Terbit: 22 August 2019 | Diperbarui: 3 April 2023
Ditulis oleh: Mutia Isni Rahayu | Ditinjau oleh: dr. Jati Satriyo

Secara umum aborsi atau abortus dibagi menjadi dua jenis aborsi yaitu abortus spontaneous yang merupakan keguguran kandungan yang tidak disengaja dan abortus provocatus yang merupakan jenis aborsi yang disengaja. Meskipun dilakukan dengan sengaja, namun pelaksanaan abortus provocatus tidak dapat dilakukan sembarangan dan diatur oleh hukum. Berikut adalah berbagai hal yang perlu diketahui tentang abortus provocatus!

5 Jenis Aborsi Sesuai Usia Kandungan hingga Efek Sampingnya

Apa itu Abortus Provocatus?

Masyarakat mengenal istilah aborsi sebagai proses pengguguran janin yang dilakukan dengan sengaja. Dalam istilah medis, aborsi yang dilakukan secara sengaja disebut abortus provocatus atau dikenal juga dengan istilah terminasi kehamilan.

Setiap negara memiliki aturannya sendiri tentang pelaksanaan abortus provocatus. Di Indonesia, aturan tentang pengguguran kandungan telah diatur oleh negara dalam undang-undang tentang kesehatan. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 pasal 75 ayat (1), aborsi dilarang untuk dilakukan setiap orang.

Meskipun begitu, pada ayat (2) disebutkan bahwa terdapat dua kondisi yang menjadi pengecualian yaitu adanya indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak dini. Kondisi ini termasuk juga kondisi yang dapat membahayakan ibu atau janin dan kondisi yang menyulitkan bayi hidup setelah lahir.

Kondisi lain di mana aborsi diperbolehkan adalah pada kehamilan akibat perkosaan, terutama jika menimbulkan trauma psikologis pada korban perkosaan tersebut. Sebelum melakukan aborsi, sebelumnya harus dilakukan lebih dulu konseling oleh ahli yang berwenang.

Prosedur abortus provocatus yang dilakukan berdasarkan indikasi medis disebut dengan abortus provocatus medicinalis. Sedangkan abortus provocatus yang tidak berdasarkan indikasi medis disebut sebagai abortus provocatus criminalis. Jenis aborsi ini lah yang dilarang oleh hukum.

Baca Juga: 10 Bahaya Aborsi bagi Kesehatan Wanita, Depresi hingga Kanker!

Jenis Aborsi dan Prosedur yang Sesuai dengan Usia Kandungan

Apabila terdapat indikasi medis yang mengharuskan ibu hamil untuk melakukan terminasi kehamilan, dokter akan menentukan tindakan/prosedur abortus yang disesuaikan dengan usia kehamilan dan kondisi pasien.

1. Aborsi Menggunakan Obat Methotrexate dan Misoprostol

Aborsi menggunakan Methotrexate dan Misoprostol adalah jenis aborsi yang dapat dilakukan pada 7 minggu pertama kehamilan.

Methotrexate pada dasarnya merupakan obat kanker. Obat ini bekerja dengan cara menghentikan sel untuk memperbanyak diri, sehingga mencegah sel embrio menggandakan diri. Setelah itu, Misoprostol akan menyebabkan kontraksi pada uterus sehingga isi dalam rahim dapat keluar.

Jenis aborsi ini biasanya dilakukan pada kasus kehamilan ektopik atau kehamilan di luar kandungan, karena kondisi ini dapat mengancam jiwa apabila dibiarkan.

Tidak semua orang dapat melakukan aborsi ini. Dokter mungkin tidak akan menyarankan jenis aborsi ini apabila Anda:

  • Memiliki penyakit hati, ginjal, atau radang usus.
  • Mengalami kejang lebih dari satu kali seminggu.
  • Menggunakan obat pengencer darah.
  • Hipersensitif terhadap Methotrexate dan Misoprostol.
  • Memiliki masalah pembekuan darah.
  • Mengalami anemia berat.
  • Menggunakan KB IUD.

Prosedur dan Pemulihan Aborsi Menggunakan obat Methotrexate dan Misoprostol

Methotrexate diberikan melalui suntikan atau dalam bentuk pil melalui oral, pemberiannya dilakukan di rumah sakit atau klinik. Setelah 4-6 hari, Anda harus menggunakan Misoprostol di rumah, obat dapat hadir dalam sediaan obat oral atau vaginal.

Aborsi akan terjadi pada 1-12 jam setelah Anda meminum obat, ditandai dengan kram dan juga pendarahan. Pendarahan berat dapat terjadi selama 4-8 jam. Terdapat risiko kegagalan sekitar 1-2% dari penggunaan obat ini yang kemudian mengharuskan seseorang melakukan prosedur aborsi bedah.

Dibutuhkan waktu beberapa hari atau minggu hingga proses aborsi benar-benar selesai. Beberapa orang bahkan membutuhkan waktu hingga satu bulan hingga pulih.

Efek Samping dan Risiko Aborsi dengan Methotrexate dan Misoprostol 

Saat menggunakan obat Methotrexate dan Misoprostol, Anda mungkin mengalami efek samping berupa:

  • Mual dan muntah
  • Diare
  • Sakit kepala
  • Demam ringan
  • Pusing
  • Panas dingin

Seharusnya aborsi jenis ini tidak mengganggu kemampuan untuk hamil di kemudian hari. Biasanya Anda akan kembali mengalami menstruasi satu atau dua bulan setelah aborsi.

2. Aborsi Medis

Medical abortion atau aborsi medis juga merupakan jenis aborsi yang menggunakan obat-obatan. Obat yang digunakan adalah obat berbentuk pil yaitu Mifepristone dan Misoprostol. Penggunaan obat ini hanya dapat dilakukan hingga usia kehamilan 10 minggu.

Terdapat beberapa kondisi di mana seseorang tidak disarankan untuk melakukan aborsi jenis ini. Kondisi tersebut meliputi:

  • Kehamilan ektopik.
  • Hipersensitif terhadap Mifepristone dan Misoprostol.
  • Gangguan pendarahan.
  • Mengonsumsi pengencer darah.
  • Memiliki riwayat penyakit hati, ginjal, atau paru-paru parah.
  • Menggunakan KB IUD.
  • Mengonsumsi kortikosteroid jangka panjang.

Prosedur dan Pemulihan Aborsi Medis

Pertama-tama dokter akan memberikan Anda Mifepristone di rumah sakit atau klinik. Obat ini akan bekerja memblokir progesteron, yang berperan penting dalam proses menempelnya embrio pada rahim.

Anda akan mendapatkan Misoprostol untuk dikonsumsi beberapa jam atau 4 hari setelah Mifepristone. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, obat ini membantu kontraksi rahim untuk mendorong jaringan yang harus dikeluarkan dari rahim.

Proses keluarnya jaringan dari rahim ini mungkin membutuhkan waktu 4 hingga 5 jam setelah pil Misoprostol dikonsumsi. Namun beberapa kasus membutuhkan waktu hingga 2 hari. Dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk tidak berhubungan seksual selama satu atau dua minggu setelah aborsi.

Efek Samping dan Risiko Aborsi Medis

Ketika menjalani aborsi medis, Anda mungkin akan mengalami beberapa efek samping seperti:

  • Mual dan muntah
  • Diare
  • Kelelahan
  • Berkeringat
  • Sakit kepala
  • Pusing

Sama seperti jenis aborsi menggunakan obat Methotrexate dan Misoprostol, aborsi ini seharusnya tidak memengaruhi kemampuan Anda untuk hamil di kemudian hari. Seseorang biasanya akan berovulasi sekitar 3 minggu setelah minum obat ini dan artinya Anda sudah dapat hamil lagi.

3. Vakum Aspirasi

Vakum aspirasi dapat menjadi pilihan untuk aborsi di trimester pertama hingga trimester kedua awal, yaitu hingga minggu ke-16 kehamilan. Metode ini bisa dipilih menjadi pilihan pertama untuk aborsi atau menjadi pilihan setelah aborsi medis gagal dilakukan.

Metode ini tidak boleh dilakukan apabila pasien memiliki kondisi seperti:

  • Bentuk dan fungsi uterus abnormal
  • Gangguan pembekuan darah
  • Infeksi panggul
  • Masalah kesehatan yang serius

Prosedur dan Pemulihan Vakum Aspirasi

Dokter akan memulai prosedur vakum dengan memasukkan spekulum ke dalam vagina. Setelah itu diberikan obat atau suntikkan bius agar daerah tersebut mati rasa.

Selanjutnya dokter akan menggunakan tabung tipis yang disebut dilator untuk membuka serviks, dan memasukkan tabung ke dalam rahim. Kemudian akan digunakan alat hisap manual ataupun mekanik untuk mengosongkan rahim.

Prosedur ini biasanya hanya membutuhkan waktu 5 hingga 10 menit, tapi Anda mungkin harus menunggu beberapa jam di klinik untuk memastikan aborsi telah selesai. Jenis aborsi ini seharusnya tidak menyakitkan, kecuali rasa kram akibat kontraksi ketika jaringan diangkat.

Disarankan untuk menghindari hubungan seks paling tidak selama seminggu setelah prosedur ini.

Efek Samping dan Risiko Vakum Aspirasi

Efek samping yang mungkin terjadi akibat dari prosedur vakum aspirasi adalah seperti:

  • Kram
  • Mual
  • Berkeringat
  • Pusing
  • Pendarahan atau flek

Prosedur ini juga tidak memengaruhi kesuburan seseorang dan umumnya seseorang sudah kembali menstruasi setelah 4-6 minggu setelahnya.

4. Dilatasi dan Evakuasi

Dilatation and evacuation (D&E) atau dilatasi dan evakuasi adalah jenis aborsi yang paling umum digunakan pada trimester kedua, yaitu ketika usia kehamilan di atas 14 minggu. Jenis aborsi ini mungkin dilakukan oleh seseorang yang menunda aborsi atau yang mengakhiri kehamilan karena kondisi medis tertentu.

Prosedur Aborsi Dilatasi dan Evakuasi

Prosedur D&E ini melibatkan kombinasi antara vakum aspirasi, penggunaan forsep, dan prosedur dilatasi dan kuretase. Umumnya prosedur ini dilakukan selama dua hari.

Hari pertama dokter akan melebarkan leher rahim untuk memudahkan pengangkatan jaringan. Setelah itu, di hari kedua dokter akan menggunakan sejenis tang untuk mengangkat janin dan plasenta. Kemudian akan digunakan tabung untuk menyedot rahim. Terakhir akan digunakan alat yang disebut kuret untuk mengikis lapisan rahim.

Prosedur ini mungkin akan menyebabkan rasa sakit, namun dokter akan memberikan anestesi untuk mengurangi ketidaknyamanan. Prosedur ini memerlukan waktu kurang lebih 30 menit dan Anda dapat pulang di hari yang sama.

Efek Samping dan Risiko Dilatasi dan Evakuasi

Berikut adalah berbagai efek samping dan risiko dari dilatasi dan evakuasi:

  • Pendarahan
  • Kram
  • Mual

Efek samping dapat bertahan hingga dua minggu dan mengharuskan Anda untuk beristirahat di rumah hingga kondisi benar-benar membaik.

5. Aborsi Induksi

Jenis aborsi induksi dapat dilakukan pada masa kehamilan antara 13 hingga 24 minggu. Umumnya prosedur ini dipilih apabila seseorang tidak mungkin menjalani prosedur D&E. Jenis aborsi ini jarang dipilih dan biasanya direkomendasikan jika nyawa ibu dalam bahaya.

Prosedur Aborsi Induksi

Anda akan diberikan obat yang akan memicu persalinan. Obat akan memicu kontraksi sehingga rahim akan mengeluarkan janin. Dokter akan menggunakan alat hisap atau kuret untuk membersihkan rahim Anda.

Kontraksi pada uterus dapat menyebabkan nyeri yang hebat. Dokter mungkin akan memberikan obat penenang atau epidural untuk menghilangkan rasa sakit. Prosedur ini memerlukan waktu beberapa jam atau kadang lebih dari satu hari.

Dokter biasanya menyarankan untuk menghindari hubungan seks selama 2 hingga 6 minggu setelah prosedur ini. Konsultasikan dengan dokter kapan Anda dapat kembali beraktivitas normal.

Efek Samping Aborsi Induksi

Beberapa efek samping jenis aborsi induksi antara lain seperti:

  • Rasa nyeri
  • Pendarahan
  • Kram
  • Mual dan muntah
  • Diare
  • Panas dingin
  • Sakit kepala

Seseorang biasanya akan mendapatkan menstruasi kembali setelah satu atau dua bulan setelah menjalani prosedur ini. Sama seperti semua jenis aborsi, prosedur ini juga seharusnya juga tidak memengaruhi kemampuan Anda untuk hamil di kemudian hari.

Meskipun aborsi tidak memengaruhi kemampuan Anda untuk hamil di kemudian hari, namun apabila Anda mengalami masalah kehamilan yang mengharuskan Anda untuk melakukan aborsi, sebaiknya konsultasikan dengan dokter kapan tubuh Anda siap untuk mempersiapkan kehamilan selanjutnya.

Setiap tindakan aborsi baik itu menggunakan obat-obatan ataupun dengan penggunaan alat medis harus dilakukan oleh petugas medis profesional. Tindakan aborsi disengaja yang tidak dilakukan berdasarkan indikasi medis termasuk tindakan ilegal yang melanggar hukum.

  1. Anonim. 2019. What Are the Types of Abortion Procedures?. https://www.webmd.com/women/abortion-procedures#1. (Diakses 22 Agustus 2019).
  2. Anonim. Tinjauan Umum tentang Aborsi. http://digilib.unila.ac.id/7131/14/BAB%20II.pdf. (Diakses 22 Agustus 2019).
  3. Burgess, Lana. 2019. What are the different types of abortion?. https://www.medicalnewstoday.com/articles/325582.php. (Diakses 22 Agustus 2019).
  4. Watson, Stephanie. 2018. What Are the Different Types of Abortion?. https://www.healthline.com/health/types-of-abortion. (Diakses 22 Agustus 2019).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi