Terbit: 26 August 2020 | Diperbarui: 4 February 2022
Ditulis oleh: Mutia Isni Rahayu | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

FoMO adalah singkatan dari “fear of missing out” yang dapat diartikan sebagai rasa takut akan tertinggal dalam berbagai hal. Fenomena ini dapat menjadi masalah serius karena dapat menyebabkan stres yang signifikan bagi sebagian orang. Ketahui selengkapnya tentang FoMO dan cara mengatasinya melalui artikel ini!

FoMO (Fear of Missing Out), Dampak untuk Kehidupan dan Cara Mengatasi

Apa Itu FoMO?

Fear of Missing Out atau FoMO adalah fenomena di mana seseorang merasa takut ketinggalan dalam berbagai aspek kehidupan. Seseorang yang mengalami kondisi ini akan merasa orang lain memiliki kehidupan yang lebih baik, lebih bersenang-senang, dan mendapatkan pengalaman yang lebih baik dan menyenangkan.

Dilansir dari verywellfamily.com, Istilah FoMO ditambahkan ke dalam Kamus Bahasa Inggris Oxford pada tahun 2013 dan diartikan sebagai perasaan gugup atau cemas yang didapatkan seseorang ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak menghadiri acara sosial baik itu karena tidak diundang atau karena tidak ingin datang.

Kondisi ini paling banyak menyerang orang dengan rentang usia 18-33 tahun. Meskipun tidak selalu berhubungan dengan media sosial, tapi banyak bukti bahwa penggunaan media sosial berpengaruh besar terhadap kondisi ini.

Apa Dampak FoMO terhadap Kehidupan?

FoMO melibatkan rasa iri yang mendalam yang memengaruhi harga diri seseorang. Kondisi ini menyebabkan seseorang merasa memiliki derajat sosial lebih rendah. Lambat laun, perasaan ini dapat menyebabkan kecemasan dan perasaan rendah diri.

Bukan tidak mungkin rasa cemas yang berlebihan akibat FoMO dapat mengganggu kehidupan seseorang. Kondisi ini dapat menyebabkan Anda terus fokus pada kehidupan orang lain, bahkan hingga lupa untuk menjalani kehidupannya sendiri.

Tingkat kepuasan yang rendah terhadap kehidupan sendiri dapat membuat seseorang yang mengalami FoMO menjadi rentan terhadap masalah kesehatan mental lainnya seperti depresi.

Kondisi ini juga berpotensi mendistraksi siswa yang sedang belajar di kelas. Alih-alih memerhatikan guru yang sedang menjelaskan, siswa lebih sibuk dengan smartphone-nya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di luar sana.

Dilansir dari Psychology Today, secara umum penelitian menunjukkan bahwa individu dengan tingkat FoMO tinggi cenderung memiliki suasana hati kurang baik, harga diri rendah, kesepian, dan rendah diri, terutama pada individu yang berpikir bahwa orang lain lebih sukses dari dirinya.

FoMO juga sering kali dikaitkan dengan kelalaian dalam mengemudi. Hal ini disebabkan karena seseorang yang mengalami kondisi ini terus-menerus memeriksa media sosial mereka meskipun sedang melakukan aktivitas penting lain seperti mengemudi. Tentunya, kondisi ini dapat meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.

Apakah FoMO Muncul karena Media Sosial?

Kemunculan FoMO pada dasarnya bukan diakibatkan karena adanya sosial media. Fenomena ini pada dasarnya sudah dipelajari sejak lama, bahkan jauh sebelum adanya tren media sosial.

Meskipun begitu, perlu diakui bahwa keberadaan media sosial ini membuat keberadaan FoMO menjadi lebih jelas dan menjadi lebih menarik untuk dikaji. Sehingga kajian tentang kondisi ini memang paling banyak dikaitkan dengan penggunaan media sosial.

Adanya media sosial memudahkan Anda untuk mengetahui kehidupan orang lain. Hal ini juga meningkatkan kemungkinan Anda untuk membandingkan kehidupan Anda dengan kehidupan orang lain.

Penggunaan Jejaring Sosial dan FoMO

Penggunaan media sosial dapat menyebabkan seseorang mengalami FoMO. Namun, ternyata FoMO sendiri juga menjadi pemicu untuk penggunaan jejaring sosial yang lebih tinggi.

Anak perempuan yang mengalami depresi cenderung lebih sering menggunakan situs jejaring sosial, sedangkan kecemasan merupakan salah satu pemicu penggunaan media sosial yang lebih besar pada anak laki-laki.

Penelitian lain menunjukkan bahwa FoMO terkait dengan perasaan perlu terlibat di media sosial atau meningkatkan keterlibatan tersebut. Dapat dikatakan bahwa tingkat stres yang dihasilkan akibat penggunaan media sosial, justru semakin meningkatkan intensitas penggunaan media sosial tersebut.

Hal ini membuktikan bahwa antara FoMO dan penggunaan media sosial, tercipta sebuah siklus negatif yang tidak berujung.

Bagaimana Cara Mengatasi FoMO?

Munculnya stres hingga depresi, tingkat kepuasan hidup yang rendah, perasaan rendah diri, dan banyak hal negatif lain akibat FoMO tentunya tidak dapat dibiarkan begitu saja.  Jika ingin mendapatkan kehidupan yang lebih tenang dan lebih baik, kita harus dapat mencari cara untuk paling tidak meminimalisir ketakutan yang dialami.

Berikut adalah beberapa cara mengatasi FoMO yang dapat diterapkan:

1. Melacak Pikiran Negatif

Cara pertama yang dapat dilakukan adalah melacak pikiran negatif dengan cara menuliskannya pada sebuah jurnal. Ini dapat membantu Anda untuk mengetahui seberapa sering Anda memiliki pikiran tersebut dan tindakan apa yang dilakukan ketika pikiran tersebut muncul.

Setelahnya, Anda dapat mengamati jurnal tersebut untuk mengetahui adanya pola negatif dan menganalisis hal apa saja yang bisa diubah untuk memperbaiki pola tersebut.

Melacak pikiran negatif yang sering muncul juga dapat membantu Anda untuk lebih sadar terhadap pikiran tersebut, sehingga Anda dapat mengganti pikiran tersebut dengan pikiran yang lebih positif dan masuk akal.

2. Hindari Media Sosial Sesekali

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penggunaan media sosial berkaitan erat dengan FoMO.

Membatasi penggunaan media sosial sesekali seharusnya dapat mengurangi kondisi ini. Perasaan takut tertinggal mungkin akan tetap muncul saat Anda istirahat sejenak dari media sosial. Maka dari itu, sebagai gantinya, Anda harus mencari kesibukan lain yang akan menyita pikiran Anda seperti memasak, membaca buku, atau melakukan aktivitas fisik.

3. Praktikkan Mindfulness

Mindfulness atau kesadaran penuh adalah kondisi di mana seseorang fokus sepenuhnya terhadap apa pun yang sedang dilakukannya saat itu.

Ketika Anda dapat sepenuhnya fokus pada apa yang sedang dikerjakan saat itu, maka tidak akan ada ruang dalam pikiran untuk rasa khawatir dan cemas.

Hal ini mungkin tidak dapat Anda langsung kuasai, tapi tidak ada salahnya jika Anda mempraktikkannya dalam kegiatan tertentu. Contohnya ketika Anda sedang berjalan-jalan di alam, maka Anda hanya perlu berjalan sambil menikmati keindahan alam yang ada di sekitar Anda seperti rindangnya pohon atau suara kicauan burung.

FoMO memang tidak selalu menjadi kondisi yang parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari, tapi tidak ada salahnya jika kita menekan rasa takut ini sebisa mungkin. Menjaga kepuasan terhadap hidup Anda sendiri adalah salah satu cara menjaga kesehatan mental Anda.

Jadi, cobalah untuk menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan FoMO dan cobalah untuk menikmati hidup Anda sendiri mulai hari ini!

 

  1. Gordon, Sherri. 2019. How FOMO Impacts Teens and Young Adults. https://www.verywellfamily.com/how-fomo-impacts-teens-and-young-adults-4174625. (Diakses 26 Agustus 2020).
  2. Scott, Elizabeth. How to Deal With FOMO in Your Life. https://www.verywellmind.com/how-to-cope-with-fomo-4174664#citation-1. (Diakses 26 Agustus 2020).
  3. Vitelli, Romeo. The FoMo Health Factor. https://www.psychologytoday.com/us/blog/media-spotlight/201611/the-fomo-health-factor. (Diakses 26 Agustus 2020).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi