Terbit: 12 April 2019 | Diperbarui: 4 September 2023
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Sheila Amabel

PCOS (Polycystic Ovary Syndrome) atau sindrom ovarium polikistik adalah penyakit yang banyak terjadi pada kaum wanita. Penyakit PCOS dapat muncul pada usia reproduktif yaitu saat mulai haid pertama sampai usia sekitar 45 tahun. Simak selengkapnya pada ulasan berikut ini!

PCOS: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Penanganan

Apa Itu Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)?

Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) merupakan suatu kondisi di mana indung telur memproduksi androgen dalam jumlah yang terlalu berlebihan. Androgen merupakan hormon seks pria yang umumnya ada pada wanita tetapi jumlahnya sedikit. 

Istilah Polycystic Ovarian Syndrome atau sindrom ovarium polikistik menggambarkan banyaknya kista kecil (kantung berisi cairan) di sekitar ovarium. Namun, bukan berarti wanita dengan gangguan ini pasti memiliki kista. Ada beberapa wanita yang mengalami PCOS tetapi tidak memiliki kista.

Ovulasi terjadi saat sel telur matang dilepaskan dari indung telur. Hal ini terjadi agar sel telur bisa dibuahi oleh sperma dan terjadi kehamilan. Apabila sel telur tidak dibuahi, maka sel telur akan dikeluarkan dari tubuh melalui menstruasi.

Pada beberapa kasus, wanita tidak menghasilkan cukup hormon yang diperlukan untuk ovulasi. Saat ovulasi tidak terjadi, indung telur bisa mengembangkan banyak kantung kecil berisi cairan. Kita-kista ini akan menghasilkan hormon yang disebut androgen.

Oleh sebab itu, wanita dengan PCOS sering kali memiliki jumlah androgen yang tinggi dalam tubuh. Kondisi ini justru akan menimbulkan lebih banyak masalah pada siklus menstruasi dan menimbulkan banyak gejala PCOS. 

Selain itu, PCOS juga dapat menyebabkan kemandulan dan penderitanya menjadi lebih rentan mengalami diabetes dan tekanan darah tinggi. 

Baca Juga13 Cara Agar Cepat Hamil, Pasangan Suami Istri Wajib Tahu!

Gejala Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Gejala PCOS bisa terjadi pada usia remaja, bahkan saat wanita mengalami menstruasi pertama kali pada masa pubertas. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa PCOS baru dialami saat dewasa atau pada periode tertentu, seperti saat berat badan mengalami peningkatan signifikan. 

Beberapa gejala PCOS yang umumnya dialami, antara lain:

  • Gangguan menstruasi. Frekuensi menstruasi yang jarang atau memiliki periode menstruasi yang terlalu singkat atau panjang merupakan gejala umum dari PCOS. Penderitanya bisa mengalami datang bulan kurang dari 8-9 kali dalam 1 tahun. Jarak antar menstruasi kurang dari 21 hari atau lebih dari 35 hari, atau volume darah saat menstruasi terlalu banyak. 
  • Ada kista ovarium.Ukuran ovarium bisa menjadi lebih besar karena banyak folikel yang mengandung sel telur kecil di sekitar ovarium.
  • Warna kulit menjadi gelap. Kondisi ini terjadi pada beberapa bagian tubuh terutama area lipatan, seperti selangkangan, lipatan leher, dan bagian bawah payudara.
  • Terlalu banyak hormon androgen. Kondisi ini ditandai dengan tumbuh rambut lebat pada area wajah dan tubuh (hirsutisme), muncul jerawat parah, serta kebotakan. 
  • Kenaikan berat badan. Perubahan berat badan secara signifikan dan terjadi penumpukan lemak terutama pada area perut. 

Kapan Harus ke Dokter?

Anda perlu melakukan pemeriksaan ke dokter apabila mengalami beberapa gejala PCOS, seperti menstruasi yang tidak teratur dan muncul rambut yang lebih lebat pada area wajah dan tubuh. Jika tidak ditangani, penderitanya bisa sulit hamil atau mandul. 

Penderita PCOS yang sedang hamil juga memiliki risiko tinggi untuk mengalami persalinan prematur, keguguran, tekanan darah tinggi, atau diabetes gestasional. Oleh sebab itu, jangan lewatkan pemeriksaan rutin ke dokter kandungan. 

Penyebab Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Hingga kini penyebab PCOS belum diketahui dengan pasti, namun diduga memiliki kaitan dengan ketidaknormalan kadar hormon. Berikut ini adalah beberapa faktor yang mungkin menyebabkan PCOS, di antaranya:

1. Resistensi Insulin

Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas. Hormon ini akan membuat sel tubuh bisa menggunakan gula sebagai sumber energi utama. Jika sel menjadi resisten pada kerja insulin, maka gula darah akan mengalami peningkatan.

Kenaikan gula darah dalam tubuh bisa menyebabkan tubuh memproduksi lebih banyak hormon insulin sebagai usaha untuk membuat gula darah dalam tubuh menjadi lebih rendah. Akibatnya, jumlah insulin dalam tubuh menjadi berlebihan. 

Kondisi ini akan memicu tubuh untuk memproduksi terlalu banyak hormon androgen. Akibatnya, tubuh akan kesulitan untuk ovulasi. 

2. Low-grade Inflammation

Tubuh memiliki mekanisme khusus untuk menghadapi peradangan, bahkan pada kasus yang ringan sekalipun. Dalam tubuh, sel darah putih akan membuat substansi tertentu jika dideteksi ada infeksi. Respon ini disebut dengan Low-grade inflammation. 

Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan PCOS memiliki reaksi Low-grade inflammation dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini dapat memicu ovarium polikistik untuk produksi hormon androgen serta dapat memicu masalah pada jantung dan pembuluh darah. 

3. Androgen Berlebihan

Pada penderita PCOS, ovarium dapat memproduksi androgen dalam jumlah yang banyak. Terlalu banyak hormon androgen dapat mengganggu proses ovulasi. 

4. Faktor Keturunan

Penelitian menunjukkan bahwa beberapa gen dapat berhubungan dengan PCOS. Memiliki keluarga yang menderita PCOS dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami kondisi ini. 

Diagnosis Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Diagnosis penyakit PCOS merupakan upaya dokter untuk mengidentifikasi penyakit atau menjelaskan gejala yang dialami penderita. Berikut adalah diagnosis yang mungkin dilakukan oleh dokter, di antaranya:

1. Tes Ultrasound

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperlihatkan ketebalan dinding uterus dan jumlah kista dalam ovarium. Selain itu, dokter juga akan melihat perubahan yang mungkin terjadi pada organ reproduksi. Pengamatan ini dilakukan dengan metode USG transvaginal.

2. Tes Darah

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur kadar hormon. Tidak menutup kemungkinan Anda juga disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah lain, seperti tingkat kolesterol dan trigliserida. Pemeriksaan kadar gula darah juga mungkin dilakukan untuk mengetahui respon tubuh terhadap glukosa.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai tinggi, berat, kondisi kulit, payudara, perut dan kelenjar tiroid. Tak menutup kemungkinan pemeriksaan terhadap organ genital juga dilakukan.

Pengobatan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Jika seorang wanita mengidap penyakit PCOS bukan berarti dirinya tidak bisa hamil. Namun, jika Anda hamil dan memiliki penyakit PCOS, Anda harus lebih memperhatikan kondisi kandungan Anda. Wanita hamil dengan PCOS memiliki risiko tinggi untuk keguguran, preeklampsia, diabetes gestasional atau kelahiran caesar.

Berikut adalah beberapa penanganan yang bisa ditempuh oleh penderita PCOS, di antaranya:

1. Melakukan Perubahan Gaya Hidup

Dokter akan menyarankan penderita PCOS untuk menjalani pola makan sehat dan melakukan lebih banyak olahraga. Semua cara ini diketahui dapat membantu Anda untuk menurunkan berat badan dan mengurangi gejala PCOS yang dialami.

Selain itu, menjalani gaya hidup sehat juga dapat membantu tubuh menggunakan insulin dengan lebih efisien, menurunkan kadar gula dalam darah, serta membantu tercapainya ovulasi. 

2. Konsumsi Obat Metformin

Pengobatan penyakit PCOS dilakukan untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Obat yang bisa dikonsumsi adalah metformin dan thiazolidinedione (glitazones). Konsumsi metformin secara rutin akan menormalkan fungsi ovarium. Menstruasi akan normal dengan sendirinya dalam 1-2 bulan terapi.

Agar mendapatkan hasil yang maksimal, konsumsi obat harus dibarengi dengan perubahan pola makan seperti diet rendah karbohidrat dan olahraga secara teratur.

3. Konsumsi Pil KB

Tingginya hormon androgen dapat diturunkan dengan mengonsumsi obat yang mengandung cyproteron asetat (ada pada pil KB tertentu). Pil KB juga dapat membantu menormalkan komposisi hormon yang abnormal pada penderita PCOS. Obat ini juga berguna untuk mengurangi pertumbuhan rambut yang berlebihan.

3. Tidak Merokok

Penderita PCOS yang masih merokok disarankan untuk berhenti. Kadar hormon androgen pada wanita perokok lebih tinggi dibanding wanita non-perokok.

4. Terapi Hormon

Terapi ini menormalkan siklus menstruasi, mencegah pertumbuhan rambut, rontoknya rambut di kepala, munculnya jerawat dan mencegah kanker uterus.

Baca Juga9 Gerakan Yoga agar Cepat Hamil, Yuk Coba di Rumah!

Komplikasi Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Apabila tidak ditangani dengan tepat, penderita PCOS memiliki risiko tinggi untuk mengalami beberapa komplikasi, di antaranya adalah:

  • Kemandulan
  • Gangguan kecemasan dan depresi
  • Gangguan makan
  • Gangguan tidur
  • Hipertensi saat hamil
  • Keguguran atau persalinan prematur
  • Hepatitis
  • Diabetes atau diabetes gestasional
  • Kanker endometrium
  • Sindrom metabolik

Pencegahan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

PCOS sebenarnya sulit untuk dicegah. Namun, menjaga berat badan dalam rentang normal diketahui efektif untuk mengurangi gejala serta risiko komplikasi. 

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga berat badan, antara lain:

  • Meningkatkan konsumsi serta
  • Membatasi konsumsi makanan manis dan tinggi karbohidrat
  • Olahraga secara teratur.

Pada akhirnya, PCOS merupakan kondisi tubuh yang berkaitan dengan masalah hormon. Pengobatan penyakit PCOS lebih bertujuan untuk bagaimana mengatasi gejala PCOS yang muncul seperti infertilitas, tumbuhnya rambut tebal, masalah jerawat ataupun obesitas.

  1. John Hopkins Medicine. Polycystic ovary syndrome (PCOS). https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/polycystic-ovary-syndrome-pcos. (Diakses pada 27 Juli 2023). 
  2. Mayo Clinic Staff. 2022. Polycystic ovary syndrome (PCOS). https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pcos/symptoms-causes/syc-20353439. (Diakses pada 27 Juli 2023). 
  3. NHS UK. 2022. Polycystic ovary syndrome (PCOS). https://www.nhs.uk/conditions/polycystic-ovary-syndrome-pcos/. (Diakses pada 27 Juli 2023). 


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi