Terbit: 22 November 2017 | Diperbarui: 5 July 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Kunci untuk memahami aspek-aspek negatif dari stres adalah konsep milieu ineteriur (lingkungan internal tubuh), yang pertama kali dikemukakan oleh seorang fisiolog Perancis, Claude Bernard. Dalam konsep ini, ia menggambarkan prinsip-prinsip keseimbangan dinamis. Dalam keseimbangan yang dinamis, konstansi, keadaan tubuh yang stabil (steady state)  di lingkungan tubuh internal penting untuk kelangsungan hidup. Oleh karena itu, perubahan eksternal lingkungan atau kekuatan eksternal yang mengubah keseimbangan internal harus ditanggapi dan dikompensasi agar organisme dapat hidup. Contoh lingkungan eksternal: suhu, konsentrasi oksigen di udara, pengeluaran energi, dan adanya predator. Selain itu, penyakit juga merupakan stres yang mengancam konstansi dari milieu interieur.

Stres – Sejarah Singkat

Ahli saraf Walter Cannon menciptakan istilah homeostasis untuk selanjutnya menentukan keseimbangan dinamis yang telah Bernard jelaskan. Dia juga adalah yang pertama dikreditkan dengan mengakui bahwa stres bisa terdiri dari stres emosional dan stres fisik. Melalui eksperimen, ia mendemonstrasikan konsep respons “fight or flight” (hadapi atau lari) ketika manusia dan hewan terancam. Selanjutnya, Cannon menelusuri reaksi ini untuk mengelaah pelepasan neurotransmiter yang kuat bagian dari kelenjar adrenal, bagian medula. Neurotransmiter adalah bahan kimia tubuh yang membawa pesan dari saraf ke saraf. Medula adrenal mensekresi dua neurotransmitter, epinefrin (juga disebut adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), dalam respons terhadap stres. Pelepasan neurotransmiter ini menyebabkan efek fisiologis terlihat pada respons “fight or flight”, misalnya, detak jantung yang cepat, dan peningkatan kewaspadaan.

Hans Selye, ilmuwan lain yang dikenal untuk studi stres, memperpanjang pengamatan Cannon. Dia meneliti kelenjar pituitari, kelenjar kecil di dasar otak, sebagai bagian dari sistem respons stres tubuh. Dia menggambarkan bagaimana kelenjar ini mengatur sekresi hormon (misalnya, kortisol) yang penting dalam respons fisiologis terhadap stres. Selain itu, Selye memperkenalkan stres dari segi fisika dan teknik dan didefinisikan sebagai “aksi yang saling tumpang tindih pada setiap bagian dari tubuh, fisika, atau psikologis”.

Dalam eksperimennya, Selye menimbulkan stres pada tikus percobaan dalam berbagai cara. Dia menemukan respons psikologis dan fisik yang khas dan konstan untuk situasi yang merugikan yang dikenakan pada tikus. Pada tikus yang terkena stres konstan, ia mengamati pembesaran kelenjar adrenal, ulkus gastrointestinal, dan penurunan sistem kekebalan tubuh. Dia menamai respons terhadap stres ini sebagai “adaptasi general” atau “sindrom stres”. Dia menemukan bahwa proses ini, merupakan proses adaptif (sehat, mampu melakukan penyesuaian yang tepat) dan normal bagi organisme dalam menangkal stres, namun bisa menjadi penyakit. Artinya, proses adaptif, jika berlebihan, bisa merusak tubuh. Pengamatan ini, kemudian, adalah awal dari pemahaman tentang mengapa stres, stres yang berlebihan, bisa berbahaya.

Stres – Halaman Selanjutnya: 1 2 3 4 5 6 7 8 9

DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi