Jahe adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Hal itulah yang membuat tanaman ini dipercaya mengobati beberapa penyakit, salah satunya adalah kanker. Bagaimana dunia medis melihat potensi jahe sebagai agen anti-kanker? Simak penjelasannya dalam ulasan berikut.
Kandungan Gizi Jahe
Menurut U.S Department of Agriculture, di dalam jahe terdapat kandungan berbagai jenis vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh.
Nilai gizi jahe pada umumnya berbeda-beda, tergantung ukuran jahe yang digunakan. Tetapi pada umumnya 1 sendok makan jahe mengandung:
- 5 kalori.
- 1 gram karbohidrat.
- 0,1 gram serat makanan.
- 0,1 gram protein.
- 0 gram lemak.
- 0,1 gram gula.
Vitamin dan mineral di dalam jahe, di antaranya:
- Vitamin B3 dan B6.
- Potasium.
- Vitamin C.
- Magnesium.
- Phosphorus.
- Zinc.
- Asam folat.
- Riboflavin.
Perlu diketahui juga jahe memiliki sifat antiinflamasi, antibakteri, antiseptik, antijamur, dan antivirus.
Manfaat Potensial Jahe untuk Mengobati Kanker
Selain sering digunakan sebagai bumbu masakan dan minuman herbal, jahe juga dipercaya memiliki manfaat untuk melawan pertumbuhan dan penyebaran sel-sel kanker.
Sebuah studi yang diterbitkan di British Journal of Nutrition mengungkapkan, beberapa senyawa yang terdapat di dalam jahe mampu membunuh beberapa sel kanker, seperti kanker prostat, kanker ovarium, dan kanker kolorektal.
Bahkan, penelitian tersebut mengungkapkan bahwa manfaat jahe jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kemoterapi. Manfaat ini didapatkan karena sifat anti-angiogenik pada jahe dipercaya efektif dalam membuat pertumbuhan sel kanker berhenti, khususnya dalam mencegah perkembangan kanker ovarium.
Penelitian lain yang dilakukan oleh American Association for Cancer juga menunjukkan hasil yang sama. Kandungan di dalam jahe dianggap jauh lebih baik dan efektif dalam membunuh sel-sel kanker, dengan efek samping yang sangat kecil.
Selain itu, jahe juga dianggap memiliki kandungan toksin yang sangat rendah dan tidak membuat tubuh mengalami resistensi obat. Penelitian ini bahkan merekomendasikan pemberian jahe bagi para penderita kanker ovarium. Tak hanya itu, jahe juga dipercaya mencegah berkembangnya kanker kolorektal.
Sedangkan senyawa gingerol yang ada pada jahe bermanfaat menghambat adhesi sel, invasi, dan motilitas sel kanker payudara triple negatif di laboratorium. Gingerol juga telah dilaporkan secara selektif membunuh sel punca kanker payudara.
Baca Juga: 15 Mitos Penyakit Kanker yang Sebaiknya Tidak Anda Percaya
Penting diketahui, beberapa penelitian terkait manfaat jahe untuk kanker baru dilakukan pada hewan, sehingga penelitian lebih lanjut pada manusia perlu dilakukan untuk memastikan efektivitasnya secara klinis.
Meski tanaman ini memiliki sejumlah manfaat, Anda dianjurkan tidak mengonsumsinya melebihi 4 gram per hari. Sementara itu, wanita hamil dianjurkan untuk tidak lebih dari 1 gram setiap harinya.
Meski begitu, beberapa pakar tidak menyarankan ibu hamil mengonsumsi jahe karena dikhawatirkan bisa menyebabkan efek negatif pada janin atau memicu kontraksi pada perut.
Konsumsi secara berlebihan (1500 miligram atau lebih) dikhawatiran dapat meningkatkan risiko keguguran, karena menurunkan tekanan darah dan mengencerkan darah. Jadi, sebaiknya konsultasikan dengan dokter sebelum mengonsumsi teh jahe atau makanan berbahan jahe.
Selain itu, mengonsumsi jahe berlebihan diketahui dapat menimbulkan efek samping pada sistem pencernaan, seperti kembung, heartburn, sakit perut, hingga iritasi pada rongga mulut.
- Anonim. 2021. Learn How to Make Ginger Tea for Cancer Patients. https://www.hekmac.com/en/make-ginger-tea-for-cancer/. (Diakses pada 16 Maret 2023)
- Anonim. 2023. Ginger is recommended for breast cancer. https://foodforbreastcancer.com/foods/ginger. (Diakses pada 16 Maret 2023)
- Nordqvist, Christian. 2006. Ginger Kills Ovarian Cancer Cells. https://www.medicalnewstoday.com/articles/41747. (Diakses pada 16 Maret 2023)
- Prasad, Sahdeo dan Amit K. 2015. Ginger and Its Constituents: Role in Prevention and Treatment of Gastrointestinal Cancer. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4369959/. (Diakses pada 16 Maret 2023)