DokterSehat.Com – Produk plastik yang dipakai untuk kebutuhan rumah tangga seringkali dianggap sebagai pilihan yang praktis dan menarik. Beberapa produk plastik layaknya botol minuman, tempat lauk, atau wadah nasi tidak akan mudah pecah sekaligus mudah untuk dibersihkan. Sayangnya, banyak produk plastik yang memakai kandungan BPA (bisphenol-A) yang dianggap bisa membahayakan kesehatan tubuh jika dipakai setiap hari. Beruntung kini banyak produk plastik yang bebas dari kandungan BPA sehingga dianggap lebih aman untuk digunakan. Benarkah?

Bahan Pengawas Obat dan Makanan dari Amerika Serikat menuturkan bahwa bahan BPA pada produk plastik layaknya botol susu bayi atau gelas sudah dilarang sejak 2012. Sayangnya, produk penggantinya yang kerap diklaim sebagai bahan “bebas BPA”, yakni bahan BPS (biphenol S) juga masih belum benar-benar dijamin aman untuk kesehatan. Fakta ini ditemukan dari sebuah penelitian dari Nancy Wayne dari UCLA yang menggunakan embrio ikan zebra yang terpapar kandungan BPA dan BPS meski hanya berkadar minimal. Ikan zebra sendiri memang telah menjadi obyek penelitian favorit untuk mengetahui dampak kandungan dalam plastik mengingat bentuk embrionya yang transparan dan mudah diteliti.
Embrio ikan zebra yang terpapar BPA atau BPS ternyata akan mengalami perkembangan yang lebih cepat atau bahkan kelahiran prematur, selain itu, hormon tiroid yang berpengaruh besar pada perkembangan otak saat kehamilan juga berpengaruh. Hal ini berarti, paparan kandungan ini dapat berpengaruh pada kehamilan, termasuk diantaranya adalah kehamilan manusia. Padahal, bahan BPA dilarang oleh badan kesehatan dikarenakan telah terbukti mampu membuat masalah kesehatan pada otak, perkembangan reproduksi, peningkatan resiko kanker payudara dan kanker prostat, atau mendapatkan pubertas dini.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Texas menunjukkan bahwa bahan BPA pada plastik bisa menyebabkan gangguan fungsi sel normal atau bahkan menyebabkan kematian sel. Sementara itu, kadar BPA juga bisa membuat pertumbuhan sel saraf menjadi terlampau cepat dan melebihi 180 persen, dan kadar BPS bisa menyebabkan percepatan lebih dari 240 persen, yang tentu saja bisa berimbas pada gejala psikologis yang sangat hiperaktif.