Terbit: 5 December 2019
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- Sudah menjadi rahasia umum jika junk food atau makanan cepat saji adalah makanan yang sangat tidak baik bagi kesehatan. Masalahnya adalah rasanya yang nikmat membuat kita seperti kesulitan untuk membatasi konsumsinya. Padahal, hal ini bisa menyebabkan datangnya berbagai macam masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung.

Gara-Gara Junk Food, Kasus Penyakit Jantung Semakin Meningkat

Kasus Penyakit Jantung Terkait dengan Konsumsi Junk Food

Ada banyak sekali jenis makanan cepat saji yang bisa kita dapatkan di berbagai tempat. Tak hanya burger atau kentang goreng, ayam goreng tepung, pizza, hot dog, dan lain-lain bisa menyediakan sensasi rasa yang enak. Masalahnya adalah terlalu sering mengonsumsinya bisa menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan.

Pakar kesehatan Roy Morgan menyebut hampir 25 persen dari total populasi orang Australia hobi mengonsumsi makanan cepat saji setidaknya satu kali setiap minggu. Sementara itu, di Inggris, data dari Public Health England menunjukkan bahwa sekitar 20 persen orang dewasa dan anak-anak minimal mengonsumsi makanan cepat saji sekali dalam sepekan.

Masalahnya adalah penelitian yang dilakukan di University of Newcastle yang kemudian dipublikasikan hasilnya dalam pertemuan tahunan bertajuk Scientific Meeting of the Cardiac Society of Australia and New Zealand membuktikan bahwa konsumsi makanan cepat saji yang cenderung semakin meningkat berandil besar dalam peningkatan kasus penyakit jantung.

Dalam penelitian ini, disebutkan bahwa data dari 3 ribu pasien serangan jantung yang dirawat di New South Wales Hospital diperiksa dengan mendetail. Para pasien ini dirawat di rumah sakit tersebut pada 2011 hingga 2013. Tak hanya kondisi kesehatannya, para partisipan ini dicek kebiasaan mengonsumsi makanan cepat sajinya dan seberapa banyak restoran makanan cepat saji di sekitar tempat tinggalnya.

Hasilnya adalah, semakin banyak restoran makanan cepat saji di sebuah wilayah, semakin tinggi kasus kematian yang dipicu oleh serangan jantung.

Penulis penelitian ini, Tarunpreet Saluja menyebut makanan cepat saji tinggi kandungan lemak jenuh dan garam. Hal ini bisa menyebabkan kenaikan faktor risiko terkena penyakit jantung seperti hipertensi, kolesterol tinggi, aterosklerosis, dan lain-lain. Hal ini berarti, kita memang sebaiknya mulai menurunkan atau bahkan benar-benar menghindari makanan cepat saji demi mencegah datangnya penyakit jantung.

Dampak Kesehatan Lain dari Hobi Makan Junk Food

Selain risiko terkena penyakit jantung, ada dampak lain yang bisa kita dapatkan jika terlalu sering makan junk food.

Berikut adalah dampak-dampak tersebut.

  1. Memicu Masalah Pada Fungsi Memori

Jika kita makan junk food selama lima hari berturut-turut, maka risiko untuk mengalami gangguan memori akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh kandungan di dalam makanan ini yang bisa memicu reaksi kimia di dalam otak yang membuat fungsinya melemah.

  1. Sulit Mengendalikan Nafsu Makan

Junk food juga bisa mengacaukan fungsi otak yang mengendalikan nafsu makan. Kita akan cenderung mudah lapar dan terus ingin mengunyah sesuatu meski sebenarnya tubuh tidak lapar. Hal ini tentu akan meningkatkan risiko terkena obesitas.

  1. Meningkatkan Risiko Terkena Demensia

Terlalu sering mengonsumsi makanan berlemak dan tinggi kalori seperti junk food bisa menyebabkan kekacauan komposisi kimia di dalam otak yang berimbas pada meningkatnya risiko terkena demensia.

  1. Bisa Memicu Depresi

Kandungan lemak jahat yang tinggi di dalam junk food bisa membuat kita lebih rentan terkena stres dan depresi.

  1. Memicu Gangguan Pencernaan

Sering makan junk food bisa membuat kita lebih rentan terkena gangguan asam lambung dan iritasi pada usus. Keberadaan lemak yang tinggi juga bisa membuat risiko terkena sembelit meningkat.

 

Sumber:

  1. Anonim. 2019. Fast Food availability linked with more heart attacks. www.escardio.org/The-ESC/Press-Office/Press-releases/Fast-Food-availability-linked-with-more-heart-attacks (Diakses pada 5 Desember 2019).

DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi