Terbit: 25 September 2020
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Akalasia adalah kesulitan menelan cairan atau makanan menuju lambung. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh kerusakan saraf di kerongkongan. Ketahui informasi lengkapnya mulai dari gejala, penyebab, pengobatan, dan lainnya di bawah ini!

Akalasia: Gejala, Penyebab, Pengobatan, dan Pencegahan

Apa itu Akalasia?

Akalasia adalah kerusakan saraf di kerongkongan yang menyebabkan kesulitan menelan cairan atau makanan menuju lambung.

Kesulitan menelan menyebabkan makanan terkumpul di kerongkongan, yang terkadang berfermentasi dan naik kembali ke mulut dan membuat mulut terasa pahit.

Sebagian orang mengira kondisi tersebut ini sebagai tanda penyakit gastroesophageal reflux (GERD). Namun, yang membedakan pada penyakit akalasia adalah makanan berasal dari kerongkongan, sedangkan pada GERD makanan naik dari lambung ke kerongkongan.

Tanda dan Gejala Akalasia

Gejala umumnya muncul secara bertahap dan dapat memburuk seiring waktu. Berikut ini tanda dan gejala akalasia:

  • Kesulitan menelan makanan padat dan cair (disfagia).
  • Regurgitasi makanan yang tersangkut di kerongkongan. Jika kondisi ini terjadi di malam hari, makanan dapat masuk ke paru-paru (suatu masalah medis yang serius).
  • Nyeri atau ketidaknyamanan di dada akibat pelebaran kerongkongan atau makanan yang tersangkut.
  • Nyeri dada yang tajam, biasanya karena penyebab yang tidak jelas.
  • Heartburn.
  • Penurunan berat badan karena berkurangnya asupan makanan.

Kapan Harus ke Dokter?

Memiliki gejala akalasia yang dibiarkan dan tidak diobati dapat meningkatkan risiko terkena kanker esofagus. Itu artinya, sangat penting untuk segera ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat, bahkan jika gejalanya tidak mengganggu.

Baca Juga: Nyeri Leher: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan, dll

Penyebab Akalasia

Akalasia adalah kondisi yang dapat terjadi karena berbagai sebab. Namun, dokter mungkin sulit untuk menemukan apa penyebab spesifiknya. Sementara peneliti menduga hal ini mungkin disebabkan oleh hilangnya sel saraf di kerongkongan.

Kondisi tersebut mungkin turun-temurun atau mungkin dapat disebabkan oleh kondisi autoimun, yaitu kondisi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang sel-sel sehat di tubuh.

Kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala mirip dengan penyakit akalasia, yakni kanker esofagus yang merupakan salah satu dari kondisi ini. Penyebab lainnya adalah infeksi parasit langka atau disebut penyakit Chagas, yang sebagian besar terjadi di Amerika Selatan.

Faktor Risiko Akalasia

Penyakit ini dapat terjadi pada siapa pun, tetapi paling sering terjadi antara usia 30 sampai 60 tahun. Pria dan wanita sama-sama berisiko. Selain itu, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena penyakit akalasia, termasuk:

  • Genetik.
  • Gangguan sistem kekebalan tubuh.
  • Memiliki virus herpes simpleks atau infeksi virus lainnya.
  • Memiliki penyakit Chagas, infeksi yang disebabkan oleh parasit.

Diagnosis Akalasia

Penyakit ini dapat terlewatkan atau salah didiagnosis karena memiliki gejala yang mirip dengan gangguan pencernaan lainnya. Guna menguji penyakit akalasia, dokter kemungkinan besar akan menyarankan tes berikut:

Beberapa tes paling umum digunakan untuk mendiagnosis masalah menelan, di antaranya:

  • Barium swallow. Tes yang mengharuskan pasien meminum cairan putih dengan kandungan bahan kimia barium dan di samping itu digunakan sinari-X. Barium ini akan muncul dengan jelas pada sinar-X, sehingga dokter dapat dengan mudah mendeteksi kelainan pada kerongkongan.
  • Endoskopi. Sebuah selang kecil fleksibel yang disematkan lampu dan kamera kecil atau disebut endoskopi dimasukkan ke dalam kerongkongan. Alat ini dapat menghasilkan gambar bagian dalam kerongkongan melalui layar.
  • Manometri. Tes untuk mengukur waktu dan kekuatan kontraksi esofagus (pompa) dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah (katup).
  • Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dokter memasukkan alat endoskopi ke dalam tenggorokan, untuk memeriksa bagian dalam kerongkongan dan lambung. Endoskopi dapat digunakan untuk menentukan penyumbatan di sebagian kerongkongan jika gejala atau hasil barium menunjukkan kemungkinan penyakit ini.

Pengobatan Akalasia

Tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi pengobatan bisa membantu meringankan gejala dan membuat menelan makanan lebih mudah. Dokter akan mendiskusikannya dengan pasien tentang risiko dan manfaat dari berbagai pilihan pengobatan.

Berikut ini beberapa cara mengobati akalasia:

1. Obat-obatan

Penggunaan obat-obatan seperti nitrat atau nifedipine bisa membantu mengendurkan otot-otot di esofagus. Ini dapat membuat menelan lebih mudah dan tidak terlalu menyakitkan.

Namun, efek tersebut hanya berlangsung dalam waktu singkat, jadi obat hanya dapat digunakan untuk meredakan gejala sambil menunggu pengobatan yang lebih permanen. Obat ini memiliki efek samping sakit kepala, tetapi biasanya akan membaik seiring waktu.

2. Meregangkan Otot (balloon dilation)

Setelah mendapatkan obat penenang atau anestesi, balon dimasukkan ke kerongkongan menggunakan selang fleksibel (endoskopi/ruptur esofagus) yang panjang dan tipis. Balon ini kemudian dipompa untuk membantu meregangkan cincin otot kerongkongan yang memudahkan makanan masuk ke lambung.

Pengobatan ini memperbaiki proses menelan bagi kebanyakan orang, tetapi mungkin akan memerlukan perawatan beberapa kali sebelum gejala membaik.

Balloon dilation memiliki sedikit risiko, yakni robeknya esofagus (esofagus pecah) yang mungkin memerlukan operasi darurat.

3. Suntik Botoks

Dalam penggunaan endoskopi, botoks disuntikkan ke dalam cincin otot kerongkongan yang memudahkan makanan masuk ke lambung, sehingga membuatnya rileks.

Pengobatan ini biasanya efektif selama beberapa bulan dan terkadang selama beberapa tahun, tetapi harus diulangi kembali. Suntik botoks biasanya tidak menimbulkan rasa sakit dan memberikan bantuan sementara pada orang yang tidak dapat menjalani perawatan lainnya.

4. Operasi

Operasi dapat memberikan hasil yang permanen dalam mengatasi kesulitan menelan.

Langkah awal operasi akan diberikan anestesi, kemudian serat otot di lingkaran otot kerongkongan yang memungkinkan makanan masuk ke lambung akan dipotong. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan operasi lubang kunci (laparoskopi) dan disebut Heller’s Myotomy.

Prosedur kedua biasanya akan dilakukan pada waktu yang sama untuk menghentikan refluks asam dan mulas, yang dapat menjadi efek samping dari operasi Heller’s Myotomy.

Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, sebagian orang mungkin memerlukan operasi untuk mengangkat bagian dari kerongkongannya.

Baca Juga: 10 Penyebab Tenggorokan Sakit saat Menelan dan Pengobatannya

Komplikasi Akalasia

Jika dibiarkan tanpa mendapatkan pengobatan yang tepat, penyakit ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut:

  • Pneumonia Aspirasi. Ini komplikasi yang paling serius tetapi jarang terjadi. Dalam beberapa kasus karena regurgitasi mendadak, isi lambung masuk ke paru-paru yang menyebabkan bronkopneumonia. Kondisi ini menyebabkan sesak tiba-tiba, tersedak, muntah, dan gangguan pernapasan.
  • GERD. Imobilitas esofagus jangka panjang yang menyebabkan melemahnya sfingter esofagus bagian bawah dapat memicu seringnya regurgitasi, yang menyebabkan refluks asam lambung. Gejalanya ditandai nyeri epigastrik, rasa kenyang setelah makan, kurang cairan, dan gangguan pencernaan.
  • Esofagitis. Tersangkutnya makanan dan isi lambung secara konstan di kerongkongan dapat mengiritasi lapisan mukosa, yang menyebabkan peradangan kerongkongan atau dikenal sebagai esofagitis.
  • Perforasi esofagus. Peradangan dan iritasi kronis juga menyebabkan luka yang memicu pembentukan lubang di esofagus atau disebut perforasi esofagus.
  • Kanker esofagus. Meskipun belum banyak bukti yang signifikan secara medis tentang hubungan kanker esofagus dengan penyakit ini. Namun, beberapa penderita adenokarsinoma esofagus telah menjalani prosedur dilatasi untuk kondisi akalasia.
  • Malnutrisi atau gizi buruk. Kesulitan menelan cairan dan makanan padat menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan, yang dapat memengaruhi asupan gizi.

Cara Mencegah Penyakit Akalasia

Menerapkan cara sederhana ketika makan dapat membantu tubuh melawan penyakit dan mencegah berbagai gangguan, termasuk akalasia.

Berikut ini beberapa cara mencegah penyakit akalasia:

  • Terapi menelan, merupakan cara menelan sederhana yang dipraktikkan dengan bantuan ahli terapi wicara. Seorang terapis dapat membantu pasien menelan dan makan lebih baik dengan mengadopsi praktik tertentu untuk memperkuat otot bagian dalam.
  • Latihan menelan tertentu untuk otot bisa membantu meningkatkan nada dan kekuatan sfingter esofagus bagian bawah.
  • Mengubah pola makan dan pilih makanan yang lebih lembut dapat membantu menelan lebih baik.
  • Makan sesuai jadwalnya dan jangan sampai terlewatkan.
  • Perbanyak minum cairan untuk menghidrasi tubuh.

 

  • Anonim. 2017. Achalasia. https://www.nhs.uk/conditions/achalasia/. (Diakses pada 25 September 2020)
  • Anonim. Achalasia Cardia Preventions. https://www.welcomecure.com/diseases/achalasia-cardia/prevention. (Diakses pada 25 September 2020)
  • Anonim. Achalasia. https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=134&contentid=167. (Diakses pada 25 September 2020)
  • Anonim. What is Achalasia?. https://diseasesdic.com/achalasia-diagnosis-complications-and-treatment/. (Diakses pada 25 September 2020)
  • Anonim. 2020. Achalasia. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/achalasia/symptoms-causes/syc-20352850. (Diakses pada 25 September 2020)
  • Stoltzfus, Seth. 2018. Achalasia. https://www.healthline.com/health/achalasia. (Diakses pada 25 September 2020)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi