Terbit: 4 August 2020
Ditulis oleh: Rhandy Verizarie | Ditinjau oleh: dr. Eko Budidharmaja

Eklampsia adalah masalah kesehatan yang perlu diwaspadai oleh para ibu hamil. Ketahui lebih lanjut mengenai eklamsia mulai dari ciri-ciri, penyebab, faktor risiko, hingga pengobatan dan pencegahannya berikut ini.

Eklampsia: Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Pengobatannya

Apa Itu Eklampsia?

Eklampsia adalah kondisi ketika ibu hamil mengalami peningkatan tekanan darah yang diikuti oleh kejang sebelum, saat, atau pasca melahirkan. Eklampsia merupakan perkembangan dari komplikasi kehamilan sebelumnya yang dikenal dengan istilah preeklampsia.

Kasus eklampsia sendiri bisa dikategorikan jarang terjadi. Umumnya, kondisi ini dialami oleh ibu yang baru pertama kali hamil. Eklamsia terjadi di periode akhir dari kehamilan. Kendati jarang terjadi, Anda tetap harus waspada karena gangguan kesehatan tersebut sifatnya serius dan bisa membahayakan diri sendiri maupun bayi di dalam kandungan.

Perlu Anda ketahui, penyakit ini bisa menyerang plasenta, yang merupakan organ untuk mengantarkan darah, oksigen, dan nutrisi pada janin. Dengan adanya peningkatan tekanan darah di tubuh bisa mengurangi aliran darah sehingga plasenta tidak bisa berfungsi dengan baik. 

Eklampsia juga bisa menyebabkan bayi Anda lahir dengan berat badan rendah. Selain itu, masalah pada plasenta juga bisa mengharuskan bayi lahir secara prematur demi menjaga keamanan dan kesehatan ibu sekaligus bayinya. 

Pada kasus tertentu, kondisi ini juga bisa mengakibatkan bayi lahir dalam keadaan mati (stillbirth). Tidak hanya berisiko pada bayi, ibu hamil juga bisa terkena eklampsia ketika mengejan saat persalinan dengan cara yang tidak tepat.

Baca juga: Seberapa Penting Tablet Penambah Darah untuk Ibu Hamil?

Ciri dan Gejala Eklampsia

Seperti yang telah disinggung, eklampsia merupakan perkembangan dari kondisi preeklampsia. Preeklampsia sendiri ditandai oleh gejala sebagai berikut:

  • Sakit kepala
  • Tekanan darah tinggi
  • Mual dan muntah
  • Wajah dan kaki membengkak
  • Gangguan penglihatan
  • Urine sedikit
  • Berat badan bertambah lebih dari 2 kilogram setiap minggu
  • Terdapat protein pada urine

Sementara ciri atau gejala eklampsia sendiri meliputi:

  • Kejang-kejang
  • Hilang kesadaran
  • Agitasi (stres dan depresi)

Kejang-kejang yang menjadi gejala utama dari eklamsia umumnya akan terjadi secara berulang. Lamanya gejala kejang biasanya sekitar 1 menit, atau bahkan bisa lebih. Pertama-tama, Anda akan merasakan kedutan pada wajah, kemudian otot terasa tegang.

Setelah itu, tubuh akan terasa sangat kaku yang lantas diiringi oleh kejang. Apabila tidak segera ditangani, ibu hamil bisa tidak sadarkan diri alias pingsan. Kondisi ini sudah masuk dalam kategori kritis dan benar-benat harus segera ditangani sebelum bertambah buruk.

Mengingat antara preeklampsia dan eklampsia saling terikat satu sama lain, maka seorang ibu hamil bisa saja mengalami gejala-gejala tersebut secara terpisah atau bersamaan. Bahkan, pada beberapa kasus ibu hamil bisa langsung mengalami gejala dari gangguan kehamilan ini.

Kapan Harus Periksa ke Dokter?

Pemeriksaan medis selama kehamilan harus dilakukan secara berkala sesuai saran dari dokter kandungan yang menangani. Hal ini guna memastikan jika kehamilan berjalan lancar dan baik Anda maupun janin yang tengah dikandung dalam keadaan yang sehat.

Akan tetapi, Anda diharuskan untuk segera mengunjungi dokter apabila mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan terjadinya preeklampsia maupun eklamsia seperti sakit kepala, mual dan muntah, dan kejang-kejang. Penanganan medis sedini mungkin sangat dibutuhkan guna mencegah kondisi ini bertambah buruk dan bisa mengancam keselamatan jiwa.

Ibu hamil yang menderita tekanan darah tinggi selama masa kehamilan atau ketika didiagnosis mengalami preeklamsia sebaiknya lebih sering memeriksakan diri ke dokter kandungan. Sedangkan, pada kehamilan normal, jadwal pemeriksaan ke dokter bisa dilakukan ketika minggu ke-4 hingga ke-28: periksakan diri 1 bulan sekali, minggu ke-28 hingga ke-36: periksakan diri 2 minggu sekali, dan minggu ke-36 hingga ke-40: periksakan diri 1 minggu sekali.

Penyebab Eklampsia

Eklamsia terjadi ketika tekanan darah mengalami kenaikan. Belum dapat dipastikan apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Akan tetapi, para ahli mensinyalir jika hal ini berkaitan dengan abnormalitas pada plasenta, baik dari segi bentuk maupun fungsinya.

Plasenta sendiri merupakan organ yang berperan sebagai medium penghantar oksigen, darah, dan nutrisi bagi janin. Ada 2 (dua) kemungkinan yang diduga menjadi penyebab plasenta abnormal, yaitu:

1. Proteinuria

Preeklampsia umumnya mempengaruhi fungsi ginjal. Hal ini ditandai dengan munculnya protein di dalam urine yang kemudian dikenal dengan istilah proteinuria. Oleh sebab itu, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan urine di setiap sesi pemeriksaan kehamilan guna memastikan hal ini.

Ginjal menyaring limbah dari darah yang kemudian diolah hingga menjadi urine. Namun, ginjal mencoba mempertahankan nutrisi dalam darah seperti protein untuk didistribusikan kembali ke tubuh Anda. Jika filter ginjal—disebut glomeruli—rusak, protein pun malah masuk ke dalam urine. Di sinilah kemungkinan ibu hamil akan mengalami preeklampsia yang lantas berkembang menjadi eklampsia.

2. Tekanan Darah Tinggi

Preeklampsia terjadi ketika tekanan darah menjadi tinggi hingga kemudian merusak arteri dan pembuluh darah. Kerusakan pada arteri dapat membatasi aliran darah.

Ini dapat mengakibatkan pembengkakan di pembuluh darah di otak Anda maupun janin yang ada di dalam kandungan. Nah, jika aliran darah abnormal melalui pembuluh ini sampai mengganggun kinerja otak, kejang dapat terjadi.

Selain dua faktor di atas, ada sejumlah faktor lainnya yang diduga menjadi penyebab eklampsia, yaitu:

  • Gangguan pembuluh darah
  • Gangguan sistem saraf
  • Genetik
  • Pola diet

Faktor Risiko Eklampsia

Sementara itu, ada beberapa hal yang diklaim dapat meningkatkan risiko ibu hamil untuk mengalami preeklampsia maupun eklamsia. Faktor-faktor tersebut meliputi:

  • Baru pertama kali hamil
  • Menderita penyakit ginjal
  • Berusia 35 tahun ke atas
  • Hamil anak kembar
  • Menderita diabetes
  • Hamil di usia muda
  • Menderita tekanan darah tinggi

Diagnosis Eklampsia

Diagnosis eklampsia akan diawali dengan sesi wawancara (anamnesis). Dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan pada pasien seputar keluhan yang dialami seperti gejala yang dirasakan hingga riwayat penyakit.

Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fisik pasien. Kemudian, pemeriksaan penunjang dilakukan guna memperkuat hasil diagnosis. Pemeriksaan penunjang meliputi:

1. Tes Darah

Dokter Anda akan melakukan beberapa jenis tes darah untuk menilai kondisi Anda. Tes darah yang dimaksud adalah tes darah lengkap, yakni mengukur berapa banyak sel darah merah yang Anda miliki dalam darah Anda, pun jumlah trombosit untuk melihat seberapa baik darah Anda membeku. Tes darah juga akan membantu memeriksa fungsi ginjal dan hati.

2. Tes Kreatinin

Kreatinin adalah produk limbah yang dihasilkan oleh otot. Nantinya, kreatinin ini akan disaring oleh ginjal. Akan tetapi jika glomeruli rusak, kreatinin yang berlebih akan tetap mengendap di dalam darah. Memiliki terlalu banyak kreatinin dalam darah juga merupakan salah satu indikasi preeklampsia, kendati kondisi ini juga bisa disebabkan oleh faktor lainnya.

3. Tes Urine

Sementara itu, tes urine dilakukan guna menganalisis apakah ada kandungan protein di dalamnya. Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, adanya kandungan protein pada urine atau proteinuria merupakan salah satu gejala preeklampsia yang bisa berujung pada eklamsia.

Komplikasi Eklampsia

Tanpa penanganan yang tepat, eklampsia bisa menyebabkan komplikasi serius bahkan kematian pada ibu hamil atau janin. Selain itu, eklamsia yang tidak bisa ditangani bisa menyebabkan beberapa komplikasi, misalnya:

  • Terkena penyakit jantung koroner dan stroke
  • Kerusakan organ, seperti gagal hati dan gagal ginjal
  • Berisiko mengalami preeklamsia atau eklamsia di kehamilan berikutnya
  • Gangguan pada kehamilan, misalnya oligohidramnion, pertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta, atau bayi terlahir secara prematur
  • Terkena sindrom HELLP atau gangguan sistem peredaran darah, seperti disseminated intravascular coagulation (DIC) atau koagulasi intravena terdiseminasi 
  • Efek samping kejang, misal patah tulang, lidah tergigit, cedera kepala, hingga pneumonia aspirasi akibat masuknya isi lambung ke dalam saluran pernapasan
  • Kerusakan sistem saraf pusat, gangguan penglihatan, perdarahan di otak, bahkan kebutaan, akibat kejang yang berulang

Baca Juga: 12 Pemeriksaan Kehamilan yang Wajib Diketahui Bumil

Pengobatan Eklampsia

Pengobatan eklampsia disesuaikan dari kondisi yang dialami oleh ibu hamil. Dokter bisa saja mengambil keputusan untuk segera menjalani proses persalinan yang mana artinya bayi akan lahir secara prematur.

Selain itu, dokter juga akan memberikan sejumlah obat-obatan seperti antikonvulsan untuk meredakan gejala kejang dan obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah. Pastikan Anda mendapat penanganan medis sebaik mungkin apabila mengalami komplikasi kehamilan ini.

Anda pun akan diminta dokter untuk menerapkan sejumlah tips berikut ini apabila ditemukan adanya indikasi preeklampsia maupun eklampsia. Tips tersebut adalah sebagai berikut:

  • Memantau pergerakan janin
  • Memantau kondisi tekanan darah
  • Mengukur berat badan secara berkala
  • Pemeriksaan kehamilan yang lebih intensif

Pencegahan Eklampsia

Sayangnya, belum ada informasi lebih lanjut mengenai apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah kondisi ini. Hal tersebut tidak lepas dari fakta bahwa penyebab eklampsia sendiri belum dapat dipastikan.

Namun, Anda tidak perlu cemas karena ada beberapa hal yang masih bisa diupayakan untuk menurunkan risiko terkena eklamsia sebagai berikut:

  • Rutin kontrol ke dokter selama hamil
  • Menjaga berat badan agar tetap ideal baik sebelum dan selama masa kehamilan
  • Hindari rokok dan konsumsi minuman alkohol
  • Mengonsumsi suplemen sesuai anjuran dokter kandungan Anda
  • Apabila Anda berisiko mengalami preeklamsia, penggunaan aspirin bisa mencegah kondisi eklamsia. Namun dengan catatan, pemberian obat ini harus sesuai dengan saran dokter kandungan Anda. 

Nah, itulah beberapa hal yang perlu Anda tahu mengenai eklampsia mulai dari ciri dan gejala, penyebab, pengobatan, hingga pencegahan. Semoga dengan informasi ini Anda bisa lebih mewaspadai kondisi satu ini.

  1. Anonim. Eclampsia. https://medlineplus.gov/ency/article/000899.htm (Diakses pada 4 Agustus 2020)
  2. Keating, K. 2017. Everything you need to know about eclampsia. https://www.medicalnewstoday.com/articles/316255 (Diakses pada 4 Agustus 2020)
  3. Macon, B. 2018. Eclampsia. https://www.healthline.com/health/eclampsia#diagnosis (Diakses pada 4 Agustus 2020)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi