DokterSehat.Com – Salah satu perbedaan yang mecolok dari pria dan wanita adalah ciri fisiknya. Namun terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan ciri fisik seseorang justru lebih mirip dengan lawan jenisnya. Salah satunya adalah sindrom klinefelter yang terjadi pada laki-laki.
Apa Itu Sindrom Klinefelter?
Sindrom klinefelter atau yang sering juga disebut sebagai sindrom XXY adalah kondisi yang terjadi apabila anak laki-laki dilahirkan dengan kromosom X berlebih. Kromosom adalah struktur pembawa gen yang ditemukan dalam setiap sel di tubuh manusia. Terdapat dua jenis kromosom yang menentukan jenis kelamin, yaitu kromosom X dan Y.
Kromosom ini selalu berpasangan. Pada jenis kelamin bayi perempuan, ditemukan kromosom XX, sedangkan pada bayi laki-laki ditemukan kromosom XY. Sedangkan pada sindrom klinefelter, bayi laki-laki memiliki kromosom XXY, yang artinya terdapat kelebihan kromosom X.
Normalnya seseorang memiliki 46 kromosom. Pada sindrom klinefelter, seseorang dapat memiliki 47 kromosom (47, XXY). Kondisi lain yang lebih langka juga dapat menyebabkan seseorang memiliki lebih dari 47 kromosom. Contohnya seperti sindrom 48 kromosom dengan XXXY atau XXYY dan 49 kromosom dengan XXXXY.
Pemilik kromosom XXY secara genetik merupakan pria, karena memiliki kromosom Y yang tidak mungkin dimiliki oleh wanita. Namun kehadiran kromosom X berlebih ini juga dapat memengaruhi pertumbuhan, terutama pertumbuhan fisik.
Sindrom klinefelter juga bisa berpengaruh pada kondisi kesehatan tertentu, terutama yang terkait dengan hormon. Kondisi ini merupakan kondisi yang umum dan terjadi pada 1 dari 660 pria.
Penyebab Sindrom Klinefelter
Secara umum penyebab sindrom klinefelter adalah karena adanya tambahan kromosom X. Kondisi ini dapat terjadi karena secara kebetulan telur atau sperma datang bersamaan saat pembuahan.
Disebutkan juga bahwa kehamilan pada ibu dengan usia di atas 35 tahun dapat meningkatkan risiko sindrom ini terjadi. Namun kondisi ini juga hanya berpengaruhnya sangat kecil.
Gejala Sindrom Klinefelter
Gejala sindrom klinefelter dapat berbeda sesuai dengan tahapan usia seseorang. Terdapat ciri-ciri sindrom klinefelter yang mungkin dapat dideteksi sejak bayi, tapi terdapat juga banyak kasus di mana ciri-ciri penderita sindrom klinefelter baru terlihat setelah memasuki masa pubertas.
Berikut adalah gejala sindrom klinefelter yang dibedakan berdasarkan tahapan usia seseorang:
Gejala sindrom klinefelter pada bayi
Gejala sindrom klinefelter pada bayi dapat ditandai dengan ciri-ciri seperti berikut ini:
- Terlahir dengan hernia atau testis belum jatuh ke skrotum
- Lebih tenang dari bayi pada umumnya
- Pertumbuhan lebih lambat seperti dalam belajar untuk duduk, merangkak, hingga berbicara
- Memiliki otot yang lemah.
Gejala sindrom klinefelter pada anak-anak
Gejala sindrom klinefelter pada anak-anak dapat ditandai dengan ciri-ciri seperti berikut ini:
- Energi jauh lebih rendah dibanding anak seusianya
- Kesulitan untuk bersosialisasi
- Kesulitan berbicara tentang perasaannya
- Malu dan rendah diri
- Kesulitan dalam pelajaran seperti membaca, menulis, dan matematika
Gejala sindrom klinefelter pada remaja
Gejala sindrom klinefelter pada remaja dapat ditandai dengan ciri-ciri seperti berikut ini:
- Masa pubertas terlambat atau tidak datang sama sekali
- Ukuran payudara lebih besar dari remaja lelaki pada umumnya
- Pertumbuhan otot lebih lambat
- Lengan dan kaki lebih panjang
- Pinggul lebih lebar
- Tubuh lebih pendek
- Penis dan testis lebih kecil
- Tubuh lebih tinggi dibandingkan anggota keluarga lain
Gejala sindrom klinefelter pada pria dewasa
Selain gejala yang terjadi pada remaja, ciri-ciri sindrom klinefelter lain pada pria dewasa dapat ditandai dengan ciri-ciri seperti berikut ini:
- Ketidaksuburan
- Hasrat seksual rendah
- Tingkat testosteron rendah
- Gangguan ereksi
Diagnosis Sindrom Klinefelter
Jika menemukan ciri-ciri sindrom klinefelter pada diri Anda atau anggota keluarga Anda. Ada baiknya untuk melakukan pemeriksaan untuk memastikannya. Dokter umumnya akan mulai dengan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis sindrom klinefelter.
Dokter akan memeriksa beberapa bagian tubuh seperti dada, penis, dan testis. Pemeriksaan sederhana untuk memeriksa refleks Anda juga mungkin dilakukan. Selain pemeriksaan fisik dan bertanya tentang riwayat kesehatan umum Anda, pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah:
- Analisis kariotipe: Analisis kariotipe atau analisis kromosom adalah tes darah yang dilakukan untuk melihat kromosom seseorang.
- Tes hormon: Pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa kadar hormon, dapat dilakukan melalui urin atau darah.
Kondisi Lain yang Disebabkan Sindrom Klinefelter
Sindrom klinefelter tidak selalu serius, tapi kondisi ini juga dapat memicu berbagai kondisi kesehatan lainnya. Seseorang dengan sindrom klinefelter dapat berisiko lebih tinggi terkena gangguans seperti:
- Penyakit autoimun
- Kanker payudara
- Kanker yang memengaruhi darah, sumsum tulang, dan kelenjar getah bening
- Diabetes
- Penyakit kardiovaskular
- Osteoporosis
- Penyakit paru-paru
- Masalah kesehatan mental
Penanganan Sindrom Klinefelter
Meskipun kondisi sindrom klinefelter tidak selalu serius, beberapa gejala yang muncul juga terkadang memerlukan penanganan tertentu. Berikut adalah beberapa cara mengobati sindrom klinefelter yang bisa dilakukan:
- Terapi pengganti testosteron, umumnya dalam bentuk terapi obat dengan kandungan testosterone. Dapat membantu perkembangan suara, wajah, rambut, peningkatan massa otot, pengurangan lemak, dan peningkatan energi.
- Terapi fisik, membantu meningkatkan kekuatan dan membangun otot.
- Terapi okupasi, membantu masalah koordinasi.
- Terapi wicara, jika terjadi kesulitan bicara pada anak-anak yang mengalami sindrom ini.
- Konseling di sekolah, ditujukan untuk anak yang mengalami masalah perilaku atau kesulitan belajar di sekolah.
- Dukungan psikologis, dibutuhkan jika sindrom ini berpengaruh pada kesehatan mental.
- Operasi plastic, dibutuhkan untuk mengangkat jaringan payudara yang tumbuh abnormal.
Bagaimana Cara Pencegahan Sindrom Klinefelter?
Sindrom klinefelter adalah sebuah kelainan genetik dan pada dasarnya tidak dapat dicegah. Kehamilan pada ibu di atas usia 35 tahun juga merupakan faktor risiko satu-satunya. Faktor risiko ini mungkin dihindari, tapi kemungkinannya juga sangat kecil.
Cara lain yang bisa dilakukan sebagai pencegahan adalah dengan memeriksakan kandungan secara rutin untuk mendeteksi dini kelainan ini. Selain itu, pemeriksaan rutin setelah bayi lahir hingga beranjak dewasa juga harus dilakukan untuk mengetahui kondisi ini dengan lebih cepat.
Sumber:
- What is Klinefelter Syndrome? – https://www.webmd.com/men/klinefelter-syndrome#1 diakses 25 Maret 2019
- Klinefelter syndrome – https://www.nhs.uk/conditions/klinefelters-syndrome/ diakses 25 Maret 2019