Sindrom mielodisplasia adalah jenis kanker darah langka di mana penderitanya tidak memiliki cukup sel darah yang sehat. Simak ulasan selengkapnya mulai dari gejala, penyebab, hingga pengobatannya berikut ini.

Apa Itu Myelodysplastic Syndromes?
Myelodysplastic syndromes (MDS) atau sindrom mielodisplasia adalah kondisi di mana sel pembentuk darah di sumsum tulang menjadi abnormal. Seseorang yang mengalami kondisi ini dapat mengalami anemia, trombositopenia, atau neutropenia. Karena dianggap sebagai jenis kanker, pemeriksaan penyakit ini bisa mencakup pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan darah tepi, dan studi sumsung tulang.
Menurut data dari Surveillance, Epidemiology, and End Result (SEER), kejadian sindrom ini meningkat dari 5 per 100.000 pasien di bawah usia 60 tahun menjadi 36,2 per 100.000 pada pasien lebih dari 80 tahun. Dengan rata-rata usia diagnosis 76 tahun. Secara umum, pria kulit putih memiliki risiko yang lebih tinggi dari penyakit ini.
– Iklan –
Gejala Sindrom Mielodisplasia
Sebagian besar orang pada tahap awal sindrom mielodisplasia tidak memiliki gejala sama sekali dan biasanya baru terdeteksi secara tidak sengaja saat tes darah. Dalam kasus lain, seseorang yang menemui dokter karena mengalami beberapa gejala yang mengganggu. Selain itu, gejala yang dialami setiap orang tergantung pada seberapa parah penyakit dan jenis sel darah yang paling terpengaruh.
Berikut adalah gejala umum yang bisa terjadi, antara lain:
- Kelelahan.
- Sesak napas.
- Pucat yang tidak biasa terjadi karena jumlah sel darah merah yang rendah (anemia).
- Memar atau pendarahan yang tidak biasa, kondisi ini terjadi karena jumlah trombosit darah yang rendah (trombositopenia).
- Bintik-bintik merah di bawah kulit yang disebabkan oleh perdarahan (petechiae).
- Infeksi yang sering terjadi karena jumlah sel darah putih yang rendah (leukopenia).
Kapan Waktu yang Tepat untuk ke Dokter?
Segera kunjungi dokter setiap kali Anda mengalami perubahan pada tubuh yang mungkin merupakan tanda mengembangkan kondisi terkait MDS, terutama jika memiliki gejala berikut:
- Merasa lelah.
- Sesak napas.
- Kulit tampak lebih pucat.
- Petechiae, yaitu bercak-bercak di bawah kulit perdarahan.
Segera pergi ke ruang gawat darurat setiap kali mengalami kondisi berikut:
- Demam dengan suhu 38,3° Celcius atau lebih tinggi. Demam mungkin merupakan tanda infeksi.
- Mulai berdarah tak terkendali.
Penyebab Sindrom Mielodisplasia
Bagi orang yang sehat, sumsum tulang menghasilkan sel darah baru yang belum matang, yang kemudian matang seiring waktu. MDS terjadi ketika ada sesuatu yang mengganggu proses ini sehingga sel darah tidak matang.
Bukannya berkembang secara normal, sel darah mati di sumsum tulang atau setelah memasuki aliran darah. Seiring waktu, ada lebih banyak sel yang belum matang dan rusak, menyebabkan kondisi berikut:
- Kelelahan yang disebabkan oleh terlalu sedikitnya sel darah merah yang sehat (anemia).
- Infeksi yang disebabkan oleh terlalu sedikit sel darah putih yang sehat (leukopenia).
- Perdarahan yang disebabkan oleh terlalu sedikit trombosit pembekuan darah (trombositopenia).
Sebagian besar MDS tidak diketahui penyebabnya. Lainnya disebabkan oleh paparan pengobatan kanker, seperti kemoterapi dan radiasi, atau bahan kimia beracun, seperti benzena.
Faktor Risiko Sindrom Mielodisplasia
Terdapat beberapa faktor yang mungkin membuat beberapa orang berisiko lebih tinggi terkena MDS, di antaranya:
- Lansia. Sebagian besar orang dengan MDS berusia lebih dari 60 tahun.
- Paparan bahan kimia tertentu. Anda dapat terpapar bahan kimia yang terkandung dalam asap tembakau, pestisida, bahan kimia industri seperti benzena, logam berat seperti timah dan merkuri.
- Memiliki riwayat kanker dan kemoterapi. Kondisi ini menyumbang kurang dari 10% dari semua kasus MDS.
- Terapi radiasi. Mendapatkan terapi radiasi sebelumnya, atau paparan tidak sengaja terhadap radiasi lingkungan tingkat tinggi.
- Kelainan bawaan tertentu. Ini termasuk Bloom’s Syndrome, Down’s Syndrome, Fanconi anaemia, dan neurofibromatosis, dapat memiliki gen yang tidak stabil serta lebih berisiko terkena mutasi yang menyebabkan sindrom mielodisplasia atau kanker.
Perlu diketahui, World Health Organization (WHO) mengategorikan sindrom ini menjadi dua jenis: refractory cytopenia of childhood (RCC) dan MDS with excess of blasts (MDS-EB). RCC dan MDS-EB dapat diidentifikasi berdasarkan jumlah sel yang bisa menjadi kanker di sumsung tulang. Dalam RCC sebaran ini tidak meningkat (kurang dari 5%), sementara di MDS-EB jumlah sebaran lebih dari 5%.
Baca Juga: Kanker Darah: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan
Jenis Sindrom Mielodisplasia
World Health Organization membagi sindrom mielodisplasia menjadi subtipe berdasarkan jenis sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Subtipe sindrom ini meliputi:
- Myelodysplastic Syndromes with Unilineage Dysplasia
Satu jenis sel darah, sel darah putih, sel darah merah atau trombosit—yang jumlahnya rendah dan tampak tidak normal di bawah mikroskop.
- Myelodysplastic Syndromes with Multilineage Dysplasia
Sindrom mielodisplasia with multilineage dysplasia adalah MDS yang ditandai dengan satu atau lebih sitopenia dan perubahan displastik pada dua atau lebih garis keturunan myeloid (erythroid, granulocytic, dan megakaryocytic).
- Myelodysplastic Syndromes with Ring Sideroblasts
Tipe ini memiliki dua subtipe dan melibatkan satu atau lebih tipe sel darah yang rendah. Ciri khasnya adalah sel darah merah yang ada di sumsum tulang mengandung cincin besi berlebih yang disebut ring sideroblasts.
- Myelodysplastic Syndromes with Isolated Del(5q) Chromosome Abnormality
Seseorang dengan sindrom ini memiliki jumlah sel darah merah yang rendah, dan sel tersebut memiliki mutasi spesifik dalam DNA.
- Myelodysplastic Syndromes with Excess Blasts (Tipe 1 dan 2)
Pada kedua sindrom ini, salah satu dari ketiga jenis sel darah yaitu sel darah merah, sel darah putih atau trombosit—mungkin rendah dan tampak abnormal di bawah mikroskop. Sel darah yang sangat imatur ditemukan dalam darah dan sumsum tulang.
- Myelodysplastic Syndromes, Unclassifiable
Pada sindrom yang tidak biasa ini, ada pengurangan jumlah satu dari tiga jenis sel darah matang, baik sel darah putih atau trombosit terlihat abnormal di bawah mikroskop.
Diagnosis Sindrom Mielodisplasia
Pemeriksaan fisik, riwayat medis, dan tes tambahan dapat digunakan jika dokter mencurigai Anda menderita sindrom mielodisplasia. Beberapa tes yang bisa dilakukan, di antaranya:
- Tes Darah
Dokter mungkin menyarankan untuk melakukan sejumlah tes darah. Hal ini bertujuan untuk menentukan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit serta mencari perubahan yang tidak biasa dalam ukuran, bentuk dan penampilan berbagai sel darah.
- Pemeriksaan Sumsum Tulang
Selama biopsi dan aspirasi sumsum tulang dilakukan, jarum tipis digunakan untuk menarik sejumlah kecil sumsum tulang cair, biasanya dari titik di belakang tulang pinggul. Kemudian sedikit sampel tulang dengan sumsumnya diangkat. Sampel diperiksa di laboratorium untuk mencari kelainan.
- Analisis Sitogenetik
Tenaga medis dapat melihat sampel darah pasien di bawah mikroskop, untuk mencari perubahan pada kromosom sel darah. Kromosom adalah bagian dari sel yang mengandung gen, yang terbuat dari DNA. Kromosom yang tidak biasa mungkin berarti sesuatu telah memengaruhi DNA pasien, menyebabkan perubahan pada kromosom sel darah.
- Apus Darah Tepi
Dalam prosedur ini, tenaga medis akan memeriksa sampel darah pasien untuk perubahan jumlah, jenis, bentuk, dan ukuran sel darah dan jika Anda memiliki terlalu banyak zat besi dalam sel darah merah.
Pengobatan Sindrom Mielodisplasia
Pengobatan untuk sindrom mielodisplasia bertujuan memperlambat perkembangan penyakit, mengelola gejala, seperti kelelahan, dan mencegah perdarahan dan infeksi. Jika Anda tidak memiliki gejala, dokter mungkin menyarankan untuk menunggu hasil tes laboratorium untuk melihat apakah penyakitnya berkembang.
Beberapa langkah yang umum dilakukan, di antaranya:
1. Transfusi Darah
Transfusi darah dapat digunakan untuk menggantikan sel darah merah, sel darah putih atau trombosit pada orang dengan sindrom mielodisplasia.
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang bisa digunakan, di antaranya:
- Epoetin alfa atau darbepoetin alfa dapat mengurangi kebutuhan akan transfusi darah dengan meningkatkan sel darah merah. Obat lainnya seperti filgrastim dapat membantu mencegah infeksi dengan meningkatkan sel darah putih pada orang dengan sindrom mielodisplasia tertentu. Obat-obatan ini adalah versi buatan dari zat yang ditemukan secara alami di sumsum tulang.
- Merangsang sel darah hingga matang. Obat-obatan seperti azacitidine dan decitabine dapat meningkatkan kualitas hidup orang dengan sindrom ini tertentu dan mengurangi risiko acute myelogenous leukemia.
- Menekan sistem kekebalan. Jenis obat ini digunakan pada sindrom mielodisplasia tertentu, dan mungkin mengurangi kebutuhan untuk transfusi sel darah merah.
- Jika kondisi Anda dikaitkan dengan mutasi gen yang disebut isolated del(5q), dokter mungkin merekomendasikan lenalidomide.
- Jika penyakit ini menyebabkan infeksi, Anda akan diobati dengan antibiotik.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Selama transplantasi sumsum tulang, obat kemoterapi dosis tinggi digunakan untuk membersihkan sel darah yang rusak dari sumsum tulang. Kemudian sel-sel induk sumsum tulang yang abnormal diganti dengan sel-sel sehat yang disumbangkan (allogeneic transplant). Namun, transplantasi sumsum tulang membawa risiko efek samping yang signifikan.
Komplikasi Sindrom Mielodisplasia
MDS dapat menimbulkan komplikasi jika dibiarkan tanpa pengobatan, meliputi:
- Anemia. Berkurangnya jumlah sel darah merah dapat menyebabkan anemia, kondisi ini dapat membuat Anda merasa lelah.
- Infeksi berulang. Terlalu sedikit sel darah putih meningkatkan risiko infeksi serius.
- Pendarahan berlebihan. Kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya trombosit dalam darah. Trombosit berguna untuk menghentikan pendarahan yang terjadi.
- Peningkatan risiko kanker. Beberapa orang dengan sindrom mielodisplasia mungkin mengembangkan kanker sel darah (leukemia).
Apakah Sindrom Mielodisplasia Bisa Dicegah?
Tidak ada cara pasti untuk mencegah MDS, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko penyakit ini, berikut di antaranya:
1. Tidak Merokok
Mengingat merokok dikaitkan dengan peningkatan risiko MDS, tidak merokok dapat membantu menurunkan risikonya. Tentu saja, orang yang tidak merokok juga lebih kecil kemungkinannya daripada orang yang merokok untuk mengembangkan banyak jenis kanker lainnya, serta penyakit jantung, stroke, dan penyakit lainnya.
2. Menghindari Paparan Radiasi atau Bahan Kimia Tertentu
Sebaiknya hindari bahan kimia industri penyebab kanker yang diketahui, seperti benzena, dapat menurunkan risiko pengembangan MDS.
Pengobatan kanker dengan radiasi dan obat kemoterapi tertentu bisa meningkatkan risiko MDS. Dokter sedang mempelajari cara untuk membatasi risiko MDS pada pasien yang mendapatkan perawatan ini. Untuk beberapa jenis kanker, dokter mungkin berupaya menghindari penggunaan obat kemoterapi yang cenderung memicu MDS. Namun, beberapa orang mungkin memerlukan obat khusus ini.
Seringkali, manfaat dari pengobatan kanker yang mengancam jiwa dengan kemoterapi dan terapi radiasi harus diimbangi dengan kemungkinan kecil berkembangnya MDS beberapa tahun kemudian.
Itulah penjelasan lengkap tentang sindrom mielodisplasia. Apabila Anda memiliki keluhan terkait sindrom mielodisplasia, sebaiknya segera periksakan ke dokter guna mendapatkan diagnosis dan penanganan yang tepat. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Teman Sehat!