Terbit: 2 March 2020 | Diperbarui: 25 February 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Antonius Hapindra Kasim

Dispepsia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Istilah ini mengacu pada sekelompok gejala yang sering muncul seperti perut kembung, mual, hingga bersendawa. Dalam sebagian besar kasus, kondisi ini terkait dengan makanan atau minuman yang dikonsumsi. Akan tetapi, dispepsia juga dapat disebabkan oleh infeksi atau penggunaan obat-obatan tertentu.

Dispepsia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Apa Itu Dispepsia?

Meski sindrom dispepsia bukanlah suatu penyakit berbahaya, kondisi ini juga bisa merupakan tanda dari masalah yang mendasarinya seperti penyakit gastroesophageal reflux disease (GERD) atau penyakit kantung empedu. Gejalanya dapat dirasakan sesekali atau setiap hari. Penyakit dispepsia yang tidak disebabkan oleh penyakit yang mendasarinya dapat diredakan dengan perubahan gaya hidup dan pengobatan.

Gejala Dispepsia

Pada umumnya, hampir setiap orang pernah mengalami dispepsia selama hidupnya. Berikut ini adalah gejala umum yang bisa Anda alami saat terkena dispepsia adalah:

  • Perut cepat terasa penuh. Belum makan terlalu banyak, tetapi sudah merasa kenyang dan mungkin tidak bisa menghabiskan makanan. Kondisi ini bisa berlangsung lebih lama dari seharusnya.
  • Rasa tidak nyaman di perut bagian atas. Rasa sakit ringan hingga parah bisa terjadi di daerah antara bagian bawah tulang dada dan pusar.
  • Rasa seperti terbakar di perut bagian atas. Anda bisa merasakan panas atau sensasi terbakar antara bagian bawah tulang dada dan pusar.
  • Kembung di perut bagian atas. Anda merasakan sensasi sesak yang tidak nyaman karena penumpukan gas.
  • Mual. Saat mengalami hal ini Anda memiliki keinginan untuk muntah.

Kadang-kadang orang dengan gangguan pencernaan juga mengalami mulas, tetapi mulas dan dispepsia adalah dua kondisi yang terpisah.

Kapan Waktu yang Tepat untuk ke Dokter?

Jika disepsia ringan terjadi pada tubuh, hal itu adalah sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan. Konsultasikan dengan dokter jika ketidaknyamanan berlanjut selama lebih dari dua minggu. Hubungi dokter dan segera dapatkan tindakan jika dispepsia disertai dengan:

  • Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya atau hilangnya nafsu makan.
  • Muntah berulang-ulang.
  • Tubuh menjadi lemah, hal ini mungkin mengindikasikan adanya anemia.
  • Napas tersengal, keringat, nyeri di dada hingga menjalar ke rahang, leher, atau lengan.
  • Nyeri dada saat aktivitas atau ketika stres melanda.

Penyebab Dispepsia

Dispepsia adalah kondisi yang bisa ditimbulkan oleh banyak penyebab. Sering kali, gangguan pencernaan berhubungan dengan gaya hidup dan dapat dipicu oleh makanan, minuman atau obat-obatan. Berikut ini adalah penyebab umum dispepsia, antara lain:

Penyakit:

  • Ulkus peptikum.
  • GERD.
  • Gastroparesis (suatu kondisi di mana perut tidak kosong dengan benar, ini sering terjadi pada penderita diabetes).
  • Peritonitis.
  • Sindrom iritasi usus
  • Pankreatitis kronis
  • Penyakit tiroid
  • Kehamilan

Obat-obatan:

  • Aspirin dan obat penghilang rasa sakit seperti ibuprofen dan naproxen
  • Estrogen dan kontrasepsi oral
  • Obat steroid
  • Antibiotik
  • Obat-obatan tiroid

Gaya hidup:

  • Makan terlalu banyak, makan terlalu cepat, atau terlalu banyak konsumsi makanan tinggi lemak
  • Konsumsi banyak minuman beralkohol
  • Merokok
  • Stres dan kelelahan

Perlu diketahui, jika seorang dokter tidak dapat menemukan penyebab dispepsia, Anda mungkin mengalami dispepsia fungsional. Ini adalah jenis gangguan pencernaan tanpa penyakit struktural atau metabolisme untuk menjelaskan gejalanya. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh gangguan lambung yang membuatnya mencegah menerima dan mencerna makanan dengan cara normal.

Faktor Risiko

Risiko seseorang terkena dispepsia bisa mengalami peningkatan apabila:

  • Terdapat kelainan pada saluran pencernaan seperti maag.
  • Masalah emosional seperti kecemasan atau depresi.
  • Konsumsi alkohol berlebih.
  • Penggunaan obat-obatan yang dapat mengiritasi lambung, seperti aspirin dan penghilang rasa sakit.

Diagnosis Dispepsia

Seorang dokter akan bertanya pada tentang gejala dispepsia yang dialami, riwayat kesehatan Anda dan keluarga, serta melakukan pemeriksaan dada dan perut—dengan melakukan penekanan pada area perut yang berbeda—untuk mencari tahu apakah ada yang sensitif, lunak, atau sakit di bawah tekanan.

Jika dokter mencurigai terdapat penyebab yang mendasari, dia dapat menggunakan tes diagnosis berikut untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang mendasarinya:

  • Tes Darah

Jika orang dengan gangguan pencernaan juga memiliki gejala anemia, dokter mungkin menyarankan untuk tes darah.

  • Endoskopi

Jika Anda sudah mendapatkan pengobatan untuk dispepsia tetapi tidak menujukkan perubahan yang lebih baik, Anda dirujuk untuk pemeriksaan yang lebih rinci pada saluran gastrointestinal.

Selang tipis yang panjang dengan kamera di ujungnya dimasukkan melalui mulut dan masuk ke perut. Prosedur ini menghasilkan gambaran yang jelas tentang gambaran mukosa lambung. Dokter juga bisa melakukan biopsi selama prosedur ini ika dicurigai adanya suatu keganasan

  • Tes Infeksi Pylori

Tes ini merupakan tes untuk mengetahui infeksi dari kuman Helicobater pylori. Kuman ini sering menginfeksi lambung seperti tukak lambung (ulkus peptikum), dan memberikan gejala mirip dispepsia pada fase awal infeksinya. Terdapat 3 macam tes infeksi Pylori, yakni: tes napas urea, tes antigen tinja, dan tes darah.

  • Tes Fungsi Hati

Jika dokter menduga ada masalah dengan saluran empedu di hati, dokter mungkin meminta tes darah untuk menilai bagaimana hati bekerja.

  • Abdominal Ultrasound

Prosedur ini dilakukan dengan mengoleskan gel ke perut, kemudian suatu alat ditempelkan pada kulit. Alat ini mengeluarkan gelombang suara, dan dokter dapat melihat gambar terperinci bagian dalam perut di monitor.

  • Abdominal CT Scan

Prosedur ini mungkin melibatkan penyuntikan pewarna ke dalam pembuluh darah yang kemudian dimunculkan di monitor. CT scan mengambil serangkaian gambar sinar-X untuk menghasilkan gambar 3D bagian dalam perut.

Pengobatan Dispepsia

Pengobatan untuk dispepsia tergantung pada penyebab dan tingkat keparahannya. Jika gejala ringan dan jarang, perubahan gaya hidup mungkin akan membantu mengatasi hal ini.

Perubahan pola makan biasanya dapat dilakukan dengan mengonsumsi lebih sedikit makanan berlemak dan pedas, serta kurangi kafein, alkohol, dan cokelat. Selain itu, tidur minimal 7 jam setiap malam juga dapat membantu mengurangi gangguan pencernaan ringan.

Berolahraga secara teratur dan berhenti merokok juga merupakan perubahan gaya hidup yang penting dalam mengobati dispepsia.

Sementara itu, pada kasus gangguan pencernaan yang parah atau sering, dokter mungkin meresepkan obat. Beberapa obat itu di antaranya:

  • Antasida

Obat ini berguna untuk melawan efek asam lambung. Jenis obat ini tidak memerlukan resep dokter. Seorang dokter biasanya akan merekomendasikan pengobatan antasida sebagai salah satu perawatan pertama untuk dispepsia.

  • H-2-receptor Antagonists

Obat ini mengurangi kadar asam lambung dan bertahan lebih lama dari antasida. Namun, antasida bertindak lebih cepat. Beberapa orang mungkin mengalami mual, muntah, konstipasi, diare, dan sakit kepala setelah meminumnya.

  • Proton Pump Inhibitor (PPI)

Obat ini sangat efektif untuk orang yang juga menderita penyakit GERD. Obat ini mengurangi asam lambung dan lebih kuat dari H-2-receptor Antagonists. Berbicaralah kepada dokter tentang kemungkinan efek samping.

  • Prokinetics

Efek sampingnya meliputi kelelahan, depresi, mengantuk, cemas, dan kejang otot.

  • Antibiotik

Jika H. pylori menyebabkan ulkus peptikum yang menyebabkan gangguan pencernaan, antibiotik akan diresepkan. Efek sampingnya bisa termasuk sakit perut, diare, dan infeksi jamur

  • Terapi Psikologis

Bagi penderita dispepsia fungsional, terapi psikologis dapat membantu mengelola aspek kognitif gangguan pencernaan. Terapi perilaku kognitif, biofeedback, hipnoterapi, dan terapi relaksasi mungkin direkomendasikan.

Bahkan, dokter juga menyarankan untuk membuat perubahan pada jadwal pengobatan seseorang jika dia menduga hal itu bisa menyebabkan gangguan pencernaan. Sementara aspirin atau ibuprofen kadang kala dihentikan dan beralih menggunakan obat alternatif lainnya.

Sementara itu, jika dokter tidak menemukan penyebab gangguan pencernaan setelah dievaluasi secara menyeluruh, dan orang dengan dispepsia belum menunjukkan perubahan, dokter mungkin meresepkan antidepresan dosis rendah.

Antidepresan terkadang mengurangi ketidaknyamanan dengan mengurangi sensasi rasa sakit. Efek sampingnya bisa berupa mual, sakit kepala, agitasi, konstipasi, dan muncul keringat di malam hari.

Komplikasi Dispepsia

Dispepsia ringan jarang menimbulkan komplikasi. Namun, jika kondisi ini menjadi parah, hal itu dapat menyebabkan beberapa komplikasi, di antaranya:

  • Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

GERD atau penyakit asam lambung terjadi ketika asam lambung mengalir kembali ke dalam saluran yang menghubungkan mulut dan perut. Meski kondisi ini dapat diatasi dengan perubahan gaya hidup dan obat-obatan yang dijual bebas, pada beberapa kasus kondisi ini memerlukan obat-obatan yang lebih kuat atau pembedahan untuk meringankan gejala.

  • Tukak Lambung

Tukak lambung adalah luka terbuka yang berkembang di lapisan dalam perut dan bagian atas usus kecil. Gejala paling umum dari kondisi ini adalah sakit perut. Penyebab paling umum dari tukak lambung adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori (H. pylori), penggunaan jangka panjang aspirin, dan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID). Stres dan makanan pedas tidak menyebabkan tukak lambung. Namun, mereka dapat memperburuk gejala Anda.

  • Pyloric Stenosis

Kondisi ini terjadi ketika asam lambung menyebabkan iritasi jangka panjang pada lapisan sistem pencernaan. Pilorus adalah jalur antara lambung dan usus kecil. Pada pyloric stenosis, stenosis menjadi parut dan menyempit. Akibatnya, makanan tidak dicerna dengan baik. Pembedahan mungkin diperlukan untuk memperluas pilorus.

Pencegahan Dispepsia

Cara terbaik untuk mencegah dispepsia adalah dengan menghindari makanan dan situasi yang bisa menyebabkan kondisi tersebut. Beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan:

  • Makanlah dalam porsi kecil dan perlahan.
  • Hindari makanan yang mengandung banyak asam, seperti buah jeruk dan tomat.
  • Kurangi atau hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein.
  • Jika stres merupakan pemicu gangguan pencernaan, pelajari metode baru untuk mengelola stres, seperti
  • teknik relaksasi dan biofeedback.
  • Jika Anda merokok, berhentilah. Merokok dapat mengiritasi lapisan perut.
  • Kurangi konsumsi alkohol, karena alkohol juga dapat mengiritasi lapisan perut.
  • Hindari mengenakan pakaian ketat, karena berisiko menekan perut.
  • Jangan berolahraga dengan perut penuh. Sebaliknya, berolahraga sebelum makan atau setidaknya satu jam setelah makan.
  • Jangan langsung berbaring setelah makan.
  • Tunggu setidaknya tiga jam setelah makan terakhir sebelum pergi tidur.

 

 

  1. Anonim. Indigestion. https://www.webmd.com/heartburn-gerd/indigestion-overview#1. (Diakses pada 2 Maret 2020).
  2. Anonim. Indigestion. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/indigestion/symptoms-causes/syc-20352211. (Diakses pada 2 Maret 2020).
  3. Newman, Tim. 2017. What to know about indigestion or dyspepsia. https://www.medicalnewstoday.com/articles/163484#what_dyspepsia. (Diakses pada 2 Maret 2020).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi