Terbit: 11 March 2020 | Diperbarui: 19 May 2020
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Jati Satriyo

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan pasien di lingkungan rumah sakit. Infeksi yang diperoleh di rumah sakit kemudian muncul setelah pulang. Jenis penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi nosokomial adalah infeksi luka bedah, infeksi dalam tubuh yang berat , infeksi saluran kemih, dan pneumonia.

Infeksi Nosokomial: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan, dll

Tingkat paling tinggi terjadi di unit perawatan khusus/ ICU (Intensive Care Unit), ruang rawat bedah dan ortopedi serta pelayanan obstetri (seksio sesarea). Tingkat paling tinggi dialami oleh pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan kekebalan tubuh (HIV/AIDS, pengguna produk tembakau, penggunaan kortikosteroid jangka panjang ), Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap berbagai obat, dan mereka yang menderita penyakit bawaan yang parah.

Sebagaimana jenis infeksi penyakit, infeksi nosokomial biasanya terjadi jika penderita lemah atau jika kekebalan alami tubuh diserang mikroba. Terdapat beberapa jenis kekebalan tubuh yang rentan infeksi penyakit, seperti pada kulit, membran mukosa, saluran gastrointestinal, saluran kencing, dan saluran napas atas berfungsi sebagai kekebalan terhadap infeksi.

Penyebab Infeksi Nosokomial

Patogen yang menyebabkan infeksi nosokomial adalah bakteri, virus,parasit, dan jamur. Mikroorganisme ini bervariasi tergantung pada pasien yang berbeda, fasilitas medis dan bahkan perbedaan lingkungan di mana menerima perawatan. Berikut ini dijelaskan beberapa penyebab infeksi nosokomial:

1. Bakteri

Bakteri adalah patogen paling umum yang menjadi penyebab infeksi nosokomial. Beberapa bakteri alami dalam tubuh pasien dapat menyebabkan infeksi ketika sistem kekebalan tubuh rentan menurun. Bakteri ini di antaranya:

  • Acinetobacter adalah jenis bakteri patogen yang menyebabkan infeksi di ruang ICU. Bakteri ini terdapat di tanah dan air, yang menyebabkan kasus infeksi sekitar 80%.
  • Bacteroides fragilis terdapat di saluran usus dan usus besar, yang menyebabkan infeksi ketika bersatu dengan bakteri lain.
  • Clostridium difficile memicu peradangan usus besar yang kemudian menyebabkan diare dan kolitis. Ini berhubungan dengan antibiotik, terutama karena pembersihan bakteri menguntungkan bakteri patogen.

2. Virus

Selain bakteri, virus juga menjadi penyebab infeksi nosokomial. Pengamatan sederhana dapat mengungkapkan bahwa 5% dari infeksi nosokomial adalah karena virus. Infeksi dapat ditularkan melalui mulut, tangan, saluran pernapasan dan saluran fekal-oral.

Penyakit kronis seperti hepatitis dapat disebabkan oleh virus. Fasilitas layanan kesehatan umumnya dapat menularkan virus hepatitis kepada pasien dan pekerja. Sementara hepatitis B dan C biasanya ditularkan melalui prosedur injeksi yang tidak aman. Virus lainnya termasuk influenza, rotavirus, HIV, dan virus herpes-simpleks.

Faktor Risiko Infeksi Nosokomial

Faktor-faktor risiko yang menentukan infeksi nosokomial tergantung pada lingkungan di mana perawatan dilakukan, kerentanan dan kondisi pasien, dan kurangnya kesadaran akan infeksi yang terjadi di antara staf dan penyedia layanan kesehatan.

1. Lingkungan

Kebersihan yang buruk dan pembuangan limbah yang tidak memadai dari pengelolaan perawatan kesehatan berisiko terjadinya infeksi nosokomial.

2. Kerentanan

Kerentanan berkaitan erat dengan menurunnya daya tahan tubuhi pada pasien, dirawat dalam waktu yang lama di unit perawatan intensif, dan penggunaan antibiotik yang lama.

3. Ketidaksadaran akan pengendalian infeksi

Teknik injeksi yang tidak tepat, pengetahuan yang buruk tentang tindakan pengendalian infeksi dasar, penggunaan perangkat invasif (kateter) yang tidak tepat, dan kurangnya kebijakan pengendalian.

Di negara-negara berpenghasilan rendah, faktor-faktor risiko ini terkait dengan kemiskinan, kurangnya biaya, pengaturan perawatan kesehatan yang kurang dan ketersediaan peralatan yang tidak memadai.

4. Penggunaan Antibiotik yang Berlebihan

Penggunaan antibiotik yang berlebihan juga memicu terjadinya infeksi nosokomial dengan meningkatkan munculnya organisme resisten antibiotik yang akhirnya menyebabkan infeksi sulit diobati,  pilihan pengobatan dengan antibiotik menjadi terbatas dan dapat memperpanjang waktu rawat inap pasien.

Gejala Infeksi Nosokomial

Gejala infeksi nosokomial akan bervariasi berdasarkan jenisnya. Jenis infeksi nosokoimial yang paling umum di antaranya infeksi saluran kemih (ISK), infeksi luka bedah, infeksi aliran darah, dan Pneumonia. Gejala-gejala infeksi ini termasuk:

  1. Keluar cairan dari luka
  2. Demam
  3. Batuk
  4. Sesak napas
  5. Sensasi terbakar saat buang air kecil atau kesulitan buang air kecil
  6. Sakit kepala
  7. Mual
  8. Muntah
  9. Diare

Orang yang mengalami gejala baru selama perawatan juga mungkin mengalami rasa sakit dan iritasi pada area yang terinfeksi.

Diagnosis Infeksi Nosokomial

Dokter dapat mendiagnosis infeksi nosokomial dengan mengamati gejalanya. Peradangan ruam di area infeksi juga bisa menjadi indikasi. Infeksi sebelum pasien menginap di rumah sakit yang menjadi kompleks tidak dihitung sebagai infeksi nosokomial. Tetapi pasien harus tetap memberi tahu dokter jika muncul gejala baru selama menjalani perawatan di rumah sakit.

Mungkin pasien juga diminta untuk melakukan tes darah dan urine untuk mengidentifikasi infeksi nosokomial.

Pengobatan Infeksi Nosokomial

Perawatan untuk infeksi ini tergantung pada jenis infeksi nosokomial. Dokter mungkin akan merekomendasikan antibiotik, pengobatan bedah invasif, dan perawatan luka, atau bahkan bed rest. Antibiotik digunakan untuk mengobati sebagian infeksi, terkadang pasien mungkin memerlukan pembedahan.

1. Antibiotik

Waktu yang dibutuhkan untuk mengonsumsi antibiotik bervariasi untuk mengobati infeksi luka bedah, tetapi biasanya selama 1 minggu. Penderita infeksi nosokomial mungkin mulai menggunakan antibiotik yang dimasukkan melalui pembuluh darah dan kemudian diganti dengan pil. Disarankan untuk mengonsumsi semua antibiotik yang diresepkan, bahkan jika merasa lebih baik.

Jika keluar cairan dari luka, mungkin akan dilakukan tes untuk mengetahui antibiotik yang cocok dan terbaik. Beberapa luka terinfeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang kebal terhadap methicillin, resisten terhadap antibiotik yang biasa digunakan. Infeksi MRSA akan membutuhkan antibiotik khusus untuk mengobatinya.

2. Pembedahan Invasif

Terkadang, dokter bedah akan melakukan prosedur untuk membersihkan luka. Dokter dapat menangani kondisi ini di ruang operasi, di ruang perawatan atau di klinik. Dokter akan melakukan prosedur berikut:

  • Membuka luka misalnya dengan melepas jahitan.
  • Melakukan tes cairan yang keluar dari luka  atau jaringan pada luka untuk mengetahui apakah ada infeksi dan untuk menentukan obat antibiotik apa yang paling baik.
  • Membersihkan luka dengan menghilangkan jaringan yang mati atau terinfeksi dalam luka.
  • Membilas luka dengan air garam (larutan garam).
  • Menguras kantong nanah (abses), jika ada.
  • Membalut luka dengan perban.

3. Perawatan Luka

Luka bedah mungkin perlu dibersihkan dan perban diganti secara teratur. Anda juga dapat melakukannya sendiri, atau dibantu oleh perawat. Jika Anda tetap melakukannya sendiri, berikut caranya:

  • Cuci tangan Anda dengan bersih menggunakan sabun
  • Lepaskan perban lama. Tips melepaskan perban lebih mudah adalah membasahinya.
  • Bersihkan lukanya.
  • Balut luka dengan perban yang baru dan bersih.

Guna membantu luka bedah cepat sembuh, Anda mungkin membutuhkan terapi luka tekanan negatif atau dikenal dengan balutan vacuum-assisted closure (VAC), yang dapat meningkatkan aliran darah pada luka dan membantu penyembuhan. VAC terdiri dari:

  • Pompa vakum, potongan busa agar sesuai dengan luka, dan tabung vakum.
  • Perban yang bening ditempel di bagian atas luka.
  • Potongan busa dapat diganti setiap 2 hingga 3 hari.

Pengobatan ini mungkin butuh berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan untuk membersihkan luka, bersih dari infeksi, dan akhirnya sembuh.

Jika luka terbuka tidak kunjung sembuh dengan sendirinya, mungkin memerlukan operasi cangkok kulit atau otot untuk menutup luka. Jika cangkok otot diperlukan, dokter bedah dapat mengambil sebagian otot dari pantat, bahu, atau dada bagian atas untuk menutupi luka.

Selain itu, dokter akan melepaskan perangkat medis seperti kateter secepatnya sesuai kebutuhan medis. Sementara untuk membantu proses penyembuhan alami, dokter akan menganjurkan pola makan sehat, asupan cairan yang cukup, dan istirahat.

Pencegahan Infeksi Nosokomial

Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan risiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya.

Pencegahan infeksi nosokomial didasarkan pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan kebersihan yang baik dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:

  1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan.
  2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melalui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.
  3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari risiko penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh darah pasien. Terkait dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak menimbulkan cidera pada tenaga kesehatan maupun pasien.
  4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi risiko penularan infeksi dari instrumen dan alat lain pada pasien dan tenaga kesehatan.
  5. Pencegahan infeksi nosokomial selanjutnya adalah menjaga sanitasi lingkungan dengan benar. Sebagaimana diketahui aktivitas pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan pengelolaan yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat.

 

  1. Anonim. Surgical wound infection – treatment. https://medlineplus.gov/ency/article/007645.htm (Diakses 12 September 2019)
  2. Khan, Hassan Ahmed dkk. 2017. Nosocomial infections: Epidemiology, prevention, control and surveillance. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2221169116309509 (Diakses 12 September 2019)
  3. Stubblefield, Heaven. 2016. What Are Nosocomial Infections?. https://www.healthline.com/health/hospital-acquired-nosocomial-infections#diagnosis (Diakses 12 September 2019)
  4. WHO. Prevention of hospital-acquired infections. https://www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/en/whocdscsreph200212.pdf?ua=1 (Diakses 12 September 2019)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi