Terbit: 27 May 2022
Ditulis oleh: Wulan Anugrah | Ditinjau oleh: dr. Aloisia Permata Sari Rusli

Ingin selalu produktif memang bagus. Namun, bagaimana dengan keinginan berlebihan untuk terus produktif apa pun caranya? Ternyata, hal ini dikenal sebagai toxic productivity. Lantas, apa saja ciri-ciri orang terjebak dalam produktivitas beracun ini? Simak dalam ulasan berikut!

Ciri-ciri Toxic Productivity dan Cara untuk Mengatasinya

Mengenal Toxic Productivity

Berbeda dengan produktif yang ‘normal’, toxic productivity adalah kondisi ketika seseorang memiliki kebutuhan obsesif untuk selalu produktif, tanpa memperhatikan kesehatan, hubungan, dan kehidupannya.

Istilah lain yang dapat menggambarkan fenomena ini yaitu action bias atau doing bias. Ini artinya, seseorang terdorong untuk selalu produktif sehingga hasilnya sering kali kurang maksimal.

Selain itu, ada pula kondisi lain yang kerap kali disamakan dengan toxic productivity. Dua kondisi tersebut, yakni workaholic dan hustle culture. Meski mirip, ternyata ketiganya menggambarkan kondisi yang berbeda.

Melansir American Physiological Association, workaholic berarti kebutuhan tidak terkendali untuk bekerja. Orang yang terjebak di dalamnya biasanya ‘suka’ untuk bekerja dan selalu memikirkan pekerjaan, meskipun sudah di luar jam kerja.

Di sisi lain, hustle culture adalah sebuah keyakinan dalam diri seseorang bahwa bekerja keras adalah aspek paling penting dalam hidup. Seseorang yang terjebak dalam situasi ini akan merasa menjadi orang penting apabila memiliki kesibukan.

Ciri-ciri Toxic Productivity

Kesibukan akan mendatangkan perasaan puas. Ketika kesibukan itu membantu Anda mendapatkan pencapaian, tubuh akan memproduksi hormon dopamine, hormon yang memicu perasaan bahagia.

Hal tersebut kemudian akan membuat Anda semakin terpacu untuk terus produktif dan meraih pencapaian lainnya.

Pada gilirannya, Anda akan terus-menerus ketagihan sehingga produktivitas bisa menimbulkan efek kecanduan.

Agar tidak terjebak lebih dalam, kenali ciri-ciri toxic productivity berikut ini:

1. Bekerja terlalu keras

Orang yang terjebak dengan toxic productivity biasanya bekerja sangat keras, bahkan mengganggu kehidupan sosial serta kesehatannya.

Memiliki tekad kuat terhadap sesuatu memang bagus. Namun, jika hal itu sampai mengabaikan kebutuhan diri sendiri sebagai manusia, hal ini bisa menjadi toxic.

Baca JugaTanda Anda Overwork, Cek Dampak dan Cara Mengatasinya!

2. Ekspektasi tidak realistis

Ciri-ciri orang yang terjebak dalam toxic productivity lainnya adalah memiliki ekspektasi yang tidak realistis terhadap sesuatu.

Seseorang yang memiliki ekspektasi berlebihan dan tidak realistis biasanya akan berusaha untuk tetap produktif agar tujuan tersebut tercapai.

Punya target terhadap suatu pekerjaan memang baik, asalkan target tersebut tidak membebani dan masuk akal.

3. Sulit untuk beristirahat

Produktivitas beracun akan membuat seseorang kesulitan untuk beristirahat. Bahkan, ketika dalam kondisi sakit sekalipun. Kondisi ini membuat seseorang akan memaksakan diri untuk tetap bekerja.

Waktu luang bisa digunakan untuk istirahat, mengembalikan energi, dan memulihkan diri. Sayangnya, orang dengan toxic productivity akan menggunakan waktu tersebut untuk bekerja. 

Pasalnya, bekerja terus-menerus akan membuatnya merasa berharga dan tetap dalam kontrol. Seseorang dengan  gaya hidup ini menganggap orang yang dapat beristirahat tidak memiliki target.

4. Merasa bersalah jika sedang diam

Selain sulit untuk istirahat, ciri-ciri lain dari orang yang terjebak dalam produktivitas beracun adalah merasa bersalah ketika tidak mengerjakan sesuatu.

Kegelisahan atau kehampaan juga bisa dirasakan ketika orang tersebut sedang menjalani berbagai aktivitas yang dinilai ‘tidak produktif’.

5. Sering menilai diri sendiri

Orang yang terjebak dalam toxic productivity sering kali menilai diri sendiri berdasarkan apa yang belum dikerjakan. Hal ini akan membuat orang tersebut terus-menerus bekerja untuk mencapai target tanpa menyadari pencapaian sebelumnya.

Selain itu, menurut Simon Milasas, pelatih bisnis dan penulis Joy of Business, toxic productivity dapat membuat seseorang merasa gagal jika tidak menyelesaikan tugas di luar meja kerja.

6. Tidak pernah puas

Ketika selesai dengan suatu pekerjaan, orang yang terjebak dalam toxic productivity biasanya tidak akan pernah merasa puas. Bahkan, ketika pekerjaan mereka sudah sangat cukup.

Pada akhirnya, ia akan mengerjakan sesuatu yang lain di luar tugasnya.

7. Kelelahan yang tidak biasa

Wajar saja jika Anda merasa lelah karena pekerjaan. Namun, orang yang terjebak dalam produktivitas beracun bisa merasakan kelelahan yang tidak biasa.

Kondisi ini bisa dirasakan ketika bangun di pagi hari. Setelah mendapatkan waktu istirahat sekalipun, rasa lelah itu tetap ada.

Baca Juga5 Cara Meningkatkan Fokus di Tempat Kerja (Praktis)

Cara Mengatasi Toxic Productivity

Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk keluar dari situasi produktivitas beracun:

1. Buat ekspektasi menjadi lebih realistis

Agar lebih produktif, buatlah ekspektasi atau target pekerjaan menjadi lebih realistis. Dengan begitu, Anda akan bekerja sesuai porsi dan mendapatkan waktu istirahat yang cukup.

Jika merasa terbebani dengan banyak pekerjaan, Anda bisa menentukan prioritas dan mengurangi dahulu target, lalu sesuaikan dengan tugas-tugas yang ada.

2. Istirahat cukup

Bekerjalah sesuai porsi atau tugas. Sisanya, Anda bisa menikmati waktu istirahat yang optimal. Hal ini akan lebih menyehatkan mental ketimbang terus-menerus mengerjakan sesuatu yang bahkan bukan tugas Anda. 

3. Dengarkan saran dari orang terdekat

Cara mengatasi toxic productivity berikutnya adalah meminta saran orang terdekat. Perlu Anda ketahui, orang-orang terdekat bisa membantu Anda lebih bertanggung jawab dan membantu Anda lebih sadar akan perilaku yang merusak diri sendiri.

4. Menerapkan mindfulness

Mindfulness dapat membantu Anda terhubung dengan masa ini. Dengan begitu, Anda akan lebih peka terhadap sekitar dan apa yang terjadi pada diri sendiri.

Menerapkan mindfulness juga akan membantu Anda lebih paham akan tubuh dan kebutuhan diri sendiri.

5. Seimbangkan pekerjaan dengan kehidupan pribadi

Agar tidak terjebak dalam produktivitas beracun, menyeimbangkan urusan pekerjaan dengan kehidupan pribadi sangat penting diperhatikan. Oleh karena itu, atur kembali waktu Anda.

Jalani kehidupan secara lebih seimbang. Jangan lupa tetapkan beberapa batasan dasar, lalu perbaiki sesuai kebutuhan.

Baca JugaPentingnya Me Time untuk Keseimbangan Hidup dan Kesehatan

6. Self-care

Jangan lupa untuk tetap mengapresiasi diri sendiri. Selain memperoleh waktu istirahat yang cukup, luangkan waktu untuk bersantai dengan jogging di sekitar rumah atau sekadar duduk di halaman rumah sambil minum secangkir teh.

Anda juga bisa meluangkan waktu untuk melakukan hobi, seperti menonton film, memasak, membaca, dan lain sebagainya.

Jika merasa terjebak dengan toxic productivity, lakukan beberapa cara di atas untuk mengatasinya. Apabila menemuikesulitan, konsultasikan segera dengan psikolog.

 

  1. Andersen, Charlotte H. 2022. 9 Signs Toxic Productivity Is Impacting Your Life. https://www.thehealthy.com/mental-health/stress/toxic-productivity/. (Diakses pada 27 Mei 2022).
  2. Anonim. 2021. Toxic Productivity, Recognize the Following 5 Signs. https://voi.id/en/lifestyle/84687/toxic-productivity-recognize-the-following-5-signs. (Diakses pada 27 Mei 2022).
  3. Anonim. 2021. What Is Toxic Productivity (and How Do I Avoid It)? https://www.createcultivate.com/blog/what-is-toxic-productivity/. (Diakses pada 27 Mei 2022).
  4. Clark, Malissa A. 2016. Workaholism: It’s Not Just Long Hours on the Job. https://www.apa.org/science/about/psa/2016/04/workaholism. (Diakses pada 27 Mei 2022).
  5. Neale, Palena R. 2022. When Doing is Your Undoing: Toxic Productivity.  https://www.psychologytoday.com/us/blog/leading-success/202201/when-doing-is-your-undoing-toxic-productivity#. (Diakses pada 27 Mei 2022).
  6. Robinson, Bryan E. 2019. The ‘Rise and Grind’ of Hustle Culture. https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-right-mindset/201910/the-rise-and-grind-hustle-culture. (Diakses pada 27 Mei 2022).

DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi