Terbit: 18 December 2023 | Diperbarui: 27 December 2023
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: dr. Sheila Amabel

Seksomnia atau sexomnia adalah perilaku seksual saat seseorang sedang tertidur. Apakah gangguan tidur ini termasuk kondisi yang berbahaya? Simak penjelasan mengenai gejala hingga penanganannya dalam ulasan berikut.

Mengenal Sexsomnia, Gangguan Tidur dalam Bentuk Tindakan Seksual

Apa itu Seksomnia?

Seksomnia adalah kondisi ketika seseorang melakukan tindakan seksual saat sedang tertidur. Seseorang yang mengalami kondisi ini biasanya tidak mengingat apa yang telah terjadi serta tidak dapat mengontrol tindakannya saat tidur.

Sejumlah penelitian menemukan bahwa kondisi ini sering kali terjadi saat non-rapid eye movement (NREM), yaitu tahap peralihan dari sadar menuju terlelap.

Seksomnia adalah kondisi yang relatif baru, dengan kasus pertama dilaporkan pada tahun 1986. Menurut penelitian di tahun 2015, hanya 94 kasus telah terdokumentasikan di seluruh dunia. Sexsomnia juga sangat sulit dipelajari dalam jangka panjang karena berlangsung secara acak pada malam hari.

Gejala Seksomnia

Kondisi ini sering kali menyebabkan perilaku atau gerakan seksual, tetapi juga bisa menyebabkan seseorang mencari keintiman seksual dengan orang lain tanpa sadar. Perilaku ini juga dapat terjadi bersamaan dengan aktivitas parasomnia lainnya seperti berjalan dalam tidur atau berbicara.

Terkadang perilaku itu terjadi pada pasangan, teman sekamar, atau orang tua (yang pertama kali memperhatikan gejala tersebut). Pasangan seksual mungkin juga memperhatikan bahwa pasangannya memiliki perilaku seksual yang tidak normal saat tidur.

Berikut ini gejala umum seksomnia yang bisa dikenali, antara lain:

  • Menggoda atau membelai.
  • Mengerang.
  • Pernapasan berat.
  • Berkeringat.
  • Masturbasi.
  • Menyodorkan panggul.
  • Memulai foreplay dengan orang lain.
  • Hubungan seksual (jika tidur bersama pasangan).
  • Orgasme spontan.
  • Tidak mengingat kejadian seksual keesokan harinya.
  • Tatapan terlihat kosong.
  • Tidak responsif terhadap lingkungan luar.
  • Ketidakmampuan atau kesulitan terjaga.
  • Penolakan aktivitas pada siang hari saat sadar sepenuhnya.
  • Berjalan dalam tidur atau berbicara.

Selain gejala fisik yang terjadi selama sexsomnia, perilaku ini dapat menimbulkan konsekuensi emosional, psikososial, dan perilaku berbahaya.

Kapan Watku yang Tepat untuk ke Dokter?

Beberapa gejala gangguan tidur ini mungkin tidak berbahaya, namun bagi orang lain hal ini bisa menjadi masalah yang serius.

Sementara pada pasangan pengidap seksomnia mungkin juga mengkhawatirkan perilakunya yang merupakan tanda ketidakbahagiaan dalam hubungan.

Oleh karena itu, segera cari bantuan dokter spesialis gangguan tidur, jika pasangan atau orang terdekat memiliki perilaku tidur yang tidak biasa.

Baca Juga: Demiseksual, Ketika Hasrat Seksual Muncul karena Ikatan Emosional

Penyebab Seksomnia

Kondisi ini mungkin terjadi karena kurang tidur, stres, dan kerja shift. Seperti parasomnia lainnya; misalnya berjalan dalam tidur, kondisi ini disebabkan oleh gangguan saat otak bergerak antara siklus tidur yang dalam. Gangguan ini sering disebut confusion arousal alias gairah kebingungan.

Meski penyebabnya tidak diketahui, penelitian menunjukkan kondisinya memiliki faktor risiko yang jelas, terutama kondisi medis, gaya hidup, pekerjaan, dan obat-obatan yang mengganggu pola tidur.

Sejumlah faktor yang meningkatkan risiko seksomnia antara lain:

  • Kurang tidur.
  • Sangat kelelahan.
  • Konsumsi minuman beralkohol berlebihan.
  • Penggunaan obat-obatan terlarang.
  • Gangguan kecemasan.
  • Stres.
  • Kondisi tidur yang buruk (lampu terlalu terang, berisik, atau panas).
  • Kebersihan yang tidak terjaga.
  • Jam kerja, terutama pekerjaan dengan tekanan tinggi seperti tentara atau tenaga medis.
  • Berbagi tempat tidur dengan seseorang, terlepas dari hubungannya dengan orang tersebut.

Sementara itu, kondisi medis yang diduga menjadi faktor risiko seksomnia, termasuk:

  • Obstructive sleep apnea (OSA).
  • Sindrom kaki gelisah.
  • Penyakit asam lambung (GERD)
  • Sindrom iritasi usus besar (IBS)
  • Riwayat aktivitas parasomnia lainnya seperti berjalan dalam tidur atau berbicara.
  • Penyakit Crohn.
  • Radang usus besar.
  • Migrain.
  • Trauma kepala.
  • Penyakit Parkinson.
  • Jenis epilepsi dan gangguan kejang lainnya.
  • Konsumsi obat untuk kecemasan dan depresi, khususnya escitalopram.
  • Gangguan disosiatif terkait tidur, suatu kondisi yang sering kali terkait dengan trauma seksual masa kecil.

Hubungan Antara Minuman Beralkohol dan Obat-obatan

Apabila seksomnia berhubungan dengan kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol, langkah terpenting yang harus segera dilakukan adalah menghentikannya.

Seseorang yang mengalami kondisi ini sebagai efek samping dari obat resep mungkin perlu berhenti minum obat atau mengganti dosisnya. Dalam banyak kasus, manfaat obat melebihi efek sampingnya; jadi perawatan bisa berfokus untuk mengurangi dampak dari gejala sexsomnia.

Diagnosis Seksomnia

Tidak ada proses diagnosis standar untuk kondisi ini karena sexsomnia tergolong penyakit baru. Psikiater yang mengkhususkan dalam menangani gangguan tidur, dapat mendiagnosis dengan meninjau riwayat kesehatan dan mengajukan pertanyaan tentang gejalanya.

Namun, metode yang paling banyak dilakukan adalah video-polysomnography (v-PSG), yaitu melekatkan perangkat fisiologis seperti detak jantung, pernapasan, dan pemantau gerak saat tidur.

Dalam dunia medis, sexsomnia tergolong sebagai jenis parasomnia dalam Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).

Sementara menurut International Classification of Sleep Disorders – Third Edition (ICSD-3), kondisi ini diklasifikasikan sebagai parasomnia non-rapid eye movement (NREM)

Pengobatan Seksomnia

Dalam sebagian besar kasus, gejala sexsomnia berkurang atau terselesaikan saat seseorang tidur dengan konsisten dan berkualitas. Efek pengobatan terhadap kondisi ini kurang dipahami karena gejalanya sulit terlacak dalam jangka panjang.

Berikut ini beberapa cara mengatasi seksomnia, di antaranya:

1. Obat-obatan

Mengobati kondisi yang mendasari sebagai penyebab gangguan tidur seperti sleep apnea, dapat mengurangi atau mengatasi kasus sexsomnia.

Pilihan pengobatan yang bisa dilakukan, meliputi:

  • Obat penenang dan antidepresan, seperti duloxetine dan clonazepam.
  • Terapi continuous positive airway pressure (CPAP).
  • Antasida dan penghambat pompa proton (proton pump inhibitors).
  • Penutup mulut, pelat gigi, atau perangkat untuk rahang.

2. Perubahan Gaya Hidup

Dalam hampir setiap kasus terkait seks, setidaknya sebagian dari proses pengobatan melibatkan penyesuaian gaya hidup. Ini karena banyak gejala seksomnia berdampak negatif pada orang lain. Cara terbaik dalam pengobatannya adalah isolasi pada malam hari.

Beberapa penderita dapat mengurangi gejala bermasalah dengan mengunci diri dalam kamar tidur pada malam hari atau memasang alarm di pintu kamar tidur.

3. Mengelola Kondisi Mental

Mengunjungi psikiater atau psikolog bisa membantu mengurangi perasaan malu terkait kondisi ini. Hal ini dapat membantu mengurangi gejala emosional dan psikososial secara signifikan, terutama dengan menjalani sesi konseling dengan orang yang terkena dampak negatif oleh gejala sexsomnia.

Baca Juga: 16 Orientasi Seksual pada Manusia, Anda yang Mana?

Komplikasi Seksomnia

Kondisi ini membuat beberapa orang merasa malu mengetahui bahwa dirinya telah melakukan hal-hal negatif saat tidur.

Sexsomnia juga mempersulit pertanyaan tentang persetujuan, mengingat individu yang memulai atau terlibat dalam tindakan seksual secara teknis tidak sadar. Beberapa kasus dalam pengadilan telah melibatkan tuduhan pelecehan seksual yang terkait dengan seks saat tidur.

Meskipun riwayat kesehatan seseorang dan bukti lainnya akan diperiksa secara hati-hati dalam pengadilan, menentukan tanggung jawab tetap sulit dan kontroversial.

Pencegahan Seksomnia

Menerapkan beberapa perubahan gaya hidup dapat mengurangi risiko dan mencegah kondisi ini di kemudian hari, di antaranya:

1. Bicarakan dengan Pasangan dan Keluarga

Kondisi ini dapat memengaruhi hubungan dengan orang lain. Jadi, beri tahu orang terdekat tentang hasil diagnosis dan apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini. Berbicara jujur adalah cara yang terbaik

2. Buatlah Lingkungan yang Aman dan Nyaman

Cobalah membuat lingkungan yang aman untuk Anda dan orang terdekat. Ini termasuk tidur dalam kamar terpisah, berada dalam sebuah ruangan dengan pintu terkunci, dan mengatur alarm yang memperingatkan orang lain saat Anda bergerak saat tidur.

3. Hindari Pemicu

Mengonsumsi minuman beralkohol dan menggunakan obat-obatan terlarang dapat menyebabkan tindakan seks yang tidak disadari saat tidur. Untuk itu, cari tahu pemicunya untuk dapat membantu mencegah sexsomnia.

Bila Anda memiliki salah satu atau beberapa gejala seperti di atas, jangan malu untuk berkonsultasi ke dokter. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Teman Sehat.

 

  1. Holland, Kimberly. 2019. What Is Sleep Sex?. https://www.healthline.com/health/sleep-sex. (Diakses pada 23 November 2020)
  2. Huizen, Jennifer. 2017. Sexsomnia: What is sleep sex?. https://www.medicalnewstoday.com/articles/320448#triggers. (Diakses pada 23 November 2020)
  3. Peters, Brandon. 2020. Symptoms of Sexsomnia. https://www.verywellhealth.com/what-is-sexsomnia-4587802. (Diakses pada 23 November 2020)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi