Terbit: 31 May 2018
Ditulis oleh: Gerardus Septian Kalis | Ditinjau oleh: dr. Sheila Amabel

Bukan hal yang mengherankan jika banyak ibu hamil yang terinfeksi virus hepatitis namun tidak menyadarinya. Biasanya karena gejalanya tidak dikenali, muncul samar-samar, atau tidak muncul sama sekali. Jika, ibu hamil sampai terinfeksi hepatitis saat hamil, janin dalam kandungan bisa terkena dampaknya. Lantas, apa yang harus dilakukan jika hepatitis terjadi pada ibu hamil? 

Terinfeksi Hepatitis Saat Hamil, Ini Langkah yang Harus Anda Lakukan

Waspadai Hepatitis yang Terjadi Saat Hamil

Hepatitis adalah peradangan hati serius yang dapat ditularkan pada orang lain. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis,  termasuk hepatitis A, hepatitis B, dan hepatitis C. Jika tidak tertangani dengan baik, hepatitis saat hamil bisa menyebabkan penyakit parah, kerusakan hati, bahkan kematian. Selain itu, sang ibu juga bisa menyebarkan virus ke janinnya.

Hepatitis B dan C adalah jenis hepatitis yang paling umum terjadi selama kehamilan. Sementara hepatitis B adalah bentuk hepatitis yang paling sering ditularkan dari ibu ke bayi di seluruh dunia. 

Selain itu, risiko penyebaran penyakit dari ibu ke anak juga terkait dengan berapa jumlah virus  dalam tubuh ibu. 

Penyebab Hepatitis pada Ibu Hamil

Hepatitis B dan C menyebar melalui darah dan cairan tubuh yang terinfeksi seperti cairan vagina atau air mani. Hubungan seks tanpa kondom atau penggunaan jarum bekas orang yang terinfeksi adalah contoh bagaimana hepatitis menyebar.

Pada umumnya, hepatitis B dan C tidak menimbulkan gejala ketika awal infeksi virus mulai terjadi. Namun demikian, penyakit ini berjalan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang panjang hingga kemudian gejala mulai muncul. Saat gejala sudah muncul, umumnya kondisi kesehatan sudah memburuk.

Selain disebabkan oleh virus, hepatitis juga dapat terjadi akibat kerusakan pada hati oleh senyawa kimia, terutama alkohol. Konsumsi alkohol berlebihan akan merusak sel-sel hati secara permanen dan dapat berkembang menjadi gagal hati atau sirosis. Penggunaan obat-obatan melebihi dosis atau paparan racun juga dapat menyebabkan hepatitis.

Pada beberapa kasus, hepatitis bisa terjadi karena kondisi autoimun pada tubuh ibu hamil. Pada hepatitis yang disebabkan oleh autoimun, sistem imun tubuh justru menyerang dan merusak sel dan jaringan tubuh sendiri, dalam hal ini adalah sel-sel hati, yang pada akhirnya menyebabkan peradangan.

Baca juga: 7 Cara Penularan Hepatitis B yang Patut Diwaspadai!

Gejala Hepatitis pada Ibu Hamil

Pada ibu hamil, hepatitis akan menimbulkan gejala sebagai berikut: 

  • Mual dan muntah
  • Mudah lelah
  • Kehilangan nafsu makan
  • Demam
  • Nyeri perut (lokasi hati berada) 
  • Sakit pada otot dan persendian
  • Jaundice atau penyakit kuning (kulit dan bagian putih mata menguning).  

Masalahnya, gejala hepatitis pada ibu hamil bisa saja tidak muncul selama berbula-bulan lamanya setelah pengidap terinfeksi. Hal inilah yang membuat hepatitis sering ditemui dalam kondisi yang sudah terlanjur parah. 

Dampak Hepatitis pada Ibu Hamil

Saat ibu hamil didiagnosis menderita hepatitis, maka ia akan berisiko mengalami ketuban pecah dini, diabetes gestasional atau mengalami perdarahan berat. Ada juga peningkatan risiko komplikasi persalinan seperti plasenta abrupsio dan kematian bayi saat lahir.

Bayi dalam kandungan pada umumnya tidak terpengaruh oleh virus hepatitis milik ibunya selama kehamilan. Namun, mungkin ada beberapa peningkatan risiko tertentu saat persalinan, seperti bayi lahir prematur, bayi lahir dengan berat rendah (BBLR), atau kelainan anatomi dan fungsi tubuh bayi (terutama pada infeksi hepatitis B kronis).

Sementara itu, pada hepatitis kronis, virus akan berkembang biak di dalam sel-sel hati dan tidak dapat dimusnahkan oleh sistem imun. Virus yang berkembang biak secara kronis dalam hati penderita akan menyebabkan peradangan kronis dan dapat menyebabkan sirosis, kanker hati, atau gagal hati.

Baca juga:  Awas! Ini Bahaya Infeksi Menular Seksual pada Ibu Hamil

Penanganan Hepatitis untuk Ibu Hamil

Sejumlah tindakan penanganan umum yang dapat mendukung proses penyembuhan hepatitis, di antaranya:

  1. Penderita hepatitis sangat dianjurkan memperbaiki pola hidup dengan memperbaiki asupan makanan bernutrisi yang diolah secara higienis, perbanyak konsumsi air putih, cukup istirahat, rutin berolahraga dan menghentikan kebiasaan merokok, mengonsumsi minuman beralkohol, narkoba, dan perilaku seks bebas.
  2. Hepatitis B dan C ditangani dengan pemberian obat atau kombinasi obat-obatan resep dokter, yang perlu dikonsumsi dalam jangka waktu panjang.
  3. Persalinan normal lewat vagina maupun operasi caesar sama amannya untuk pasien hepatitis B dan C. Tidak ada perbedaan dari tingkat penularan yang diketahui saat membandingkan kedua metode persalinan.

Selain menerapkan pola hidup sehat dan bersih, ibu hamil juga harus:

  1. Mencuci bahan makanan yang akan dikonsumsi, terutama kerang dan tiram, sayuran, serta buah-buahan.
  2. Tidak menyentuh tumpahan darah tanpa sarung tangan pelindung.
  3. Menjaga kebersihan sumber air agar tidak terkontaminasi virus hepatitis.
  4. Tidak berbagi pakai sikat gigi, pisau cukur, atau jarum suntik dengan orang lain.
  5. Jika Anda sudah selesai melaksanakan proses persalinan, bayi perlu segera mendapat vaksin dan antibodi untuk mencegah penularan virus. Teknik pencegahan demikian memiliki efektivitas hingga 95% untuk mencegah penularan virus.

  1. ACOG. Hepatitis B and Hepatitis C in Pregnancy. https://www.acog.org/womens-health/faqs/hepatitis-b-and-hepatitis-c-in-pregnancy?utm_source=redirect&utm_medium=web&utm_campaign=otn. (Diakses pada 9 Mei 2023) 
  2. Thomas Chess. Hepatitis C in Pregnancy. https://www.babycentre.co.uk/a1041321/hepatitis-c-in-pregnancy. (Diakses pada 9 Mei 2023) 
  3. Thomas Chess. Hepatitis B in Pregnancy. https://www.babycentre.co.uk/a1506/hepatitis-b-in-pregnancy. (Diakses pada 9 Mei 2023) 
  4. Anonim. Testing and Treatment During Pregnancy. https://www.hepb.org/treatment-and-management/pregnancy-and-hbv/treatment-during-pregnancy/. (Diakses pada 9 Mei 2023)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi