Apabila plasenta mengalami masalah, maka tumbuh kembang janin akan terganggu. Pengapuran plasenta merupakan masalah yang patut diwaspadai! Simak gejala, penyebab, hingga bahayanya bagi janin berikut ini!
Apa Itu Pengapuran Plasenta?
Pengapuran plasenta adalah kondisi yang terjadi ketika endapan kalsium menumpuk di plasenta. Secara bertahap, jaringan plasenta menjadi lebih keras. Prosesnya terjadi secara alami saat mendekati akhir kehamilan.
Namun, jika pengapuran plasenta terjadi sebelum minggu ke-36, hal itu dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan janin. Komplikasi seperti hambatan pertumbuhan janin dan gawat janin empat kali lebih mungkin terjadi pada kasus pengapuran plasenta prematur.
Pengapuran plasenta prematur yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan aliran darah di plasenta dan mengganggu sirkulasi dan pertumbuhan janin.
Gejala Pengapuran Plasenta
Pengapuran plasenta hanya bisa diamati selama pemindaian ultrasonografi (USG) dengan melihat plasenta dan memeriksa endapan kalsium. Penumpukan kalsium ini akhirnya menyebabkan lekukan. Seberapa dalam jaringan plasenta yang dicapai lekukan ini dan berapa banyak yang membantu ahli radiologi untuk memeriksa plasenta.
Penderitanya bahkan tidak akan menyadari gejala. Namun, penting untuk waspada selama kehamilan dan hubungi dokter jika mengalami keluhan berikut ini:
- Merasakan lebih sedikit gerakan (jika janin tidak bergerak sesuai pola dan frekuensi biasanya).
- Merasa pertumbuhan rahim melambat.
- Nyeri tajam di punggung bagian bawah atau perut bagian bawah.
- Mulai mengalami kontraksi.
- Bercak atau pendarahan.
Baca Juga: Mengenal 11 Fungsi Plasenta Bagi Janin, Bumil Harus Tahu
Penyebab Pengapuran Plasenta
Plasenta secara alami akan mulai mengapur sebagai bagian dari proses penuaan. Lebih dari 50 persen plasenta mengalami beberapa derajat pengapuran saat cukup bulan.
Kejadian pengapuran plasenta prematur berkisar antara 3,8 persen hingga 23,7 persen. Studi menunjukkan bahwa kemungkinan penyebab kondisi ini meliputi:
- Merokok.
- Hipertensi dalam kehamilan.
- Solusio plasenta.
- Bakteri tertentu di dalam plasenta.
- Faktor lingkungan termasuk paparan radiasi atau suara frekuensi rendah.
- Reaksi terhadap obat (antasida) atau suplemen vitamin (kalsium berlebihan).
- Stres prenatal juga meningkatkan risiko kalsifikasi plasenta.
Tahap Pengapuran Plasenta
Pengapuran plasenta memiliki empat tingkatan, dari 0 (paling tidak matang) hingga 3 (plasenta paling matang) selama kehamilan. Tahap ini menunjukkan penumpukan kalsium di plasenta dari tidak ada pada tingkat 0, hingga pada tahap 3.
Berikut ini tahap pengapuran plasenta yang paling umum:
- Tahap 0. Ini artinya tidak ada endapan kalsium di plasenta. Ibu hamil dapat tetap pada tahap ini selama kehamilan, atau plasenta berkembang ke tahap yang lebih tinggi.
- Tahap 1. Beberapa endapan kalsium dapat diamati di plasenta. Ini dapat terjadi kapan saja antara 18 hingga 29 minggu kehamilan.
- Tahap 2. Lebih banyak endapan kalsium yang diamati dengan sedikit lekukan di lapisan plasenta yang menempel pada rahim. Kondisi ini bisa terjadi antara 30 hingga 38 minggu kehamilan.
- Tahap 3. Kondisi ini biasanya terjadi hanya pada usia kehamilan 39 minggu. Plasenta tahap 3 dikenal sebagai pengapuran plasenta yang sangat terkalsifikasi. Pada tahap ini, lekukan yang dalam atau struktur endapan kalsium seperti cincin bisa terlihat di dalam plasenta.
Komplikasi Pengapuran Plasenta
Apabila pengapuran plasenta tingkat 3 terjadi pada usia kehamilan menginjak 32 minggu, hal ini disebut sebagai pengapuran plasenta prematur. Pada pengapuran ini kelahiran cenderung akan mengalami komplikasi berikut:
- Pendarahan parah setelah melahirkan.
- Abrupsio plasenta.
- Bayi lahir prematur.
- Janin meninggal saat masih di dalam kandungan (stillbirth).
Sedangkan jika pengapuran plasenta tingkat 3 terjadi pada usia 28-36 minggu, maka kehamilan membutuhkan pemantauan secara rutin. Beberapa contoh kehamilan yang memerlukan pemantauan rutin adalah komplikasi plasenta previa, diabetes, tekanan darah tinggi atau anemia parah.
Saat pengapuran plasenta tingkat 3 terjadi pada usia 36 minggu atau 37 – 42 minggu, hal ini biasanya akan memicu risiko masalah kesehatan antara lain:
- Tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan kehamilan.
- Risiko berat badan lahir rendah (BBLR).
Namun pada beberapa yang mengalami pengapuran di usia 37 minggu ke atas, hal ini dianggap tidak memiliki efek yang signifikan.
Untuk menjaga kesehatan plasenta selama kehamilan, sebaiknya lakukan pemeriksaan rutin pada dokter kandungan. Konsultasikan pada dokter jika ada obat-obatan yang perlu dikonsumsi atau dihindari. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Teman Sehat!
- Anonim. 2019. Calcified Placenta in Pregnancy: Everything You Should Know. https://flo.health/pregnancy/pregnancy-health/complications/calcified-placenta-in-pregnancy (Diakses pada 27 Juni 2023)
- Correia-Branco, Ana et al. 2020. Placental Calcification: Long-standing Questions and New Biomedical Research Directions. https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-46725-8_13 (Diakses pada 27 Juni 2023)
- Rai, Diane. 2023. Placental calcification (ageing of the placenta). https://www.babycenter.in/a25015099/placental-calcification-ageing-of-the-placenta (Diakses pada 27 Juni 2023)