DokterSehat.Com– Kasus penyalahgunaan obat PCC yang terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara, masih menjadi perbincangan hangat masyarakat. Tak hanya membuat banyak korban harus dilarikan ke rumah sakit, obat ini disebut-sebut bisa memicu perilaku agresif layaknya para pemakai narkoba flakka. Sebenarnya, seperti apakah cara kerja obat PCC ini pada tubuh kita?
Dr. Hari Nugroho yang berasal dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) menyebutkan bahwa meskipun sama-sama berbahaya bagi kesehatan tubuh, dalam realitanya flakka dan PCC memiliki kinerja yang berbeda. Flakka memiliki senyawa alpha PVP berupa katonin sintetis yang langsung mempengaruhi jalur dopamin dan serotonin yang ada dalam otak. Sebagai informasi, dopamin dan serotonin adalah hormon bisa membuat kita merasa senang, puas, dan bahagia. Jika jumlah hormon dopamin dan serotonin dalam otak ini berlebihan, maka hal ini akan memicu euphoria yang sangat kuat namun juga bisa memicu gangguan jiwa bagi mereka yang sudah kecanduan.
Sementara itu, obat PCC memiliki kandungan carisoprodol yang bisa membuat otot yang sebelumnya tegang menjadi lebih lemas. Obat ini sendiri memang fungsi awalnya adalah sebagai anti depresan dan bekerja di bagian neurotransmitter GABA atau Gamma Amino Butiric Acid. Hanya saja, hal ini juga akan mempengaruhi jalur dopamin pada otak.
Lantas, mengapa para korban di Kendari ini bisa mengalamim halusinasi? Hal ini ternyata disebabkan oleh intoksitasi dari kandungan carisoprodol yang sebelumnya juga telah tercampur dengan kandungan dari obat lain seperti opioid atau benzodiazepine. Sebagaimana kita ketahui, para penggunanya di Kendari mencampur obat PCC dengan beberapa jenis obat lainnya.