Terbit: 9 November 2018
Ditulis oleh: Gerardus Septian Kalis | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com – Salah satu tekanan sosial yang dihadapi oleh perempuan adalah terkait bentuk tubuh. Masalah yang kerapa dialami oleh remaja ini sering kali juga dialami oleh perempuan dewasa. Menurut Anna Bardone-Cone, professor of psychology and neuroscience di University of North Carolina, banyak remaja perempuan tidak puas dengan bentuk tubuhnya

Seberapa Besar Citra Tubuh Memengaruhi Mental Anak Perempuan?

“Kami tahu sedikit tentang tekanan-tekanan ini, termasuk dari teman-teman sebaya di lingkungan sekolah…di mana tingkat kekurusan dinilai mungkin berbeda,” katanya.

Berawal dari Sekolah, Media Sosial dan Kondisi Lainnya

Menurut Bardone-Cone, sekolah adalah sumber utama tekanan mengenai citra tubuh. Sekolah memuat banyak perbandingan mengenai berat badan. Sayangnya, tekanan ini tidak berhenti ketika bel sekolah berbunyi.

Meningkatnya tekanan mengenai citra tubuh yang ideal berlanjut setelah seorang anak melihat media sosial. “Peluang untuk perbandingan tanpa henti, termasuk dengan perubahan foto dari teman sebaya, melalui penggunaan filter atau pengeditan,” ungkapnya.

Dapatkah tekanan jenis ini mengarah pada masalah kesehatan mental? Jawabannya adalah hal itu mungkin saja terjadi. Menurut Kendra Becker dari Eating Disorders Clinical and Research Program di Massachusetts General Hospital, mengungkapkan, 40 hingga 60 persen anak perempuan sekolah menengah di AS sedang berdiet dan 13 persen sedang konsumsi obat pencahar.

“Tapi ketidakpuasan citra tubuh adalah masalah yang rumit,” katanya. Menurutnya, gangguan makan biasanya terjadi pada saat-saat transisi, seperti pubertas, kelulusan, pernikahan, trauma dan pelecehan. Oleh karenanya, menyematkan gangguan makan hanya pada citra tubuh adalah sesuatu yang sederhana.

“Saya cenderung berpikir itu (pola makan) adalah interaksi antara gen dan lingkungan,” kata Becker.

Becker mengungkapkan, sebuah penelitian dari akhir 1990-an yang meneliti gadis-gadis di Fiji, di mana televisi masih jarang ternyata memengaruhi cara pandang sebagian besar gadis mengenai citra tubuh.

Gadis-gadis yang terpapar lebih banyak televisi selama periode tiga tahun lebih cenderung disibukkan dengan berat dan bentuk tubuh, serta lebih sering berpikir ‘lebih kurus lebih baik’ dan menunjukkan perilaku yang lebih banyak menyingkirkan sesuatu yang membuatnya gemuk.

Sebelum maraknya televisi, gangguan makan tidak pernah terdengar. Namun pada akhir penelitian, lebih dari 11 persen remaja putri telah menjalankan program untuk menurunkan berat badan setidaknya sekali. Selain pengaruh media, Becker mengatakan bahwa citra tubuh juga dipengaruhi oleh keluarga.

“Ada beberapa bukti bahwa keluarga berperan jika ada kekhawatiran atas berat badan anak atau orang tua memiliki banyak masalah berat badan,” kata Becker. Meski keluarga dapat berkontribusi, ia menekankan bahwa keluarga bukanlah penyebab utamanya.

Mengenali Perubahan Perilaku Anak

Selain perubahan pola makan, masalah kesehatan mental lainnya yaitu perilaku obsesif seperti olahraga ekstrem dan diet ketat juga dapat memengaruhi citra tubuh. Namun, akan sulit untuk memisahkan perubahan pola makan dan olahraga yang dimotivasi oleh alasan sehat dan alasan yang tidak sehat.

“Jika tekanan citra tubuh mengarah ke suasana negatif yang meningkat dan terus-menerus atau mengganggu hubungan dan sekolah, itu akan menjadi indikasi dari situasi yang berpotensi lebih parah yang dapat memerlukan intervensi,” kata Becker.

Contoh perilaku anak perempuan yang harus mendapatkan perhatian serius adalah mengisolasi diri dari teman-temannya atau jika anak Anda sedang melakukan diet berlebihan yang membuatnya tidak mau makan bersama orang lain.

Orang tua juga harus memperhatikan perubahan yang tiba-tiba dan ekstrem dalam pemilihan makanan, “Perubahan aneh yang tidak sesuai dengan cara mereka makan sebelumnya,” kata Becker.

Ia menyarankan setiap orang tua belajar sebanyak mungkin tentang tekanan citra tubuh pada anak perempuan. Perlu diketahui, gangguan pola makan adalah kondisi yang sangat serius, karena hal ini bisa dikaitkan dengan tindakan dengan bunuh diri, kecemasan, dan depresi.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi