Kasus siswi SMP Negeri 147 Ciracas yang diduga melakukan bunuh diri dengan lompat dari lantai 4 sekolahnya menjadi perbincangan banyak pihak. Bahkan, di media sosial viral tangkapan layar perbincangan WhatsApp yang diduga sebagai saat-saat terakhir sang anak sebelum melakukan aksi nekatnya. Sebenarnya mengapa remaja cenderung rentan melakukan bunuh diri?
Siswi SMP N 147 Ciracas Diduga Melakukan Bunuh Diri
Sang korban adalah remaja putri berusia 14 tahun berinisial SN. Diduga, SN sudah tak tahan lagi karena sering mendapatkan perundungan sehingga memutuskan untuk terjun bebas dari lantai 4. Meski pihak sekolah membantah hal ini, aparat kepolisian menyebut akan segera melakukan pemeriksaan pada orang-orang terdekat korban.
“Kami masih mencari tahu motifnya melakukan bunuh diri dengan cara meminta keterangan dari keluarga dan teman-teman korban,” ucap Kasat Reskrim Polres Metro Jaktim, AKBP Hery Purnomo.
Selain itu, aparat juga melakukan olah TKP. Hasilnya adalah, korban memang sudah merencanakan aksi ini dengan memakai bangku sekolah.
“Kami sudah melakukan olah TKP di sekolah. Di situ memang ada bangku yang dipakai korban untuk naik. Ada juga saksi yang sudah melihat kaki korban di luar tembok sebelum terjun. Korban sepertinya memang sudah merencanakan aksi ini,” lanjutnya.
Korban SN tidak langsung meninggal di tempat usai terjun dari lantai 4 pada Selasa, 14 Januari 2020 silam. Dia sempat mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur. Sayangnya, pada kamis, 16 Januari 2020, SN mengembuskan napasnya yang terakhir karena cedera berupa patah tulang dada dan panggul, serta perdarahan dalam yang sangat parah.
Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Ciracas, Iptu Mangiring Silaen menyesalkan tindakan sekolah yang baru melaporkan kejadian ini setelah korban meninggal, bukannya setelah melakukan aksinya. Hal ini membuat penyelidikan tidak bisa dilakukan dengan mudah.
Penyebab Remaja Rentan Melakukan Bunuh Diri
Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 2015 oleh National Center for Health Statistic, Amerika Serikat menyebut jumlah kasus bunuh diri remaja perempuan dengan usia 15 hingga 19 tahun semakin meningkat dalam 40 tahun terakhir. Dalam rentang waktu 2007 hingga 2015, kasus bunuh diri pada remaja prempuan bahkan naik dua kali lipat.
Sementara itu, kasus bunuh diri pada remaja pria dengan rentang usia yang sama juga meningkat drastis dari 12 per 100 ribu populasi pada tahun 1975 menjadi 18,1 per 100 ribu populasi pada 1990. Angka ini sempat menurun menjadi 10,8 per 100 ribu populasi pada 2007, namun pada 2015, angkanya kembali naik menjadi 14,2 per 100 ribu populasi.
Dipengaruhi Media Sosial
Carl Tishler, pakar kesehatan dari Ohio State University, Amerika Serikat menyebut ada banyak sekali faktor yang membuat para remaja kini rentan melakukan bunuh diri. Salah satunya adalah penggunaan obat-obatan terlarang yang cenderung semakin masif. Selain itu, masalah rumah tangga, konflik saat melakukan hubungan, menjadi korban perundungan, hingga tidak mendapatkan dukungan dari orang-orang terkasih juga bisa menjadi penyebabnya.
Penggunaan media sosial yang bisa berimbas buruk pada kesehatan mental dan memungkinkan para remaja menjadi korban perundungan di dunia maya juga ikut memperburuk risiko para remaja untuk melakukan percobaan bunuh diri.
Menariknya, Tom Simon dari US Centers for Disease Control and Prevention menyebut kasus bunuh diri cenderung semakin meningkat saat kondisi ekonomi tidak stabil dan menurun saat kondisi ekonomi membaik. Hal ini berarti, masalah ekonomi juga bisa menjadi salah satu penyebab dari hal ini.
Sumber:
- Scutti, Susan. 2017. Suicide rate hit 40-year peak among older teen girls in 2015. https://edition.cnn.com/2017/08/03/health/teen-suicide-cdc-study-bn/index.html. (Diakses pada 18 Januari 2020).