Terbit: 12 January 2020 | Diperbarui: 14 June 2022
Ditulis oleh: Devani Adinda Putri | Ditinjau oleh: dr. Jati Satriyo

DokterSehat.com – Difteri adalah penyakit menular yang disebarkan dari bakteri Corynebacterium diphtheria dan menyebabkan infeksi hidung dan tenggorokan. Berdasarkan data dari WHO di tahun 2016, terdapat sekitar 7.100 laporan kasus difteri di Amerika Serikat. Sementara estimasi jumlah kasus difteri di Indonesia adalah 15 ribu per tahun.

Difteri Pada Anak: Gejala, Penyebab, Cara Mengatasi, dll

Apa Itu Difteri Pada Anak?

Difteri adalah infeksi bakteri serius yang dipaparkan dari bakteri Corynebacterium diphtheria. Ciri difteri yang paling umum adalah munculnya lapisan atau selaput tebal berwarna abu-abu di sekitar amandel dan tenggorokan. Umumnya, faktor risiko difteri lebih tinggi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Difteri menyerang selaput lendir dan tenggorokan yang menyebabkan sakit tenggorokan, gangguan pernapasan, pembengkakan kelenjar, demam, dan kelelahan. Pada stadium lanjut, bakteri difteri dapat berkembang dan merusak jantung, ginjal, sistem saraf dan akan mematikan apabila tidak ditangani dengan tepat.

Difteri juga merupakan infeksi menular yang dapat dipaparkan saat seseorang tidak sengaja menghirup udara dari air liur penderita difteri lainnya. Untuk menghindari bahaya infeksi difteri, difteri dapat dicegah dengan vaksin difteri.

Faktor Risiko Difteri

Berikut ini adalah daftar orang-orang yang memiliki faktor risiko lebih tinggi untuk terkena difteri, yaitu:

  • Siapapun yang tidak melakukan vaksin difteri terbaru, baik anak dan dewasa.
  • Orang-orang yang hidup di lingkungan padat dan tidak sehat.
  • Berada di wilayah endemik difteri.

Penyakit difteri paling umum terjadi di negara-negara yang kurang berkembang dan belum mensosialisasikan vaksin difteri dengan baik dan merata. Penyakit difteri jarang terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Penyebab Difteri Pada Anak

Penyebab difteri pada anak yang paling utama adalah Corynebacterium diphtheriae dengan media penularan sebagai berikut:

  • Paparan Udara

Bakteri Corynebacterium diphtheriae dapat ditularkan melalui udara seperti saat penderita difteri bersin atau buang air liur. Orang yang tidak sengaja menghirup udaranya dapat tertular difteri dari paparan bersin atau air liur penderita difteri.

  • Barang-Barang yang Terkontaminasi Bakteri

Difteri dapat tertular dari barang-barang yang mungkin terkontaminasi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang digunakan penderita difteri, seperti minum dari gelas penderita difteri tanpa dicuci terlebih dulu, mengenakan handuk, piring, atau barang-barang rumah tangga lainnya.

Selain itu, Anda memiliki faktor risiko lebih tinggi terkena difteri saat Anda menyentuh luka yang terinfeksi. Paparannya bisa terjadi dalam enam minggu tanpa gejala.

Gejala Difteri pada Anak

Gejala difteri umumnya tidak dirasakan oleh penderitanya namun sudah mulai terjadi dalam dua hingga lima hari setelah orang tersebut terkontaminasi bakteri. Berikut ini adalah gejala difteri, yaitu:

  • Terdapat selaput abu-abu tebal di amandel dan tenggorokan.
  • Sakit tenggorokan.
  • Suara serak.
  • Pembengkakan kelenjar.
  • Gangguan pernapasan.
  • Masalah pada hidung.
  • Demam.
  • Menggigil.
  • Tidak enak badan.

Gejala difteri pada anak sering tidak disadari dan hanya menyebabkan penyakit ringan saja, hingga penderita difteri tersebut tidak sadar menyebarkan infeksi difteri.

Diagnosis Difteri Pada Anak

Dokter akan melakukan tes laboratorium dari membran tenggorokan atau sampel jaringan luka yang terinfeksi untuk memastikan apakah ada pertumbuhan bakteri Corynebacterium diphtheriae. 

Dokter harus menelitinya di laboratorium karena bakteri Corynebacterium diphtheriae memerlukan kultur pertumbuhan yang berbeda untuk dideteksi. Setelah hasilnya keluar, dokter akan mendiognosis infeksi difteri dan perawatan lebih lanjut.

Komplikasi Difteri

Berikut ini adalah komplikasi difteri yang mungkin terjadi apabila penderita difteri tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang tepat:

1. Masalah Pernapasan

Bakteri Corynebacterium diphtheriae yang terus tumbuh akan memproduksi racun yang menghasilkan selaput di hidung dan tenggorokan. Selaput keras berwarna abu-abu itu terdiri dari bakteri, sel-sel mati, dan zat-zat berbahaya lainnya yang dapat mengganggu saluran pernapasan.

2. Kerusakan Jantung

Racun berbahaya dari Corynebacterium diphtheriae dapat menyebar sampai ke aliran darah dan menyebabkan kerusakan jaringan tubuh seperti peradangan otot jantung. Risiko terkena gagal jantung kongestif dan kematian mendadak juga mungkin terjadi karena difteri stadium lanjut.

3. Kerusakan Saraf

Selain gangguan pernapasan, racun berbahaya dari Corynebacterium diphtheriae juga dapat merusak saraf-saraf yang mengendalikan otot pernapasan. Dalam stadium lanjut, difteri dapat menyebabkan kelumpuhan.

Kapan Harus ke Dokter?

Apabila Anda mengalami gejala-gejala difteri seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dianjurkan untuk segera konsultasi ke dokter. Terutama jika Anda memiliki kontak dengan penderita difteri atau termasuk dalam kriteria orang-orang yang memiliki faktor risiko terkena difteri lebih tinggi.

Cara Mengobati Difteri pada Anak

Setelah Anda konsultasi dengan dokter, dokter akan memberikan perawatan dan pengobatan yang tepat untuk mengatasi difteri sesuai dengan kondisi Anda.

Berikut ini adalah cara mengobati difteri pada anak, yaitu:

1. Antitoksin

Cara mengatasi difteri pada anak yang paling utama adalah dengan injeksi antitoksin. Antitoksin digunakan untuk menetralkan racun difteri di tubuh dan mencegahnya agar tidak menyebar lebih luas di jaringan tubuh.

Dosis antitoksin akan diberikan dari dosis paling kecil untuk melihat kondisi pasien dan efektivitas antitoksin tersebut. Setelahnya dosis antitoksin akan ditambahkan secara bertahap.

2. Antibiotik

Difteri pada anak juga dapat diatasi dengan antibiotik. Manfaat antibiotik adalah untuk menghentikan penyebaran dan membunuh bakteri Corynebacterium diphtheriae, serta menyembuhkan infeksi terkait.

Antibiotik untuk mengatasi difteri adalah penisilin atau eritromisin yang dosisnya disesuaikan dengan seberapa parah infeksi dan kondisi pasien. Selain itu, cara mengatasi difteri adalah dengan menjalankan perawatan intensif di rumah sakit untuk mencegah pasien menularkan difteri ke orang lain.

Cara Mencegah Difteri pada Anak

Mengingat difteri adalah infeksi berbahaya, Anda disarankan untuk mencegah difteri dengan vaksin difteri yang disebut dengan vaksin DTaP. Vaksin DTaP ini umumnya diberikan bersamaan dengan vaksin untuk pertusis dan tetanus.

Vaksin DTaP disarankan untuk diberikan pada anak-anak dalam kelompok usia, sebagai berikut:

  • 2 bulan
  • 4 bulan
  • 6 bulan
  • 15 hingga 18 bulan
  • 4 hingga 6 tahun

Vaksin DTaP hanya bertahan selama 10 tahun efektivitas, jadi anak Anda harus diberikan vaksin lagi di usia 12 tahun apabila mendapat vaksin pertamanya di bawah usia 1 tahun. Pada orang dewasa, Anda disarankan untuk melakukan suntik booster diphtheria-tetanus-pertussis setiap 10 tahun sekali untuk mencegah difteri.

Selain itu, cara mencegah difteri dan penyakit lainnya adalah dengan menjalani gaya hidup sehat dan bersih agar sistem kekebalan tubuh Anda selalu kuat. Itulah pembahasan tentang apa itu difteri pada anak, gejala, penyebab, cara mengatasi, dll. Semoga informasi kesehatan ini bermanfaat bagi Anda.

 

  1. CDC. 2019. Diphtheria. https://www.cdc.gov/diphtheria/index.html. (Diakses pada 12 Desember 2019).
  2. MayoClinic. 2019. Diphtheria. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diphtheria/symptoms-causes/syc-20351897. (Diakses pada 12 Desember 2019).
  3. Wint, Carmella. 2018. Diphtheria. https://www.healthline.com/health/diphtheria. (Diakses pada 12 Desember 2019).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi