Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Data menunjukan bahwa pada kasus luka, lebih banyak pasien yang tidak dirawat di rumah sakit. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor sehingga masyarakat memilih melakukan pengobatan sendiri maupun mencari pengobatan alternatif. Penatalaksanaan luka harus dilakukan dengan baik agar tidak terjadi komplikasi, baik dari yang paling ringan seperti luka kronik dan jaringan parut maupun yang berat seperti luka akibat luka bakar (kontraktur).
Madu merupakan salah satu cara pengobatan alternatif yang efektif dan potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Madu memiliki manfaat dari zat yang terkandung didalamnya dan sifat madu untuk menyembuhkan luka dan tidak menimbulkan efek samping ketika digunakan. Selain itu, madu juga mengandung antibiotika sebagai antibakteri dan antiseptik untuk menjaga luka.
Tahun 1963 White, Hubers dan Schepartz mengidentifikasi hidrogen peroksida sebagai sumber aktivitas antimikroba utama dalam madu. Penelitian Puspitasari tahun 2007 menyatakan rendahnya aktivitas air dalam madu yang berkisar 0,52-0,62 akan menghambat pertumbuhan sebagian besar bakteri, beberapa jenis ragi dan jamur. Ketika madu diberikan secara topikal pada luka, maka daya osmosis madu akan menyerap air dari luka sehingga membantu mengeringkan jaringan yang terinfeksi serta mengurangi pertumbuhan bakteri. Penelitian Molan tahun 2001 menambahkan pH madu yang rendah 3,2 sampai 4,5 sudah mampu menghambat pertumbuhan berbagai bakteri pathogen sehingga mempercepat penyembuhan luka. Berdasarkan hasil penelitian Harli (2001) kadar gula madu yang tinggi dan adanya senyawa organic yang bersifat antibakteri akan menghambat pertumbuhan bakteri sehingga bakteri tersebut tidak dapat hidup dan berkembang. Senyawa organik tersebut tipenya bermacam-macam, yang telah teridentifikasi antara lain polyphenol, flavonoid, dan glikosida.
Berdasarkan uraian diatas, perlu kajian mengetahui pengaruh senyawa dalam madu rambutan (Nephelium lappaceum) yang berpengaruh pada penyembuhan luka, sehingga dapat dijelaskan mekanisme secara komprehensif dan bermanfaat bagi kepentingan medis sebagai terapi terbaik pagi pengobatan self medication. Terlebih lagi madu rambutan (Nephelium lappaceum) yang merupakan madu asli Indonesia. Harapannya informasi ini dapat membuka wawasan kita kegunaan madu rambutan sebagai penyembuhan luka terlebih lagi tidak hanya untuk luka tetapi masih banyak khasiat madu yang kita ketahui. Oleh karena itu mari kita lestarikan budaya tradisional untuk pengobatan di era modern ini.