganjurkan bumil untuk menahan buang air kecil sebelum tindakan amniosentesis. Langkah ini dilakukan karena prosedur amniosentesis lebih mudah dilakukan saat saluran kemih penuh dengan urine. 

Sebelum menjalani prosedur ini, Anda juga perlu tahu risiko yang mungkin terjadi selama prosedur dilakukan, antara lain:

  • Bercak darah vagina atau flek;
  • Janin terinfeksi virus;
  • Terjadi infeksi pada rahim;
  • Cedera pada bayi atau ibu;
  • Pecah ketuban dini;
  • Rasa tidak nyaman atau kram pada perut;
  • Kelahiran prematur;
  • Darah janin masuk ke peredaran darah ibu;
  • Keguguran.

Meskipun risiko ini bisa saja terjadi, namun Anda tidak perlu khawatir dan ragu untuk menjalani pemeriksaan amniosenesis jika memang diperlukan. Kondisi ini sangat jarang terjadi bahkan angka kasus keguguran kurang dari 1 persen. 

Ada beberapa faktor yang dapat menghambat jalannya proses amniosentesis, antara lain:

  • Cairan yang diambil terkontaminasi oleh darah;
  • Sampel air ketuban yang sudah diambil gagal untuk diperiksa;
  • Prosedur pengambilan sampel air ketuban gagal pada percobaan pertama;
  • Hasil tidak pemeriksaan tidak pasti. 

Bagaimana Prosedur Melakukan Amniosentesis?

Proses pengambilan sampel air ketuban adalah sebagai berikut:

  1. Dokter akan meminta Anda untuk berbaring di atas ranjang pemeriksaan. 
  2. Selanjutnya, dokter akan memposisikan pasien ke posisi litotomi, yaitu pasien akan berbaring terlentang dengan lutut dan pinggul ditekuk, serta kaki ditopang dengan alat khusus. 
  3. Setelah itu, dokter akan menjalankan alat ultrasonografi atau USG untuk memeriksa detak jantung janin, kondisi janin, serta lokasi plasenta dan air ketuban. 
  4. Setelah menemukan lokasi yang aman untuk pengambilan sampel, dokter akan membersihkan perut dengan cairan antiseptik. 
  5. Dokter akan menyuntikkan anestesi lokal sebelum prosedur pengambilan sampel untuk mengurangi rasa sakit. 
  6. Dokter kemudian akan mulai menusukkan jarum ke perut hingga ujung jarum menyentuh kantung ketuban. Pada tahap ini, dokter akan menggunakan bantuan USG sebagai panduan. Jumlah air ketuban yang diambil umumnya sekitar 30 ml atau 2-4 sendok makan. 
  7. Ketika jumlah air ketuban yang diambil sudah cukup, dokter akan menarik jarum keluar dari perut secara hati-hati dan perlahan. 
  8. Saat jarum sudah keluar sepenuhnya, dokter akan mengoleskan cairan antiseptik dan menutup area tusukan dengan perban. 

Setelah prosedur amniosentesis selesai, dokter akan memeriksa kembali denyut jantung janin untuk memasikan janin baik-baik saja dan tidak stres. 

Ketika dilihat kondisi ibu dan janin tidak ada masalah, maka dokter akan mengizinkan pasien pulang dan disarankan untuk istirahat di rumah. 

Pasien disarankan untuk tidak melakukan aktivitas fisik dengan gerakan berulang dan tidak melakukan hubungan seksual selama 1 hingga 2 hari setelah amniosentesis. 

Adakah yang Perlu Diwaspadai Setelah Pemeriksaan Amniosentesis?

Pada umumnya, amniosentesis tidak menimbulkan masalah apapun. Namun, Anda tetap perlu memberitahu dokter jika mengalami beberapa kondisi berikut:

  • Mengalami demam atau meriang;
  • Keluar darah dari vagina;
  • Keluar air ketuban dari vagina;
  • Muncul bercak kemerahan pada bekas tusukan jarum
  • Rasa kram hebat pada beberapa jam setelah menjalani tes;
  • Pergerakan janin mengalami perubahan, menjadi tidak seaktif biasanya.

Apa Saja Komplikasi Tindakan Amniosentesis?

Meskipun sangat jarang terjadi, tetapi prosedur amniosentesis tetap dapat menimbulkan komplikasi tertentu. Komplikasi yang dapat muncul akibat pemeriksaan amniosentesis, antara lain:

1. Keguguran

Keguguran merupakan kondisi berhentinya kehamilan secara tiba-tiba saat kehamilan belum mencapai usia 20 minggu. 

Pemeriksaan amniosentesis dapat meningkatkan peluang keguguran. Namun, kasus ini sangat jarang terjadi, hanya ada sekitar 0,1 hingga 0,3 persen dari seluruh kehamilan. 

Risiko keguguran akan lebih tinggi jika Anda menjalani pemeriksaan amniosentesis sebelum usia kehamilan 15 minggu. 

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti alasan amniosentesis dapat menyebabkan keguguran. Namun, kemungkinan kondisi ini disebabkan oleh infeksi, pendarahan, atau kerusakan pada kantung ketuban. 

2. Kebocoran Air Ketuban

Prosedur amniosentesis juga dapat menyebabkan kebocoran pada air ketuban. Jika hal ini terjadi, maka jumlah air ketuban akan semakin berkurang dan risiko kelahiran prematur akan meningkat.

Oleh sebab itu, bumil yang mengalami kebocoran air ketuban setelah menjalani amniosentesis perlu mendapatkan pengawasan ketat oleh dokter. 

3. Penularan Infeksi

Ibu hamil yang menderita penyakit infeksi perlu waspada ketika menjalani pemeriksaan amniosentesis. Pasalnya, penyakit infeksi dapat ditularkan dari ibu kepada janin melalui prosedur ini akibat penusukan jarum. 

Ibu hamil yang menderita penyakit, seperti hepatitis atau HIV perlu waspada. 

Baca Juga12 Pemeriksaan Kehamilan yang Wajib Diketahui Bumil

4. Cedera pada Janin

Amniosentesis dapat meningkatkan risiko cedera pada janin, sperti dislokasi pinggul, gangguan paru-paru, serta kaki bengkok (clubfoot).  

Risiko ini akan muncul jika pemeriksaan amniosentesis dilakukan sebelum usia kehamilan 15 minggu. Oleh sebab itu, pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan sebelum usia kehamilan 15 minggu. 

Amniosentesis merupakan salah satu prosedur pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan serta genetik janin dalam kandungan. 

Prosedur ini cenderung aman dilakukan tidak menutup kemungkinan adanya risiko komplikasi sehingga Anda perlu memerhatikan kondisi tubuh setelah menjalani prosedur pemeriksaan ini. 

  1. Anonim. 2017. Amniocentesis. https://www.marchofdimes.org/find-support/topics/planning-baby/amniocentesis. (Diakses pada 22 Mei 2023).
  2. John Hopkins Medicine. Amniocentesis. https://www.hopkinsmedicine.org/health/treatment-tests-and-therapies/amniocentesis. (Diakses pada 22 Mei 2023).  
  3. Mayo Clinic Staff. 2022. Amniocentesis. https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/amniocentesis/about/pac-20392914. (Diakses pada 22 Mei 2023).
  4. NHS UK. 2022. Risk Amniocentesis. https://www.nhs.uk/conditions/amniocentesis/risks/. (Diakses pada 22 Mei 2023). 


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi