Terbit: 28 January 2022 | Diperbarui: 7 June 2022
Ditulis oleh: Gerardus Septian Kalis | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Selective mutism adalah gangguan kecemasan yang terjadi di masa anak-anak dan ditandai dengan ketidakmampuan untuk berbicara atau berkomunikasi dalam kondisi tertentu. Simak penjelasan mengenai gejala hingga cara mengatasinya, selengkapnya di bawah ini.

Selective Mutism: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasi

Apa itu Selective Mutism?

Selective mutism adalah gangguan kecemasan parah yang membuat seseorang tidak dapat berbicara dalam situasi sosial tertentu, seperti dengan teman sekolah atau kerabat yang jarang bertemu.

Kondisi yang biasanya dimulai pada masa anak-anak ini apabila tidak mendapatkan penanganan dengan serius dapat bertahan hingga dewasa. Seseorang dengan gangguan ini bukan menolak atau memilih untuk tidak berbicara pada waktu tertentu, namun keadaan membuatnya benar-benar tidak dapat berbicara.

Harapan untuk berbicara dengan orang-orang tertentu memicu freeze response dengan perasaan panik—seperti demam panggung yang parah—hal inilah yang membuat seseorang tidak bisa berbicara.

Gejala Selective Mutism

Berikut ini adalah beberapa gejala yang umumnya terjadi pada anak yang mengalami gangguan ini, antara lain:

  • Ekspresi keinginan untuk berbicara yang tertahan oleh kecemasan, ketakutan, atau rasa malu.
  • Gelisah, menghindari kontak mata, kurang bergerak atau kurang ekspresi ketika dalam situasi yang membuatnya takut.
  • Ketidakmampuan untuk berbicara di sekolah dan situasi sosial tertentu lainnya.
  • Penggunaan komunikasi non verbal untuk mengekspresikan kebutuhan (misalnya, menganggukkan kepala atau menunjuk)
  • Rasa malu, takut pada orang, dan keengganan untuk berbicara antara usia 2 tahun sampai 4 tahun.
  • Berbicara dengan mudah dalam situasi tertentu (misalnya, di rumah atau dengan orang yang dikenal), tetapi tidak pada orang lain (misalnya, di sekolah atau dengan orang yang tidak dikenal).

Sementara itu, anak-anak yang terkena dampak lebih parah cenderung menghindari segala bentuk komunikasi baik lisan, tulisan, atau isyarat.

Beberapa anak mungkin berhasil merespons dengan beberapa kata, atau terkadang berbicara dengan suara yang diubah seperti bisikan.

Baca Juga: Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder): Penyebab, Gejala, Penanganan

Penyebab Selective Mutism

Dikarenakan kondisi ini cenderung langka, faktor risiko untuk kondisi tersebut tidak sepenuhnya dipahami. Namun, sebuah penelitian menunjukkan bahwa gangguan tersebut terkait dengan kecemasan sosial yang ekstrem dan kecenderungan genetik. Seperti semua gangguan mental, tidak mungkin hanya ada satu penyebab tunggal yang mendasarinya.

Seorang anak yang mengembangkan kondisi ini biasanya:

  • Cenderung sangat pemalu.
  • Mungkin memiliki gangguan kecemasan.
  • Takut memalukan diri sendiri di depan orang lain.

Penyebab potensial lainnya termasuk temperamen dan lingkungan. Anak-anak yang perilakunya terhambat atau yang memiliki kesulitan bahasa mungkin lebih rentan untuk terkena kondisi ini. Orang tua yang memiliki kecemasan sosial dan behavioral inhibition juga dapat berperan.

Selective mutism juga sering terjadi bersamaan dengan gangguan lain termasuk:

  • Kecemasan.
  • Depresi.
  • Keterlambatan perkembangan.
  • Masalah bahasa.
  • Gangguan obsesif kompulsif.
  • Gangguan panik.

Perlu diketahui juga, banyak orang dewasa yang melihat anak dengan keadaan ini dianggap sebagai kondisi manipulatif atau terkait dengan autisme. Padahal, tidak ada hubungan antara selective mutism dengan autisme, meskipun bisa saja dalam seorang anak terdapat kondisi keduanya.

Baca Juga: 8 Jenis Gangguan Kecemasan yang Harus Diwaspadai

Cara Mengatasi Selective Mutism

Selective mutism dapat dengan mudah merespons pengobatan jika diketahui lebih awal. Jika anak Anda diam di sekolah selama dua bulan atau lebih, penting agar perawatan segera dimulai.

Jika keadaan ini tidak dideteksi sejak dini, ada risiko anak akan terbiasa tidak berbicara, dan akibatnya seorang anak bisa memiliki gaya hidup yang pendiam, kondisi yang lebih sulit untuk diubah.

Perawatan untuk keadaan ini mungkin termasuk psikoterapi, pengobatan, atau kombinasi keduanya.

  • Psikoterapi

Perawatan umum untuk selective mutism adalah penerapan behavior management program. Program ini melibatkan teknik seperti desensitisasi dan penguatan positif, diterapkan baik di rumah maupun di sekolah di bawah pengawasan seorang psikolog.

  • Terapi Perilaku Kognitif

Cognitive behavioural therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif membantu seseorang fokus pada bagaimana mereka berpikir tentang dirinya sendiri, dunia dan orang lain, serta bagaimana persepsinya tentang hal-hal tersebut memengaruhi pikiran dan perasaannya. CBT juga menantang ketakutan dan prasangka melalui paparan bertingkat.

CBT dilakukan oleh profesional kesehatan mental dan lebih cocok untuk remaja (terutama mereka yang mengalami gangguan kecemasan sosial) dan orang dewasa yang tumbuh dengan selective mutism.

  • Pengobatan

Pada kasus yang parah, kronis, atau tidak merespons metode lain, pengobatan mungkin langkah yang tepat. Konsultasi dengan dokter diperlukan untuk menentukan obat yang sesuai dengan kondisi.

Pesan untuk Orang Tua

Setelah Anda mengetahui berbagai langkah seperti di atas, hal penting lainnya yang harus dipahami oleh setiap orang tua yang memiliki anak dengan kondisi ini adalah jangan paksa anak untuk berbicara, serta pahami kesulitan yang dialaminya.

Beri tahu anak bahwa ia dapat mengambil langkah-langkah kecil saat merasa siap dan meyakinkan anak bahwa hal tersebut dapat membuat berbicara menjadi lebih mudah.

Selain itu, jangan memuji anak di depan umum karena hal ini dapat menyebabkan rasa malu. Pujian baiknya diberikan ketika Anda hanya berdua bersama anak. Pertimbangkan juga hadiah khusus untuk pencapaian yang dilakukannya.

 

  1. Anonim. Selective mutism. https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/selective-mutism/. (Diakses pada 28 Januari 2022).
  2. Cuncic, Arlin. 2020. What Is Selective Mutism?. https://www.verywellmind.com/what-is-selective-mutism-3024702. (Diakses pada 28 Januari 2022).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi