Terbit: 3 November 2020
Ditulis oleh: Devani Adinda Putri | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Tahukah Anda tentang sindrom patah hati? Sekumpulan gejala yang mirip dengan serangan jantung akibat perasaan sangat emosional dari peristiwa traumatis apa pun yang membuat seseorang patah hati parah. Ketahui apa itu sindrom patah hati, gejala, penyebab, dan cara mengatasinya.

Sindrom Patah Hati: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasi

Apa Itu Sindrom Patah Hati?

Sindrom patah hati adalah gangguan jantung sementara yang terasa seperti serangan jantung akibat gangguan emosi ekstrim, patah hati, atau kesedihan mendalam. Gejalanya berupa perubahan ritme jantung, otot jantung melemah, nyeri dada, sesak napas, dan gangguan jantung dalam memompa darah penuh oksigen ke seluruh tubuh.

Sindrom patah hati atau broken heart syndrome terjadi akibat peristiwa traumatis yang membuat seseorang menjadi sangat emosional atau sedih, seperti perpisahan, putus dari kekasih, perceraian, kehilangan pekerjaan, atau kematian seseorang yang sangat Anda cintai. Lonjakan hormon stres secara drastis memberi efek tiba-tiba yang menyerang fungsi jantung.

Kondisi ini juga disebut dengan Takotusubo cardiomyopathy, apical ballooning syndrome, dan stress-induced cardiomyopathy. Secara harfiah berarti akumulasi stres dan kesedihan yang memicu kegagalan otot jantung atau disfungsi jantung sementara. Jadi, patah hati adalah respon emosional yang juga dapat memengaruhi kesehatan fisik secara dramatis.

Broken heart syndrome tidak menyebabkan kerusakan permanen pada otot jantung. Biasanya fungsi jantung kembali normal setelah beberapa saat atau beberapa hari ketika orang tersebut mulai lebih tenang dan konsumsi obat jantung.

Gejala Sindrom Patah Hati

Gejala broken heart syndrome biasanya terjadi sesaat setelah Anda mengalami lonjakan emosi atau kesedihan tak terduga. Misalnya, Anda menerima kabar duka cita dari seseorang yang sangat Anda kasihi secara tiba-tiba. Gejala tersebut dapat bertahan selama beberapa menit, jam, atau beberapa hari dan kebanyakan akan membaik dalam beberapa waktu kemudian.

Akumulasi perasaan sedih tersebut dapat menyebabkan gejala seperti serangan jantung, termasuk:

  • Nyeri dada (angina).
  • Sesak napas.
  • Tekanan darah rendah.
  • Lemas dan lemah.
  • Bingung.
  • Pingsan.
  • Pusing.
  • Mual.
  • Aritmia, detak jantung tidak teratur.
  • Syok kardiogenik, otot jantung tiba-tiba melemah.

Syok kardiogenik adalah kondisi darurat karena jantung tidak mampu memompa dan mengalirkan darah penuh oksigen ke seluruh tubuh. Penyebab utama orang yang meninggal dalam serangan jantung adalah syok kardiogenik.

 

Kapan Harus ke Dokter?

Anda bisa mengkondisikan untuk pergi ke dokter umum bila mengalami nyeri dada dan sesak napas yang mengkhawatirkan. Bila gejalanya semakin memburuk dan Anda mengalami disfungsi dalam kehidupan akibat berbagai kesedihan dan faktor stres berlebihan, Anda juga disarankan untuk konsultasi dengan terapis atau psikiater.

Penyebab Sindrom Patah Hati

Penyebab sindrom patah hati tidak dipahami secara pasti. Beberapa faktor seperti lonjakan pelepasan hormon stres (katekolamin) dan hormon adrenalin akibat stres emosional dan fisik mengurangi kemampuan jantung dalam memompa darah penuh oksigen.

Berbagai peristiwa traumatis memicu broken heart syndrome, termasuk:

  • Patah hati berat.
  • Putus cinta.
  • Perceraian.
  • Menerima suatu berita yang sangat mengejutkan.
  • Mengalami kekerasan rumah tangga.
  • Kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
  • Kematian seseorang yang sangat berarti.
  • Kehilangan pekerjaan.
  • Diagnosis penyakit yang membuat seseorang menjadi sangat putus asa.
  • Serangan asma, menderita patah tulang tiba-tiba, luka bakar, atau harus menjalani operasi besar yang tak terduga.
  • Menghadapi sebuah kondisi rumit, sedih, dan membuat stres mendadak seperti pada masa pandemi, bencana, dan peristiwa sedih lainnya.

Penyebabnya berawal dari peristiwa emosional yang intens hingga menyebabkan kontraksi maupun kelemahan jantung. Walaupun demikian, broken heart syndrome tidak menyebabkan kerusakan jantung parah.

Faktor Risiko Sindrom Patah Hati

Setiap orang memiliki respon emosional berbeda saat mengalami rangkaian peristiwa yang membuat patah hati. Sebagian orang mungkin bisa tenang sementara yang lainnya merasakan lonjakan emosi yang sangat kuat hingga membuat fisik lemah.

Berdasarkan perhitungan, wanita lebih rentan mengalami broken heart syndrome karena secara genetik, wanita selalu lebih emosional daripada pria.

Broken heart syndrome juga rentan terjadi pada beberapa golongan, termasuk:

  • Berusia lebih dari 50 tahun.
  • Memiliki kondisi neurologis seperti gangguan saraf, kejang, atau riwayat cedera kepala.
  • Orang dengan riwayat masalah kesehatan mental seperti depresi atau pengalaman buruk pada masa lalu.

Diagnosis Sindrom Patah Hati

Broken heart syndrome sering dikira sebagai serangan jantung, padahal berbeda. Maka dari itu, Anda mungkin butuh diagnosis langsung dari tim medis menggunakan beberapa pemeriksaan, termasuk:

  • Pemeriksaan riwayat medis, pemeriksaan fisik, gejala, dan riwayat tragedi yang memicu broken heart syndrome.
  • Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) untuk memastikan aktivitas dan kondisi jantung.
  • Ekokardiografi, memeriksa fungsi jantung dengan gelompang suara.
  • Rontgen dada untuk memeriksa seluruh struktur organ dalam dada termasuk jantung dan paru-paru.
  • Cardiac MRI (magnetic resonance imaging), tes pencitraan untuk mengevaluasi semua kondisi jantung.
  • Tes darah, penderita broken heart syndrom memiliki enzim cardiac lebih tinggi.

Hasil diagnosis akan memberitahu apakah gejala yang Anda alami hanya broken heart syndrome atau serangan jantung.

Berikut ini perbedaan antara sindrom patah hati dan serangan jantung:

  • Broken heart syndrome terjadi tiba-tiba setelah Anda sedih, stres, atau depresi.
  • Hasil EKG menunjukan aktivitas listrik jantung normal pada penderita broken heart syndrome.
  • Pada serangkaian tes lain tidak menunjukan adanya kerusakan jantung, sementara penderita serangan jantung mengalami kerusakan jantung.

 

Cara Mengatasi Sindrom Patah Hati

Dokter akan memberikan saran perawatan dan pengobatan setelah diagnosis jelas bahwa Anda mengalami broken heart syndrome bukan serangan jantung. Bila Anda harus menjalani perawatan di rumah sakit, dokter akan memberi obat-obatan untuk membantu melancarkan fungsi jantung, seperti:

  • Enzim pengubah angiotensin (ACE).
  • Penghambat reseptor angiotensin II.
  • Penghambat beta.
  • Obat diuretik.

Anda juga harus melakukan pemeriksaan jantung rutin untuk memastikan kondisi jantung sehat. Kebanyakan pasien akan sembuh dalam beberapa bulan, sementara mereka harus belajar mengelola emosi.

Komplikasi Sindrom Patah Hati

Sebagian besar pasien broken heart syndrome dapat pulih tanpa komplikasi, namun bisa menyebabkan komplikasi fatal seperti:

  • Detak jantung tidak normal, mungkin lebih cepat atau lebih lambat.
  • Tekanan darah rendah (hipotensi).
  • Gagal jantung.
  • Edema paru-paru.

Cara Mencegah Sindrom Patah Hati

Broken heart syndrome mungkin tidak ada pencegahannya dan bahkan dapat terjadi beberapa kali dalam hidup seseorang saat mengalami kesedihan dan stres. Dokter menyarankan untuk menggunakan obat beta-blockers.

Selebihnya, harap kelola gejala stres setiap hari. Lakukan meditasi, jaga orang-orang yang Anda sayangi, dan konsultasi ke psikolog bila perlu terkait masalah kesehatan mental.

 

  1. Cleveland Clinic. 2020. Broken Heart Syndrome. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17857-broken-heart-syndrome. (Diakses pada 03 November 2020).
  2. Heart.org. Is Broken Heart Syndrome Real?. https://www.heart.org/en/health-topics/cardiomyopathy/what-is-cardiomyopathy-in-adults/is-broken-heart-syndrome-real. (Diakses pada 03 November 2020).
  3. Mayo Clinic. 2020. Broken heart syndrome. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/broken-heart-syndrome/symptoms-causes/syc-20354617. (Diakses pada 03 November 2020).
  4. University of Lowa Hospitals and Clinics. 2020. Ask an expert: What is broken-heart syndrome?. https://uihc.org/health-topics/ask-expert-what-broken-heart-syndrome. (Diakses pada 03 November 2020).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi