DokterSehat.Com- Tuberkulosis (TBC) atau plek paru merupakan penyakit multisistemik dengan bentuk klinis yang bermacam-macam. Tuberkulosis adalah penyebab paling umum kematian di seluruh dunia terkait dengan penyakit menular. Penyakit ini menjadi lebih semakin meningkat di seluruh belahan dunia khususnya di negara berkembang. Selain itu, prevalensi TBC resistan terhadap obat juga meningkat di seluruh dunia. Ketidakmempanan obat antibiotik terhadap TBC diakibatkan adanya koinfeksi dengan virus human immunodeficiency (HIV) yang kini semakin menyebar luas. Maka, rejimen deteksi dini HIV dan TBC saling silang, yaitu, pasien yang terkena TBC wajib melakukan cek HIV, dan pasien yang terkena HIV wajib untuk dicek TBC.
Setiap hari, 200 anak meninggal karena TBC. Padahal, TBC adalah penyakit yang dapat dicegah dan dapat diobati. Sekitar setengah juta anak di dunia jatuh sakit karena TBC setiap tahun dan berjuang dengan obat-obatan antituberkulosis di mana obat-obatan tersebut tidak bersahabat dengan anak-anak.
TBC pada anak seringkali terlewatkan untuk didiagnosis karena gejalanya tidak seperti orang dewasa yang batuk selama 2 minggu. Pada anak-anak, gejalanya tidak spesifik. Hal inilah yang menjadikan TBC pada anak suatu epidemik, yaitu di mana jumlah yang tercatat tidak sebanyak kenyataan yang terjadi di kehidupan realita.
Hal ini merupakan suatu masalah yang perlu diprioritaskan dan memerlukan komitmen di berbagai bidang dari segi pendanaan, kebersihan, dan kepedulian terhadap nyawa anak-anak agar tidak meninggal karena hanya penyakit plek paru ini.
Berapa banyak anak yang terkena TBC?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2015 sebanyak 1 juta anak di seluruh dunia menderita TBC, antara usia <15 tahun, dan lebih dari 136 ribu meninggal setiap tahun. Ini adalah perhitungan untuk anak-anak yang tidak memiliki HIV, karena anak-anak yang menderita TBC dan juga menderita HIV positif lalu meninggal, akan diklasifikasikan meninggal bukan karena TBC-nya, tetapi karena HIV-nya.
Banyak orang percaya bahwa angka di atas lebih sedikit dari jumlah sebenarnya di dunia nyata. Sekitar 70 persen hingga 80 persen anak-anak dengan TBC memiliki jenis TBC di paru (TB Cpulmoner). Sisanya memiliki TBC di organ tubuh lainnya (TBC ekstrapulmoner).
Dalam manajemen TB berat telah tercatat bahwa 15 persen hingga 20 persen dari semua kasus TBC berat di antaranya adalah anak-anak, sedangkan pada manajemen TBC ringan diperkirakan 2 persen hingga 7 persen dari semua kasus TBC ringan adalah anak-anak.
Obat TBC yang resistan juga merupakan masalah pada anak-anak. Diperkirakan lebih dari 30 ribu anak-anak menderita TBC setiap tahun dengan terserang TBC yang resisten multi-obat (MDR-TB). Juga, sebuah survei RNTCP di India, menemukan bahwa 9 persen dari anak-anak dengan TB yang sudah resisten terhadap rifampisin, sebelum mereka memulai pengobatan. Ini berarti bahwa mereka telah terinfeksi TB pada bakteri yang resisten terhadap obat.
Di Indonesia, proporsi kasus TB anak di antara semua kasus yang diobati pada tahun 2007-2013 berkisar pada angka 7,9-12 persen. Angka ini masih berada pada batas normal proporsi kasus TB anak. Tiap propinsi, kabupaten atau kota, dan tiap fasilitas pelayanan kesehatan memiliki proporsi yang berbeda.