Sering diam-diam stalking mantan di media sosial? Bila sekali atau dua kali, mungkin wajar saja dilakukan. Namun, lain halnya jika terlalu sering. Bisa-bisa Anda sulit untuk move on! Apa itu stalking mantan? Adakah bahayanya bagi kesehatan mental? Temukan jawabannya di sini.
Apa itu Stalking?
Staking berasal dari bahasa Inggris yang artinya menguntit. Perilaku menguntit atau mengintip ini mungkin sering kali dianggap sepele. Namun, jangan salah, stalking bisa mengganggu kesehatan mental seseorang.
Melansir Psychology Today, stalking adalah tindakan ‘pengejaran’ yang tidak diinginkan, baik di dunia maya ataupun secara langsung. Stalker (pelaku stalking) biasanya sangat terobsesi kepada korban. Kondisi tersebut tentu akan membuat seseorang merasa tidak nyaman dan terganggu.
Lantas, bagaimana dengan stalking mantan? Apakah hal ini juga memiliki efek bahaya terhadap korban, atau justru pada stalker? Ternyata, dampaknya bisa menimpa kedua belah pihak.
Pada korban, perilaku stalking bisa berdampak pada depresi, kecemasan, dan stres. Hal ini mengacu pada studi di jurnal Trends in Psychology tahun 2019.
Studi tersebut melaporkan bahwa remaja yang menjadi korban penguntitan berisiko lebih tinggi untuk mengalami gejala depresi, kecemasan, dan stres, ketimbang remaja yang bukan korban.
Selain itu, penelitian yang melibatkan sebanyak 117 remaja (62,4% perempuan), dengan usia rata-rata 16,87 tahun tersebut juga menemukan bahwa rata-rata korban adalah wanita.
Lantas, bagaimana dengan orang yang sering ‘menguntit’ mantan di media sosial? Hal ini juga berdampak pada kesehatan mental pelaku.
Menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, stalking mantan di Facebook dapat meningkatkan tekanan mental, rasa rindu, dan hasrat seksual.
Mengapa Seseorang Stalking Mantan?
Melansir Psychology Today, seseorang bisa terobsesi kepada mantan pasangannya akibat sikap ketergantungannya kepada pasangan sebelum putus. Kondisi ini dikenal dengan relationship contingent self-esteem (RCSE).
Relationship contingent self-esteem adalah kondisi ketika seseorang selalu membutuhkan validasi dari pasangannya. Orang dengan harga diri ini baru akan merasa percaya diri ketika pasangannya memberikan tanggapan positif.
Seseorang dengan RSCE bisa sangat terobsesi ketika hubungannya dengan pasangan sudah berakhir.
Jadi, ketika orang dengan relationship contingent self-esteem tidak bisa menerima hubungannya sudah berakhir, maka kondisi ini bisa mengarah kepada penguntitan.
Selain itu, menguntit mantan juga bisa terjadi karena rasa penasaran seseorang terhadap mantannya, misalnya apakah mantan mereka lebih bahagia, sudah punya yang baru, dan sebagainya.
Baca Juga: 7 Jenis Selingkuh Non Fisik yang Sering Kali Tidak Disadari
Dampak Buruk Sering Stalking Mantan di Sosmed
Sering menguntit akun sosial media mantan bisa menimbulkan sejumlah dampak buruk, di antaranya:
1. Susah move on
Salah satu efek negatif yang akan Anda rasakan ketika sering stalking mantan adalah sulit untuk move on alias melanjutkan hidup. Hal ini didukung oleh studi yang terbit dalam jurnal Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa melihat konten yang terkait dengan mantan di Facebook akan menghambat proses penyembuhan dan move on dari hubungan.
2. Sulit bahagia
Wajar saja bila Anda kepo dengan kehidupannya setelah putus cinta. Namun, jangan menguntit secara berlebihan, ya. Jangan sampai, ketika iseng stalking mantan, Anda malah kembali galau karena si Dia terlihat baik-baik saja.
Apabila hal ini Anda lakukan terus-menerus, Anda bisa saja susah untuk bahagia. Lebih baik, syukurilah apa yang Anda miliki saat ini. Belajarlah untuk melanjutkan hidup tanpanya.
3. Membanding-bandingkan
Terlalu sering stalking mantan bisa membuat Anda membanding-bandingkan kehidupan Anda dengan dirinya. Apalagi saat mantan Anda sudah menjalin hubungan asmara baru dengan yang lain.
Anita A. Chlipala, seorang pakar hubungan, terapis pernikahan dan keluarga, sekaligus penulis buku berjudul First Comes Us: The Busy Couple’s Guide to Lasting Love, angkat bicara mengenai alasan seseorang menguntit mantannya di sosial media.
Menurutnya, mereka ingin melihat apakah mantan lebih bahagia tanpanya atau sedang berkencan dengan seseorang. Jika benar adanya, hal inilah yang kemudian membuatnya membandingkan diri dengan orang baru ini.
Pada akhirnya, karena melihat mantan yang bahagia, seseorang akan terdorong untuk menunjukkan hal serupa.
Namun, penting untuk Anda ingat bahwa apa yang ditunjukkan seseorang di dunia maya sering kali bukan kondisi sebenarnya.
4. Membuat Anda kembali terluka
Menguntit akun sosial media pasangan bisa membuka luka lama. Jika Anda sudah baik-baik saja selama beberapa bulan, kemudian iseng membuka profilnya bisa membuat Anda sedih kembali.
Perlu Anda ketahui, stalking mantan bisa menjadi pertanda Anda putus cinta dengannya tidak tulus. Ini juga bisa menandakan Anda belum melanjutkan hidup.
5. Mengkhianati pasangan
Jika Anda sedang menjalin hubungan asmara baru dengan seseorang, stalking mantan akan memengaruhi hubungan Anda dengan pasangan saat ini.
Hal yang perlu Anda ingat adalah selingkuh bukan hanya soal fisik, melainkan juga perasaan. Selingkuh perasaan ini sama berbahayanya dengan selingkuh fisik.
Jika pasangan Anda saat ini memergoki Anda tengah stalking mantan, ia pun bisa kecewa. Oleh karena itu, hargailah perasaannya.
Baca Juga: 9 Efek Luka Hati bagi Kesehatan Fisik dan Cara Mengatasinya
Cara Berhenti Stalking Mantan
Agar tidak mengalami dampak dari stalking mantan, Anda bisa mengupayakan dengan tindakan-tindakan berikut:
1. Ubah pandangan Anda terhadapnya
Ingatlah, bukan hanya kenangan manis yang dia berikan. Anda juga harus menyadari kesalahan yang dia perbuat selama memadu kasih.
2. Bijaklah dalam menggunakan sosmed
Ketika hubungan kandas, jangan langsung buru-buru memblokir atau berhenti mengikuti akunnya. Tindakan ini bukanlah pilihan tepat. Sebab, Anda pasti mencari cara agar tetap melihat akunnya. Bukannya melupakan, hal itu justru akan membuat Anda semakin terobsesi.
3. Lebih menghargai diri sendiri
Percaya diri adalah hal penting yang akan mendukung Anda untuk move on. Jika sebelumnya Anda berpikir bahwa Anda beruntung memiliki si Dia, ubahlah pola pikir Anda.
Sadarilah bahwa Anda juga berharga. Mantan Anda juga harusnya bangga pernah memiliki Anda di dalam hidupnya.
5. Carilah kesibukan lain
Anda akan tergoda untuk stalking akun mantan jika sedang sedih, kesepian, atau tidak punya hal lain yang bisa dilakukan. Oleh karena itu, carilah kesibukan yang positif sehingga Anda tidak melakukannya.
6. Hindari berbicara tentang mantan kepada teman
Salah satu cara untuk berhenti stalking mantan adalah dengan menghindari topik pembicaraan yang mengarah kepadanya. Dengan begitu, Anda pun bisa melupakan mantan secara perlahan.
7. Detoks sosial media
Memblokir akun mantan tidak akan membantu. Oleh karena itu, cara efektif untuk segera terbebas dari bayang-bayang masa lalu adalah dengan detoks sosmed. Carilah kesibukan di luar sehingga Anda tidak terus-menerus memantau sosial media seharian.
Apabila kebiasaan ini sulit untuk Anda kontrol, bahkan setelah melakukan upaya-upaya yang disebutkan di atas, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi kepada psikolog.
- Bacon, Dan. I Can’t Stop Stalking My Ex. https://www.themodernman.com/blog/i-cant-stop-stalking-my-ex.html. (Diakses pada 25 Maret 2022).
- Borgers, Jeane. & Dell’Aglio, Débora. 2019. Stalking Following the Breakup of Dating Relationships in Adolescence. https://www.researchgate.net/publication/333882822_Stalking_Following_the_Breakup_of_Dating_Relationships_in_Adolescence. (Diakses pada 25 Maret 2022).
- DiDonato, Theresa E. 2020. What Leads to Stalking After a Breakup? https://www.psychologytoday.com/us/blog/meet-catch-and-keep/202007/what-leads-stalking-after-breakup. (Diakses pada 25 Maret 2022).
- Lane, Korey. & Orenstein Hannah. 2021. Here’s The Ultimate Guide to Getting Over Stalking Your Ex’s Instagram. https://www.elitedaily.com/dating/stalk-exes-social-media-instagram. (Diakses pada 25 Maret 2022).
- Marshall, Tara C. 2012. Facebook Surveillance of Former Romantic Partners: Associations with PostBreakup Recovery and Personal Growth. http://online.liebertpub.com/doi/full/10.1089/cyber.2012.0125. (Diakses pada 25 Maret 2022).