DokterSehat.Com – Apa itu skizofrenia? Skizofrenia adalah gangguan psikologis yang bisa mengubah cara seseorang dalam berpikir, bertindak, berhubungan dengan orang lain, dan mengartikan suatu peristiwa. Seseorang yang mengalami skizofrenia sering kali mengalami masalah dalam melakukan fungsinya sehari-hari.
Penyebab Skizofrenia
Hingga kini penyebab penyakit skizofrenia belum diketahui dengan pasti. Para peneliti telah menemukan beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya skizofrenia, di antaranya:
1. Skizofrenia dapat diturunkan dari orang tua
Apabila seseorang dari keluraga Anda mengalami skizofrenia, maka Anda 10% lebih berisiko mengalami kondisi yang sama. Risiko dapat meningkat menjadi 40% apabila kedua orang tua mengalami skizofrenia. Sementara itu, orang yang memiliki saudara kembar dengan skizofrenia, risiko meningkat menjadi 50 %.
2. Arus listrik dan zat kimia dalam otak
Orang dengan skizofrenia memiliki pengaturan zat kimia tertentu (neurotransmiter) di dalam otaknya yang bisa mengganggu perjalanan sinyal kelistrikan di dalam otak, yang kemudian dapat mengganggu pola pikir dan perilaku.
3. Kelainan otak
Penelitian lain mengungkapkan bahwa orang dengan skizofrenia struktur dan fungsi otaknya abnormal. Namun, kelainan ini tidak terjadi pada semua orang yang menderita skizofrenia. Kondisi ini bisa juga terjadi pada orang yang tidak menderita skizofrenia.
4. Faktor lingkungan
Penyebab skizofrenia lainnya adalah karena dipengaruhi oleh lingkungan. Infeksi virus, paparan zat beracun atau tingkat stres yang tinggi, dapat mencetuskan terjadinya skizofrenia pada orang yang rentan mengalaminya termasuk orang dengan riwayat keluarga penderita skizofrenia.
5. Pengaruh sosial dan psikologis
Pengalaman masa kecil akan permusuhan, pertengkaran dan beratnya tekanan hidup membuat seseorang berisiko mengalami stres hingga depresi, di mana semuanya dapat menjadi pemicu kambungnya skizofrenia
6. Komplikasi kehamilan dan persalinan
Kekurangan nutrisi, preeklamsia, diabetes, paparan racun dan virus, serta perdarahan dalam masa kehamilan diduga berisiko menyebabkan skizofrenia pada anak. Selain itu, Komplikasi saat persalinan, juga berisiko menyebabkan skizofrenia pada anak. Misalnya kekurangan oksigen saat dilahirkan (asfiksia), lahir prematur dan berat badan lahir rendah.
7. Pengguna narkoba
Menggunakan kokain, amfetamin dan ganja bisa memicu terjadinya penyakit skizofrenia. Sebuah penelitian mengungkapkan, pengguna ganja berisiko empat kali lebih tinggi mengalami skizofrenia.
Jenis Skizofrenia
Pada umumnya, skizofrenia paranoid merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Gejala skizofrenia paranoid yang paling khas adalah mengalami delusi dan halusinasi. Mereka yang mengalami skizofrenia jenis ini cenderung mendengar suara-suara di dalam pikirannya dan melihat sesuatu yang tidak nyata.
Berikut ini adalah beberapa jenis skizofrenia yang bisa Anda kenali, antara lain:
1. Skizofrenia katonik
Skizofrenia jenis ini bisa dikenali dengan adanya gangguan pergerakan. Penderitanya cenderung tidak bergerak atau justru bergerak hiperaktif. Pada beberapa kasus, ditemukan juga penderita yang tidak mau berbicara atau mengulangi perkataan orang lain. Seseorang yang mengalami penyakit skizofrenia jenis sering kali tidak mempehatikan kebersihan dirinya.
2. Skizofrenia residual
Penderita skizofrenia jenis ini tidak menunjukkan gejala umum dari skizofrenia seperti mengalami halusinasi atau tidak teratur dalam berperilaku dan berbicara. Penderitanya baru bisa mendapatkan diagnosis setelah satu dari empat jenis skizofrenia lain telah terjadi.
3. Skizofrenia diferentiatif
Skizofrenia jenis ini adalah yang paling sering terjadi. Gejala yang bisa muncul adalah kombinasi dari beragam subtipe dari skizofrenia lainnya.
4. Skizofrenia tidak teratur
Skizofrenia tidak teratur adalah jenis yang paling kecil untuk disembuhkan. Penyakit gangguan mental jenis ini ditandai dengan tingkah laku dan ucapan yang sulit dipahami, tertawa tanpa alasan atau terlihat sibuk dengan pandangannya sendiri.
Gejala Skizofrenia
Pada dasarnya, gejala skizofrenia dibagi menjadi dua kategori yaitu positif dan negatif. Positif di sini bukan berarti baik, tetapi gejala yang menunjukkan pola pikir atau tingkah laku tidak rasional tampak sangat jelas, bahkan berlebihan. Gejala yang terkadang disebut gejala psikotik ini antara lain:
- Delusi atau waham. Delusi adalah kepercayaan aneh yang tidak realistis dan orang yang meyakininya tersebut tidak mau diubah keyakinannya walaupun sudah diberi informasi yang benar. Contohnya, orang yang menderita delusi mungkin merasa bahwa orang lain bisa mendengarkan isi pikirannya, bahwa dirinya adalah Tuhan, atau bahwa orang lain berusaha mengendalikan pikirannya.
- Halusinasi. Halunasi adalah perasaan mengalami sesuatu yang terasa nyata, namun sebenarnya perasaan itu hanya ada di pikiran. Misalnya melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, mendengar suara, atau merasakan sentuhan di kulit walaupun tidak ada yang menyentuh.
- Menurunnya kemampuan berpikir dan berbicara. Gejala dapat terlihat dari kesulitan penderita dalam berbicara dan berkonsentrasi. Bahkan, caranya berkomunikasi juga membingungkan sehingga sulit dimengerti.
- Perubahan perilaku. Perilaku penderita skizofrenia sulit diprediksi sehingga bisa bertindak semaunya tanpa alasan yang jelas.
Selain gejala skizofrenia positif, gejala lainnya adalah gejala negatif skizofrenia. Negatif di sini bukan berarti buruk, melainkan tidak adanya tingkah laku tertentu yang pada orang normal ada tetapi pada skizofrenia tidak ada. Gejalanya meliputi:
- Kurangnya emosi, tidak bisa dibedakan apakah senang atau sedih.
- Penarikan diri dari keluarga, teman, dan aktivitas sosial.
- Kurangnya energi.
- Tidak banyak bicara.
- Kurangnya motivasi.
- Perubahan pola tidur.
- Kehilangan rasa puas atau kesenangan dalam hidup.
- Kurangnya perawatan diri.
Diagnosis Skizofrenia
Diagnosis yang dilakukan oleh dokter biasanya dilakukan secara menyeluruh. Dokter spesialis kejiwaan akan melakukan wawancara secara mendalam pada pasien dan keluarganya untuk menentukan diagnosis dan terapi yang tepat.
Beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan dokter untuk mendiagnosis skizofrenia, di antaranya:
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk membantu memastikan apakah terdapat masalah lain yang dapat menyebabkan gejala.
2. Pemeriksaan darah
Tes darah dilakukan guna memastikan jika gejala yang ditimbulkan pasien bukan karena pengaruh alkohol, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi medis lainnya.
3. Tes kejiwaan
Dokter spesialis kejiwaan atau ahli kesehatan mental akan memeriksa status mental pasien dengan menganalisa suasana hati, pikiran, penampilan atau diskusi tentang pengalaman pribadi dan keluarga.
4. Metode pencitraan
Diagnosis dengan metode pencitraan seperti MRI atau CT scan diperlukan untuk melihat apakah terdapat kelainan pada sistem saraf pusat dan struktur otak.
Pengobatan Skizofrenia
Hingga kini belum ada obat yang bisa menyembuhkan skizofrenia. Pengobatan yang dilakukan hanya sebatas untuk mengurangi dan mengendalikan gejala. Beberapa metode pengobatan tersebut, di antaranya:
1. Konsumsi obat-obatan
Ketika skizofrenia menyebabkan delusi dan halusinasi, dokter akan meresepkan obat antipsikotik dalam dosis seminimal mungkin. Obat antipsikotik bekerja dengan menghambat efek dopamin dan serotonin dalam otak. Meski gejala yang dialami sudah membaik, penderita harus mengonsumsi obat ini seumur hidup.
Obat antipsikotik dapat diberikan dalam bentuk suntik atau tablet. Pada penderita yang mudah diatur, dokter akan memberikan antipsikotik bentuk tablet. Tetapi pada penderita yang sulit diberikan tablet antipsikotik, dokter bisa memberikan antipsikotik jenis suntik.
Efek samping obat antipsikotik yang terjadi antara lain: menurunnya penglihatan dan gairah seks, berat badan bertambah, mulut kering, kejang, pusing, hingga tremor.
Obat antipsikotik sendiri terbagi dalam jenis tipikal dan atipikal. Namun, saat ini dokter lebih menyarankan untuk konsumsumsi antipsikotik atipikal (generasi baru), karena memiliki efek samping yang lebih sedikit.
Beberapa jenis antipsikotik atipikal antara lain risperidone, olanzapine, clozapine dan aripiprazole. Sedangkan jenis antipsikotik tipikal adalah haloperidol, fluphenazine dan chlorpromazine.
2. Terapi kognitif
Penyakit mental yang terjadi pada beberapa orang didasari karena penderita memiliki konsep pemikiran yang dibangun bukan dengan logika. Terapi kognitif akan disarankan dokter untuk membantu pasien menemukan kebiasaan alam bawah sadar yang menyebabkan skizofrenia. Setelah itu, terapi lanjutan yang bisa dilakukan adalah terapi perilaku dan pelatihan secara psikologis untuk memperbaiki cara berpikir.
Sering kali dokter juga menggunakan pengobatan psiko-sosial untuk penyakit skizofrenia. Pengobatan psikososial adalah terapi konseling yang mendukung kegiatan sehari-hari.
3. Terapi elektrokonvulsif
Terapi ini adalah metode pengobatan yang efektif untuk meredakan keinginan penderita skizofrenia yang ingin melakukan tindakan bunuh diri, penanganan psikosis atau depresi berat. Terapi ini umumnya dilakukan seminggu 2-3 kali, selama 2-4 minggu, dan bisa dikombinasikan dengan pemberian obat dan psikoterapi.
Saat menjalankan terapi ini, penderita akan diberikan bius umum dan obat untuk membuat otot lebih rileks. Setelah itu, dokter akan memasang elektroda di ubun-ubun penderita. Arus listrik rendah akan mengalir melalui elektroda, dan memicu kejang singkat di otak pasien.
Terapi ini membantu penderita skizofrenia untuk memperbaiki daya ingat dan mestimulus kesadarannya dengan menyebabkan perubahan kimia otak.