Terbit: 23 November 2019 | Diperbarui: 29 September 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- Penelitian yang dilakukan di University Center of General Medicine and Public Health menghasilkan fakta bahwa 50 persen dari orang dewasa dengan pendapatan yang rendah memiliki risiko terkena penyakit jantung lebih tinggi. Apa penyebabnya?

Pendapatan Rendah Terkait dengan Risiko Penyakit Jantung

Kaitan Antara Pendapatan dengan Penyakit Jantung

Dalam penelitian ini, disebutkan bahwa banyak orang yang berpendapatan rendah yang ternyata memiliki waktu tidur di malam hari yang juga cenderung buruk. Fakta ini terungkap setelah mengecek data dari 110 ribu partisipan berusia dewasa dari Inggris, Portugal, Prancis, serta Swiss.

Para partisipan ini diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan di kuesioner untuk mengetahui riwayat penyakit jantung koroner dari dirinya dan keluarganya. Para partisipan juga dicek kondisi kesehatannya secara klinis. Selain itu, mereka juga diminta untuk menyediakan data terkait dengan pendapatan tahunannya.

Hasil dari penelitian yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal berjudul Cardiovascular Research ini adalah, pria dewasa dengan penghasilan rendah cenderung memiliki risiko penyakit jantung lebih besar 48 persen. Sementara itu, wanita dewasa dengan penghasilan rendah juga risikonya lebih tinggi 53 persen.

Faktor utama mengapa mereka lebih rentan terkena penyakit jantung ternyata terkait dengan kualitas tidur yang buruk. Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini. Sebagai contoh, mereka rela melakukan pekerjaan tambahan yang memotong waktu tidurnya demi menambah pendapatan. Mereka juga memiliki kecemasan lebih besar terhadap kondisi keuangannya sehingga sulit untuk tidur dengan nyenyak.

Selain itu, mereka yang berada dalam kondisi ekonomi bawah cenderung tinggal di lingkungan yang lebih padat, lebih ramai, lebih bising, lebih pengap, lebih gerah, dan lebih tidak nyaman sehingga membuat waktu tidur sangat tidak berkualtias.

Salah satu peneliti yang terlibat, Dusan Petrovic menyebut waktu tidur yang ideal adalah 6 hingga 8 jam. Jika kita hanya tidur kurang dari enam jam, risiko terkena penyakit jantung akan naik hingga 13 persen. Dia juga menyarankan pemerintah dari berbagai negara untuk lebih baik dalam mengelola pemukiman bagi orang-orang tidak mampu demi memastikan mereka mendapatkan waktu tidur yang jauh lebih berkualitas.

Dampak Kesehatan Lain dari Kurang Tidur

Selain bisa meningkatkan risiko terkena penyakit jantung, pakar kesehatan menyebut kurang tidur juga bisa menyebabkan dampak kesehatan lain yang tidak bisa disepelekan.

Berikut adalah dampak-dampak kesehatan tersebut.

  1. Tubuh yang Mudah Lelah

Pakar kesehatan Alex Dimitriu dari Menlo Park Psychiatry and Sleep Machine menyebut kurang tidur akan membuat otak tidak bisa mendapatkan waktu untuk memulihkan diri dengan baik. Hal ini akan mempengaruhi fisik dan emosi dengan signifikan. Kita pun akan merasa lelah dan mudah mengantuk saat melakukan berbagai macam aktivitas.

  1. Masalah Suasana Hati

Kurang tidur akan meningkatkan kadar hormon kortisol atau hormon stres yang bisa membuat kita mengalami gangguan suasana hati dan kurang bahagia.

  1. Masalah Berat Badan

Kurang tidur akan mempengaruhi kondisi hormon dan laju metabolisme dengan signifikan. Sebagai contoh, jumlah hormon leptin akan terus meningkat dan membuat kita mudah lapar. Hal ini tentu akan membuat keinginan makan meningkat dan akhirnya membuat berat badan naik.

  1. Gangguan Respons

Kurang tidur akan mengganggu fungsi otak dan saraf dengan signifikan, kita akan menjadi kurang respons pada berbagai macam hal seperti perkataan orang lain hingga hal-hal lainnya yang bisa membuat aktivitas sehari-hari menjadi tidak maksimal untuk dilakukan.

  1. Mengganggu Keseimbangan Hormon

Kurang tidur akan mengganggu keseimbangan hormon, termasuk hormon seks dan libido yang bisa menurunkan performa seksual dengan signifikan.

 

Sumber:

  1. Anonim. 2019. Lack of sleep may explain why poor people get more heart disease. www.sciencedaily.com/releases/2019/11/191122073530.htm. (Diakses pada 23 November 2019).

DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi