Terbit: 15 May 2019 | Diperbarui: 19 January 2022
Ditulis oleh: Mutia Isni Rahayu | Ditinjau oleh: Tim Dokter

Kerusakan pada otak dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Salah kerusakan otak yang dapat terjadi akibat faktor eksternal disebut dengan trauma otak atau cedera otak traumatis. Kondisi ini bisa ringan dan dapat pulih dengan sendirinya atau dapat juga menjadi berat dan berisiko tinggi untuk kesehatan. Berikut adalah berbagai hal yang perlu Anda ketahui tentang trauma otak!

Trauma Otak: Penyebab, Gejala, Penanganan

Apa Itu Trauma Otak?

Trauma otak atau cedera otak traumatis adalah kondisi kerusakan otak yang diakibatkan oleh pukulan keras atau guncangan di kepala atau adanya objek dari luar yang menembus jaringan otak. Gejala trauma otak dapat berbeda, bergantung pada tingkat keparahannya yaitu ringan, sedang atau berat.

Trauma otak atau cedera otak traumatis ringan dapat memengaruhi sel-sel otak sementara waktu. Sedangkan trauma otak sedang hingga berat dapat menyebabkan kondisi yang lebih serius seperti memar, sobeknya jaringan otak, pendarahan, dan kerusakan fisik lainnya pada otak.

Trauma otak dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, koma, bahkan hingga kematian.

Penyebab Trauma Otak

Penyebab trauma otak secara umum adalah pukulan atau sentakan keras pada kelapa. Berikut adalah beberapa kondisi yang mungkin dapat memicu terjadinya cedera otak traumatis:

  • Ketika seseorang terjatuh dari tempat yang lebih tinggi seperti jatuh dari tempat tidur, jatuh dari tangga, jatuh karena terpeleset, atau jatuh lainnya, terdapat kemungkinan kepala akan terbentur ataupun terguncang dan menyebabkan trauma otak.
  • Tabrakan akibat kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas baik untuk seseorang yang menggunakan kendaraan maupun yang tertabrak oleh kendaraan merupakan penyebab umum dari trauma otak.
  • Cedera olahraga. Beberapa jenis olahraga yang berpotensi menyebabkan cedera adalah seperti sepak bola, tinju, hoki, baseball, dan olahraga berat serta ekstrim lainnya.
  • Ledakan dan cedera pertempuran. Penyebab ini paling sering menjadi penyebab trauma otak pada anggota militer yang bertugas secara aktif dalam medan pertempuran.
  • Tindakan kekerasan yang dimaksud adalah termasuk seperti pemukulan atau luka tembak maupun luka tusukan yang merusak tengkorang dan jaringan otak.

Trauma otak dapat terjadi pada siapa saja, namun jika melihat pada penyebabnya, terdapat beberapa kelompok orang yang mungkin memiliki risiko lebih tinggi terkena trauma otak. Kelompok yang termasuk memiliki risiko tinggi adalah seperti anak-anak usia 0-4 tahun, lansia di atas 60 tahun, usia 15-24 tahun, dan juga jenis kelamin laki-laki.

Gejala Trauma Otak

Otak dapat dikatakan sebagai organ paling berpengaruh dalam tubuh. Kerusakan pada otak dapat memberikan efek pada fisik maupun psikologis seseorang. Jika dirangkum, berikut adalah gejala trauma otak yang paling umum muncul:

  • Muntah
  • Lesu
  • Sakit kepala
  • Kebingungan
  • Lumpuh
  • Kehilangan kesadaran
  • Pupil membesar
  • Perubahan penglihatan
  • Keluarnya cairan bening atau dapat juga disertai darah dari telinga atau hidung
  • Kehilangan keseimbangan
  • Nadi melambat
  • Napas melambat
  • Tekanan darah meningkat
  • Telinga berdering
  • Gangguan kognitif
  • Perubahan emosi
  • Kesulitan bicara
  • Kesulitan menelan
  • Mati rasa atau kesemutan
  • Wajah pucat dan mata sayu
  • Kehilangan kontrol usus dan kandung kemih.

Gejala yang muncul pada setiap orang dapat berbeda-beda. Semakin parah kondisi trauma, semakin banyak dan parah juga gejala yang mungkin muncul.

Jika Anda atau anggota keluarga Anda mengalami gejala yang mengindikasikan trauma otak atau cedera otak traumatis, segera bahwa ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa kondisinya.

Diagnosis Trauma Otak

Diagnosis trauma otak dimulai dengan pemeriksaan yang sistematis di ruang gawat darurat. Pemeriksaan fungsi jantung dan paru umumnya menjadi yang pertama untuk diperiksa. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan diikuti dengan pemeriksaan neurologis.

Berikut adalah tes yang biasanya dilakukan untuk diagnosis cedera otak traumatis:

  • Glaslow Coma Scale, tes yang dilakukan untuk menilai tingkat keparahan awal cedera dengan cara memeriksa kemampuan pasien mengikuti petunjuk dan menggerakkan mata serta anggota tubuhnya. Skalanya adalah 3-15, semakin tinggi angka, semakin ringan cederanya.
  • Mengumpulkan informasi tentang cedera dan gejala yang terjadi. Dokter akan menanyakan beberapa pertanyaan terkait cedera seperti bagaimana cedera terjadi, berapa lama orang tersebut hilang kesadaran, adakah cedera di bagian tubuh lain, dan masih banyak lagi.
  • CT scan, tes pencitraan yang dilakukan untuk mengungkap jika terdapat perdarahan di otak, pembekuan darah, memer jaringan otak, hingga pembengkakan jaringan otak.
  • MRI, tes pencitraan yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran terperinci otak. Tes ini dilakukan saat kondisi pasien stabil atau telah membaik dari cedera.
  • Pemantauan tekanan intrakranial, pemantauan yang dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan tekanan dalam tengkorak yang dapat menyebabkan kerusakan tambahan pada otak.

Penanganan Trauma Otak

Penanganan trauma otak menyesuaikan dengan keparahan cedera. Berikut adalah langkah yang mungkin dilakukan untuk menangani cedera otak traumatis:

1 .Penanganan Cedera Otak Ringan

Trauma otak ringan dapat diatasi dengan istirahat dan pemberian obat penghilang rasa sakit untuk mengatasi gejala. Aktivitas fisik dan berpikir sebaiknya dibatasi untuk menghindari kondisi yang lebih parah. Pasien dapat beraktivitas seperti biasa kembali apabila dokter sudah memperbolehkan.

2. Perawatan Darurat Segera

Perawatan ini dilakukan untuk cedera otak traumatis sedang hingga parah. Perawatannya berfokus memastikan pasien mendapatkan cukup oksigen dan pasokan darah, menjaga tekanan darah, dan mencegah terjadinya cedera lanjutan pada kepala dan leher.

Pasien dengan trauma otak berat juga mungkin mengalami cedera lain yang perlu ditangani. Perawatan bertujuan untuk meminimalkan kerusakan sekunder akibat peradangan, pendarahan, dan berkurangnya pasokan oksigen ke otak.

3. Obat-obatan

Obat-obatan juga mungkin diberikan untuk membatasi kerusakan sekunder pada otak. Beberapa jenis obat-obatan yang umum diberikan adalah seperti:

  • Diuretik, obat ini berfungsi meningkatkan produksi urin dan mengurangi jumlah cairan dalam jaringan.
  • Obat anti-kejang, trauma otak berpotensi untuk menyebabkan kejang sehingga obat ini juga diperlukan.
  • Obat penginduksi koma, obat ini digunakan apabila pembuluh darah yang dikompres oleh peningkatan tekanan di otak tidak mampu memasok nutrisi dan oksigen normal ke sel otak.

4. Operasi

Tindakan operasi juga mungkin dibutuhkan dalam beberapa kasus trauma otak. Operasi umumnya dilakukan dengan tujuan seperti berikut ini:

  • Menghapus darah beku yang ada di otak
  • Memperbaiki tulang tengkorak yang patah
  • Membuka jendela di tengkorak untuk menghilangkan tekanan dalam tengkorak.

 

  1. Anonim. 2019. Traumatic brain injury. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/traumatic-brain-injury/symptoms-causes/syc-20378557. (Diakses 15 Mei 2019).
  2. Anonim. 2019. Basic Information about Traumatic Brain Injury. https://www.cdc.gov/traumaticbraininjury/basics.html. (Diakses 15 Mei 2019).
  3. Anonim. 2019. Traumatic Brain Injury. https://www.aans.org/en/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/Traumatic-Brain-Injury. (Diakses 15 Mei 2019).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi