Terbit: 30 May 2016
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com – Lepra adalah penyakit menular, menahun yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat (mikroorganisme parasit yang tidak dapat bereproduksi di luar sel inang, kemudian memaksa inang untuk membantu reproduksi parasit). Penularan bisa terjadi melalui saluran pernapasan atas dan kontak kulit pasien lebih dari 1 bulan terus-menerus.

Apa itu Penyakit Lepra? Cek Penjelasannya di Sini

Karena lepra tidak menular dengan mudah, seseorang dapat tertular penyakit lepra hanya jika kontak erat dengan cairan hidung dan mulut dari seseorang yang memiliki penyakit lepra yang tidak diobati secara berulang-ulang. Anak-anak lebih rentan tertular daripada orang dewasa.

Gejala Penyakit Lepra

Munculnya bercak-bercak berwarna merah atau putih, terutama di wajah dan telinga. Bercak terasa baal, hilangnya sensasi nyeri dan suhu, terdapat tanda-tanda patognomonik pada saraf seperti kelemahan anggota gerak dan atau wajah, adanya deformitas, dan ulkus yang sulit sembuh.

Biasanya dibutuhkan waktu sekitar 3 sampai 5 tahun sampai gejala lepra muncul setelah seseorang kontak dengan bakterinya. Walau demikian, ada juga beberapa orang yang tidak mengalami gejala apapun sampai 20 tahun kemudian.

Waktu antara kontak dengan bakteri sampai munculnya gejala disebut masa inkubasi. Masa inkubasi pada penyakit lepra begitu panjang sehingga menjadi sangat sulit bagi dokter untuk menentukan kapan dan dari mana seseorang tertular bakteri lepra.

Penyebab Penyakit Lepra

Penyakit lepra disebakan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh pesat pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut.

Mycobacterium leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa berkembang di dalam beberapa sel manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini diduga melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin, yang kemudian dihirup oleh orang lain.

Selain bakteri Mycobacterium leprae, ada beberapa faktor lain yang turut menjadi faktor risiko, seperti:

  • Tinggal di daerah endemik lepra.
  • Mengalami cacat genetik pada sistem kekebalan tubuh.
  • Melakukan kontak fisik secara rutin dengan penderita lepra.
  • Melakukan kontak secara langsung dengan hewan penyebar bakteri Mycobacterium leprae tanpa pelindung.

Diagnosis Penyakit Lepra

Diagnosis didasarkan pada gambaran klinis, bakterioskopis dan histopologis. Menurut WHO diagnosis lepra ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinal berikut:

  1. Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas

Lesi kulit dapat tunggal atau multiple, biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa macula, papul atau nodul.

Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit atau kelemahan otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan sensibilitas atau kelemahan otot juga merupakan tanda penyakit lepra.

  1. BTA positif

BTA dikatakan positif bila ditemukan adanya kuman TBC yang bersifat tahan asam melalui pemeriksaan mikroskopis. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebaga kasus dicurgai dan diperiksa ulang setiap tiga bulan sampai ditegakkan diagnosis lepra atau penyakit lain.

Pengobatan Penyakit Lepra

Pengobatan penyakit lepra tergantung pada jenisnya. Hampir mirip dengan pengobatan TBC, pengobatan penyakit lepra dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dengan dua atau lebih jenis antibiotik kombinasi, biasanya memerlukan waktu 6 sampai 1 tahun

Jenis, dosis, dan durasi penggunaan antibiotik ditentukan berdasarkan jenis lepra. Beberapa contoh antibiotik yang digunakan untuk pengobatan lepra adalah rifampicin, dapsone, dan clofazimine.

WHO mengelompokkan penyakit lepra dalam 2 kelompok yakni:

1) Tipe Pausi Basiler (PB) yaitu jenis lepra dengan jumlah lesi < 5, distribusi tidak simetris, kerusakan saraf hanya pada 1 cabang saraf. Dapat diterapi dengan rifampicin 600 mg sekali sebulan dan dapson 100 mg/hari selama 6 bulan.

2) Tipe Multi Basiler (MB) yaitu jumlah lesi > 5, distribusi simetris, dan terjadi kerusakan pada banyak cabang saraf. Dapat diterapi dengan rifampicin 600 mg sekali sebulan, dapson 100 mg/hari, clofazimine/lampren 300 mg (hari pertama tiap bulan), 50 mg (hari ke 2-28 tiap bulan) selama 12 bulan.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi