Terbit: 3 April 2018
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder pada anak umumnya ditunjukkan dengan anak-anak yang kesulitan berkonsentrasi, hiperaktif dan pelupa. Sebuah penelitian menunjukkan, balita dengan ADHD ternyata memiliki ukuran otak lebih kecil dibanding dengan otak anak sebayanya.

Balita dengan ADHD Memiliki Ukuran Otak Lebih Kecil

Perbedaan ukuran otak anak ADHD

Dalam sebuah penelitian yang didanai oleh National Institutes of Health (NIH), menemukan bahwa anak-anak usai balita dengan kondisi ADHD memiliki penurunan volume otak secara signifikan di beberapa wilayah seperti korteks serebral, lobus frontal, temporal dan parietal. Daerah otak yang menunjukkan pengurangan ukuran dikenal sebagai bagian yang penting untuk mengontrol kognitif dan perilaku anak. Temuan ini menguatkan fakta bahwa ADHD adalah kondisi biologis yang memengaruhi kemampuan fisik dan kognitif anak.

“Kami harap penelitian tentang ADHD dapat mengurangi stigma bahwa ADHD hanyalah label bagi anak yang berperilaku buruk karena cara didik yang buruk. Semoga penelitian ini dapat memberi pemahaman baru tentang gangguan ADHD,” jelas Dr. Hoogman seeprti dikutip dari laman resmi Radbout University.

ADHD merupakan kondisi kejiwaan yang paling sering didiagnosis selama usia pra sekolah dan masa kanak-kanak. Salah satu tantangan dalam melakukan penelitian ini adalah sulitnya melakukan MRI pada anak-anak. Pemeriksaan MRI membutuhkan anak harus berbaring diam selama periode 30-40 menit, namun anak-anak usia balita masih kesulitan untuk melakukan instruksi tersebut. Untuk mengatasi tantangan ini, peneliti menggunakan prosedur desensitiasi perilaku individual menggunakan pemindai tiruan yang mengarah ke tingkat keakuratan hampir 90 persen.

Temuan ini diharapkan dapat menjadi tahap awal dalam penelitian mengenai ADHD pada anak-anak. Mengidentifikasi tanda bilogis pada anak usia balita dapat menolong anak yang berisiko mengalami ADHD.

“Anak-anak dengan ADHD dapat sembuh dari gangguan ini, berbeda dengan orang yang terkena di saat dewasa. Penelitian ini belum bisa menjelaskan alasannya, namun ini terjadi seperti pergeseran dalam pematangan otak yang baru terlihat di kemudian hari,” jelas Dr. Hoogman.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi