Terbit: 30 June 2020
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: dr. Eko Budidharmaja

Hipogonadisme adalah kondisi ketika tubuh memproduksi sedikit hormon seks pada pria dan wanita yang menyebabkan komplikasi, termasuk disfungsi ereksi, menopause, hingga mandul. Selengkapnya ketahui definisi, gejala, penyebab, pengobatan, pencegahannya di bawah ini! 

Hipogonadisme: Gejala, Penyebab, Cara Mengobati, dan Pencegahan

Apa Itu Hipogonadisme?

Hipogonadisme adalah kondisi ketika kelenjar seks dalam tubuh menghasilkan sedikit hormon seks. Kelenjar seks (gonad) pada pria adalah testis, sedangkan pada wanita adalah ovarium.

Hormon seks bekerja membantu mengendalikan karakteristik seks sekunder, seperti perkembangan payudara pada wanita, perkembangan testis pada pria, dan pertumbuhan rambut kemaluan. Hormon seks juga berperan penting dalam produksi sperma dan siklus menstruasi.

Seberapa Umumkah Hipogonadisme?

Hipogonadisme adalah kondisi yang umum pada pria, dengan prevalensi lebih tinggi pada pria lanjut usia, pria obesitas, dan pria dengan diabetes tipe 2, yakni sekitar 1 dari 500-1.000 pria. Penyakit ini juga dapat terjadi pada wanita, yakni sekitar 1 dari 2500 – 10.000 orang.

Diperkirakan sekitar 35% pria berusia di atas 45 tahun dan 30-50% pria obesitas atau diabetes tipe 2 menderita hipogonadisme.

Ciri dan Gejala Hipogonadisme

Hipogonadisme adalah penyakit yang mulai selama perkembangan janin, sebelum pubertas, atau saat dewasa. Tanda dan gejala yang muncul tergantung jenis kelamin.

1. Pria

Gejala dan ciri-ciri hipogonadisme yang muncul pada pria, meliputi:

  • Rambut rontok.
  • Kehilangan massa otot.
  • Pembesaran payudara.
  • Terhambatnya pertumbuhan penis dan testis.
  • Perubahan suara.
  • Disfungsi ereksi.
  • Osteoporosis.
  • Gairah seks berkurang atau tidak ada sama sekali.
  • Infertilitas.
  • Hot flashes atau perasaan panas.
  • Kelelahan.
  • Sulit berkonsentrasi.

2. Wanita

Gejala dan ciri-ciri hipogonadisme yang muncul pada wanita, di antaranya:

  • Pertumbuhan payudara lambat.
  • Periode menstruasi berkurang atau menopause.
  • Hot flashes.
  • Rambut rontok.
  • Gairah seks berkurang atau bahkan hilang.
  • Payudara mengeluarkan cairan keputihan.
  • Perubahan suasana hati dan energi.

Kapan Harus ke Dokter?

Segera periksakan diri ke dokter jika mengalami gejala berikut:

  • Payudara mengeluarkan cairan.
  • Ginekomastia atau pembesaran payudara pria.
  • Hot flashes pada wanita.
  • Impoten atau disfungsi ereksi.
  • Rambut rontok di tubuh.
  • Hilangnya siklus menstruasi.
  • Gangguan kehamilan.
  • Gairah seks berkurang.
  • Tubuh terasa lemah.
  • Sakit kepala.
  • Masalah penglihatan.

Jenis dan Penyebab Penyakit Hipogonadisme

Penyebab penyakit ini berdasarkan jenisnya, yaitu hipogonadisme primer dan sekunder. Hipogonadisme primer adalah kondisi ketika tubuh tidak memiliki hormon seks yang cukup karena masalah pada gonad.

Gonad masih menerima sinyal untuk menghasilkan hormon dari otak, tetapi tidak dapat memproduksinya.

Sedangkan hipogonadisme sekunder adalah kondisi ketika kelenjar hipofisis di otak mengalami gangguan. Jenis ini terjadi ketika kadar hormon testosteron dan hormon gonadotropik berada pada tingkat yang rendah.

1. Hipogonadisme Primer

Berikut ini sejumlah penyebab penyakit hipogonadisme primer:

  • Gangguan autoimun, seperti penyakit Addison dan hipoparatiroidisme.
  • Kelainan genetik, seperti sindrom Turner dan sindrom Klinefelter.
  • Infeksi parah, terutama gondong yang melibatkan testis.
  • Penyakit hati dan ginjal.
  • Cryptorchidism atau testis tidak turun.
  • Hemochromatosis atau kelebihan zat besi.
  • Paparan radiasi.
  • Operasi pada organ seksual.
  • Trauma.

2. Hipogonadisme Sekunder

Berikut ini penyebab penyakit hipogonadisme sekunder sentral:

  • Kelainan genetik, seperti sindrom Kallmann (kelainan perkembangan hipotalamus).
  • Penyakit radang, termasuk sarkoidosis, TBC (tuberkulosis), dan histiositosis.
  • Infeksi, termasuk HIV.
  • Pendarahan di area hipofisis.
  • Gangguan pituitari.
  • Kekurangan gizi.
  • Kegemukan atau obesitas.
  • Anoreksia nervosa atau gangguan makan.
  • Penurunan berat badan yang cepat
  • Penggunaan steroid atau opioid.
  • Hemochromatosis.
  • Paparan radiasi.
  • Operasi otak.
  • Cedera pada kelenjar hipofisis atau hipotalamus.
  • Tumor di sekitar atau di kelenjar hipofisis.

Baca Juga: Mengenal Berbagai Jenis Hormon Seks pada Tubuh Wanita dan Fungsinya

Diagnosis Hipogonadisme

Awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan perkembangan seksual seseorang berada pada tingkat yang sesuai dengan usianya. Dokter mungkin akan memeriksa massa otot, rambut di tubuh, dan organ seksual.

Jika pasien diduga mengalami penyakit hipogonadisme, dokter terlebih dahulu akan memeriksa kadar hormon seks. Selain itu, berikut beberapa tes tambahan untuk memastikan diagnosis hipogonadisme:

  • Tes darah. Tes untuk memeriksa kadar follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kelenjar pituitari membuat hormon-hormon reproduksi ini. Dokter mungkin melakukan tes darah untuk membantu memastikan diagnosis dan mengesampingkan penyebab yang mendasari.
  • Tes hormon. Tes untuk mengetahui kadar estrogen pada perempuan dan kadar testosteron pada pria. Tes ini biasanya dilakukan di pagi hari ketika kadar hormon berada tingkat tertinggi.
  • Tes jumlah sperma. Dokter juga dapat melakukan analisis sperma pada pria untuk memeriksa jumlah sperma. Penyakit hipogonadisme dapat mengurangi jumlah sperma.
  • Tes kadar zat besi. Kadar zat besi dapat memengaruhi hormon seks. Dokter akan memeriksa kadar zat besi dalam tekanan darah tinggi, biasanya terlihat pada hemochromatosis.
  • Tes prolaktin. Tes untuk mengukur kadar prolaktin. Prolaktin adalah hormon yang mendorong perkembangan payudara dan produksi ASI pada wanita, tetapi juga muncul pada pria.
  • Tes hormon tiroid. Dokter juga dapat memeriksa kadar hormon tiroid. Masalah tiroid dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan hipogonadisme.
  • Pencitraan. Tes ini juga dapat berguna dalam diagnosis hipogonadisme. Ultrasonografi (USG) berfungsi untuk mengetahui masalah pada ovarium, termasuk kista ovarium dan polycystic ovarian syndrome (PCOS). Tes lainnya termasuk MRI atau CT scan untuk memeriksa tumor di kelenjar pituitari.

Pengobatan Hipogonadisme

Pengobatan penyakit ini juga tergantung pada jenis kelamin yang memiliki sedikit perbedaan gejala. Berikut ini cara mengobati hipogonadisme pada pria dan wanita:  

1. Hipogonadisme pada Pria

Terapi penggantian hormon testosteron adalah pengobatan yang sering kali digunakan untuk mengatasi hipogonadisme pada pria. Pasien bisa mendapatkan testosterone replacement therapy (TRT) atau terapi penggantian testosteron dengan cara berikut:

  • Suntik. Testosterone cypionate (Depo-Testosterone) dan testosterone enanthate disuntikan dalam otot atau di bawah kulit.
  • Penggantian hormon. Penggantian hormon yang mengandung testosteron diterapkan setiap malam ke paha atau dada. Efek samping yang mungkin terjadi adalah reaksi kulit yang parah.
  • Gel. Gel digosokkan ke kulit lengan atau bahu bagian atas atau ke paha depan dan dalam. Tubuh menyerap testosteron melalui kulit, untuk itu jangan mandi selama beberapa jam setelah aplikasi gel.
  • Tablet. Terapi penggantian hormon diberikan dalam bentuk tablet yang dapat diserap ke dalam darah.  
  • Nasal (hidung). Gel testosteron ini dipompa ke dalam lubang hidung. Terapi ini mengurangi risiko bahwa obat akan ditransfer ke orang lain melalui kontak kulit. Terapi harus diterapkan dua kali di setiap lubang hidung, sebanyak tiga kali sehari.

2. Hipogonadisme pada Wanita

Beberapa perawatan untuk wanita meliputi:

  • Meningkatkan kadar hormon seks. Perawatan untuk meningkatkan jumlah hormon seks. Langkah pengobatan pertama yaitu terapi estrogen jika menjalani histerektomi. Entah penggantian atau penggunaan pil untuk memberikan hormon estrogen tambahan.
  • Meningkatkan hormon estrogen. Peningkatan kadar hormon estrogen dapat meningkatkan risiko kanker endometrium. Oleh karenanya, pasien akan diberikan kombinasi estrogen dan progesteron jika belum menjalani histerektomi. Progesteron menurunkan risiko kanker endometrium jika menggunakan estrogen.
  • Pemberian testosteron dosis rendah. Perawatan ini dapat meredakan gejala tertentu dan akan diberikan testosteron dosis rendah jika mengalami penurunan gairah seks.
  • Suntikan hormon human choriogonadotropin (hCG). Jika mengalami gangguan menstruasi atau sulit hamil, pasien mungkin diberi suntikan hCG atau pil yang mengandung FSH untuk memicu ovulasi.

3. Pengobatan Hipogonadisme Lainnya

Jika penyakit hipogonadisme disebabkan oleh tumor pada kelenjar hipofisis, perawatannya sama untuk pria dan wanita. Beberapa perawatan untuk mengecilkan atau mengangkat tumor, termasuk terapi radiasi, obat-obatan, dan operasi.

Baca Juga: Waspadai! Ini 7 Dampak Kelebihan Hormon Estrogen pada Pria

Komplikasi Hipogonadisme

Hipogonadisme dapat meningkatkan risiko komplikasi, begitu juga dalam pengobatannya. Berikut ini adalah sejumlah komplikasi pada pria dan wanita:

1. Komplikasi pada Pria

Penyakit ini dapat menyebabkan hilangnya gairah seksual dan dapat menyebabkan kondisi berikut:

  • Disfungsi ereksi.
  • Infertilitas.
  • Osteoporosis.
  • Tubuh terasa lemah.

Pria sering kali memiliki kadar testosteron yang lebih rendah seiring bertambahnya usia. Namun, penurunan kadar hormon tidak sedramatis pada wanita.

2. Komplikasi pada Wanita

Penyakit ini dapat menyebabkan infertilitas pada wanita. Juga sering menyebabkan menopause yang dapat menyebabkan hot flashes, kekeringan pada vagina, dan iritabilitas saat kadar estrogen turun. Setelah menopause dapat meningkatkan risiko osteoporosis dan penyakit jantung.

Beberapa wanita penderita hipogonadisme yang menggunakan terapi estrogen, sering kali mengalami menopause dini. Tetapi penggunaan terapi hormon jangka panjang juga dapat meningkatkan risiko kanker payudara, pembekuan darah, dan penyakit jantung.

Oleh karena itu, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter tentang risiko dan manfaat terapi penggantian hormon.

Pencegahan Hipogonadisme

Belum ada cara yang diketahui dapat mencegah kadar testosteron rendah pada pria dan estrogen pada wanita yang disebabkan oleh kondisi genetik, kerusakan pada testis, atau kelenjar hipofisis.

Namun, menerapkan beberapa gaya hidup sehat dapat membantu kadar hormon tetap normal, di antaranya:

  • Makan makanan sehat dengan asupan nutrisi yang cukup.
  • Rajin olahraga.
  • Mengontrol berat badan.
  • Menghindari alkohol dan obat-obatan yang berlebihan.

Pastikan menerapkan gaya hidup sehat ini secara konsisten agar tubuh terhindar dari penyakit, termasuk hipogonadisme. Jika memiliki gejala yang mengganggu, sebaiknya kunjungi dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

 

  1. Anonim. 2018. Low Testosterone (Male Hypogonadism). https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15603-low-testosterone-male-hypogonadism. (Diakses pada 30 Juni 2020)
  2. Anonim. 2018. Hypogonadism. https://medlineplus.gov/ency/article/001195.htm. (Diakses pada 30 Juni 2020)
  3. Martel, Janelle. 2018. Hypogonadism. https://www.healthline.com/health/hypogonadism. (Diakses pada 30 Juni 2020)
  4. Mayo Clinic Staff. 2019. Male hypogonadism. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/male-hypogonadism/symptoms-causes/syc-20354881. (Diakses pada 30 Juni 2020)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi