Cancel culture merupakan budaya “penolakan” seseorang yang dinilai bermasalah atau menyinggung. Umumnya, praktik ini melibatkan public figure atau seseorang yang terkenal. Kenali lebih jauh seputar cancel culture dan dampaknya bagi kesehatan mental dalam ulasan berikut ini.
Cancel Culture dan Kaitannya dengan Media Sosial
Cancel culture adalah tindakan menghentikan dukungan kepada seseorang atau sekelompok orang, produk, organisasi, merek, atau apapun.
Cancelling ini biasanya dilakukan setelah mereka melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap tidak mengenakkan atau terkesan menyinggung.
Meski hampir mirip dengan memboikot atau boycotting, ternyata cancelling atau “membatalkan” ini mengarah pada dua hal yang cukup berbeda.
Boikot biasanya merupakan tindakan berupa penarikan dukungan keuangan, misalnya berhenti membeli suatu produk.
Di sisi lain, cancel culture mengacu pada hal yang lebih luas. Tidak hanya menargetkan suatu produk, cancelling bisa menargetkan individu. Bentuk tindakannya pun beragam, tidak hanya sebatas berhenti menggunakan produk pelanggar.
Selain itu, cancelling juga hampir mirip dengan ghosting. Kedua tindakan tersebut sama-sama bertujuan untuk memutuskan dengan seseorang atau sesuatu yang telah melakukan pelanggaran.
Bedanya, jika ghosting hanya bersifat pribadi dan merupakan tindakan pasif, cancel culture justru mencangkup tindakan menghukum dan menyakiti para pelanggar secara publik.
Mengutip Very Well Mind, biasanya cancel culture ini dilakukan di media sosial dalam bentuk group-shaming. Artinya, pelaku biasanya melakukannya secara berkelompok.
Penting diketahui, ada tiga proses psikologis sebelum pelaku melakukan tindakan ini, di antaranya:
- Perceived transgression: Mengidentifikasi terlebih dahulu adanya pelanggaran, lalu menilainya dengan saksama.
- Negative emotional responses: Merasakan emosi negatif yang kuat, seperti marah, sedih, dan kesal.
- Punitive actions: Merasa harus bertindak untuk menghukum pelanggar.
Baca Juga: Kenali Ciri-Ciri Orang Kecanduan Game Online
Dampak Cancel Culture pada Kesehatan Mental
Sampai saat ini cancel culture sudah berhasil menangkal hal-hal negatif, misalnya rasisme. Tak hanya itu, fenomena ini juga bisa membuat orang lain berpikir dua kali sebelum mem-posting sesuatu atau berperilaku yang tidak pantas.
Sayangnya, ada sejumlah dampak negatif dari tindakan pemboikotan ini; baik bagi korban, pelaku, maupun pengamat.
Beberapa dampak buruk tersebut, di antaranya:
1. Dampak Negatif bagi Korban
Cancel culture dapat mengarah pada tindakan bullying atau perundungan. Korban yang mengalami cancel culture bisa merasa kesepian.
Menurut penelitian, kesepian berkaitan dengan masalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan peningkatan risiko bunuh diri.
Korban kemungkinan besar merasa tidak memiliki kesempatan untuk meminta maaf, apalagi memperbaiki perilaku yang sudah diperbuat.
Namun, jika Anda adalah korbannya, belajarlah untuk tumbuh menjadi orang yang lebih baik lagi ketika sudah melakukan kesalahan.
2. Dampak Negatif bagi Pelaku
Tidak hanya pada korban, cancel culture juga bisa berdampak buruk terhadap kesehatan mental pelaku.
Meskipun tujuan Anda melakukan tindakan cancel culture adalah untuk menyadarkan korban dari tindakannya, faktanya hal ini tidak selalu berhasil. Pada beberapa kasus, tindakan ini malah memberikan efek sebaliknya.
Disadari atau tidak, hal ini bisa berdampak terhadap kesehatan mental pelaku cancel culture. Pelaku bisa mengalami sejumlah emosi negatif, seperti marah dan kesal.
Tak hanya itu, cancel culture juga bisa menghilangkan rasa empati pelaku karena biasanya mereka akan menolak untuk memahami posisi korban.
3. Dampak Negatif bagi Pengamat
Efek cancel culture juga bisa dialami oleh pengamat atau mereka yang menyaksikan fenomena ini.
Setelah melihat korban, pengamat ini bisa diliputi oleh perasaan takut. Pengamat bisa khawatir jika pelaku akan menyerang saat berpendapat.
Efek kecemasan yang ditimbulkan membuat seseorang lebih untuk diam. Hal ini bisa memicu perasaan bersalah dalam waktu lama.
Tips Agar Cancel Culture Tidak Mengganggu Kesehatan Mental
Ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk meminimalkan efek cancel culture, di antaranya:
- Pikirkan dengan matang sebelum mem-posting sesuatu di sosial media.
- Pastikan untuk tidak mengunggah sesuatu ketika emosi sedang meluap.
- Jika merasa salah, tidak perlu ragu untuk meminta maaf.
- Berikan kritikan kepada orang lain sewajarnya.
- Lakukan sesuatu yang produktif untuk mengurangi screen time. Bila perlu, Anda bisa detoks sosial media secara rutin.
- Bila Anda menjadi korban cancel culture, ceritakan masalah yang dialami ini kepada orang yang dipercaya, seperti keluarga atau teman. Terlebih jika Anda sudah merasa kewalahan.
Kini Anda sudah mengetahui apa itu cancel culture dan dampaknya terhadap kesehatan mental. Jangan anggap sepele segala bentuk penyerangan mental, baik itu secara langsung maupun melalui sosial media.
Jika merasa tertekan akibat sesuatu hingga mengganggu aktivitas sehari-hari Anda, tak ada salahnya untuk berkonsultasi kepada psikolog.
- Anonim. 2020. Cancel Culture. https://www.dictionary.com/e/pop-culture/cancel-culture/. (Diakses 26 September 2022).
- Dholakia, Utpal. 2020. What Is Cancel Culture? https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-science-behind-behavior/202007/what-is-cancel-culture. (Diakses pada 26 Desember 2022).
- Romano, Aja. 2020. Why We Can’t Stop Fighting about Cancel Culture. https://www.vox.com/culture/2019/12/30/20879720/what-is-cancel-culture-explained-history-debate. (Diakses 26 September 2022).
- Toler, Lindsey. 2022. The Mental Health Effects of Cancel Culture. https://www.verywellmind.com/the-mental-health-effects-of-cancel-culture-5119201. (Diakses 26 September 2022).