Terbit: 25 March 2019
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com – Salah satu kelainan yang biasa terjadi pada ibu hamil adalah oligohidramnion. Kejadian oligohidramnion ini perlu diwaspadai oleh para ibu hamil karena bisa menimbulkan beberapa komplikasi pada janin dan kehamilan.

Oligohidramnion: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Oleh karena itu, simaklah penjelasan ini supaya bisa menemukan informasi penting mengenai oligohidramnion termasuk pengertian, penyebab, tanda atau gejala, diagnosis, komplikasi, dan pengobatan oligohidramnion.

Apa itu oligohidramnion?

Oligohidramnion adalah kelainan cairan amnion (cairan ketuban) pada ibu hamil berupa kekurangan cairan amnion dari jumlah normal. Kejadian oligohidramnion ditandai dengan nilai indeks kantung amnion sebesar 5 cm atau volume cairan amnion sebanyak 500 cc.

Biasanya, oligohidramnion terjadi ketika usia kehamilan mulai menginjak trimester III atau lewat bulan (42 minggu). Akan tetapi, pada beberapa kasus, oligohidramnion bisa saja terjadi pada trimester I atau II.

Ibu hamil yang mengalami oligohidramnion sebelum trimester III biasanya dikarenakan memiliki komplikasi kehamilan yang cukup serius. Namun, Anda tidak perlu khawatir karena hal tersebut jarang terjadi.

Penyebab oligohidramnion

Penyebab terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui secara pasti. Namun, ada penyebab oligohidramnion memiliki dua faktor, yaitu dari janin dan kehamilan. Keduanya memiliki peran atas kejadian oligohidramnion.

Berikut ini adalah beberapa hal terkait dengan penyebab terjadinya oligohidramnion:

1. Penyebab yang bersumber dari janin

Oligohidramnion bisa dipicu karena adanya beberapa masalah pada janin. Beberapa masalah pada janin yang berkontribusi terhadap kejadian oligohidramnion bisa dilihat di bawah ini.

  • Kelainan pada saluran kemih janin

Janin di dalam rahim memiliki kemungkinan mengalami kelainan kongenital. Salah satu bentuk kelainan kongenital yang terkait dengan oligohidramnion adalah kelainan kongenital pada ginjal janin.

Kelainan kongenital janin tersebut membuat saluran kemih janin tersumbat. Hal tersebut mengakibatkan produksi urin janin menurun sehingga jumlah cairan amnion atau cairan ketuban pun berkurang.

Anda perlu tahu bahwa salah satu sumber produksi cairan amnion bersumber dari produksi urin janin. Jadi, jika janin kurang memproduksi urin, maka cairan ketuban pun juga berkurang.

  • Kelainan kromosom

Penyebab oligohidramnion juga bisa dikarenakan janin mengalami kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang terjadi pada janin biasanya mengakibatkan cacat bawaan karena adanya pewarisan yang tidak normal sehingga memengaruhi jumlah cairan amnion.

  • Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)

Pada beberapa kasus, pertumbuhan janin bisa terhambat bisa dikarenakan kelainan gen atau komplikasi kehamilan lainnya. Hambatan pada pertumbuhan janin tersebut ternyata memiliki kontribusi terhadap berkurangnya jumlah cairan ketuban.

  • Janin menelan cairan amnion secara berlebih

Tidak hanya mengeluarkan urin ke dalam cairan ketuban, janin juga menelan air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk urin sehingga nampak seperti siklus. Sejak usia kandungan mencapai 12 minggu, janin sudah bisa menelan cairan amnion.

Pada masa usia kandungan yang lebih tua, janin meminum air ketuban lebih banyak bahkan berlebih. Pengonsumsian cairan amnion yang berlebih oleh janin ini bisa mengakibatkan berkurangnya jumlah air ketuban.

2. Penyebab yang bersumber dari kehamilan

Oligohidramnion juga bisa terjadi karena pengaruh dari kehamilan yang bermasalah. Anda bisa menyimak beberapa masalah yang memicu terjadinya oligohidramnion ini.

  • Membran amnion pecah

Pernah mendengar kasus di mana ibu hamil mengalami pecah ketuban? Kantung amnion atau ketuban yang pecah secara dini membuat cairan amnion keluar. Dengan keluarnya air ketuban terus menerus, maka ibu hamil pun mengalami oligohidramnion.

  • Insufisiensi plasenta

Kejadian oligohidramnion pada ibu hamil juga bisa disebabkan karena adanya kasus insufisiensi plasenta. Insufisiensi plasenta bisa menyebabkan terjadinya
hipoksia pada janin.

Hipoksia pada janin ini mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal sehingga membuat produksi urin berkurang. Anda telah mengetahui bahwa penurunan produksi urin bisa membuahkan kasus oligohidramnion.

  • Kehamilan postterm

Kelahiran yang baik adalah ketika usia kandungan berada di sekitar HPL, yaitu 38-41 minggu. Kehamilan tersebut disebut dengan istilah kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan.

Namun, ada pula ibu hamil yang mengalami kehamilan postterm atau kehamilan lewat bulan. Ibu hamil tersebut masih mengandung janin hingga usia kehamilan menginjak 42 minggu.

Ibu hamil yang masih mengandung hingga usia 42 minggu itu sangat rentan mengalami oligohidramnion. Ini dikarenakan, janin semakin kuat untuk menelan air ketuban tetapi produksi urin sudah mulai berkurang.

  • Terapi obat tertentu

Terapi obat-obatan tertentu juga bisa menyebabkan terjadinya oligohidramnion. Ibu hamil yang menjalani terapi obat-obatan tertentu seperti obat-obatan antiprostaglandin, obat antiinflamasi non steroid, dan penghambat ACE bisa mengalami kekurangan air ketuban.

Gejala oligohidramnion

Ibu hamil yang mengalami oligohidramnion memiliki beberapa gejala klinis yang bisa dilihat dan dirasakan. Anda perlu mengetahui beberapa gejala atau tanda oligohidramnion ini sehingga bisa segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalaminya.

Berikut ini adalah beberapa tanda atau gejala oligohidramnion:

  • Tinggi fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan (perut lebih kecil)
  • Bunyi detak jantung janin mulai terdengar sejak bulan ke-5
  • Ibu merasakan nyeri ketika janin bergerak

Diagnosis oligohidramnion

Para ibu hamil yang memiliki TFU (tinggi fundus uteri) rendah atauu merasa nyeri saat janin bergerak bisa segera ke dokter. Dokter akan melakukan diagnosis lebih lanjut.

Berikut ini adalah tindakan diagnosis oligohidramnion:

1. USG

Diagnosis oligohidramnion yang paling pertama akan dilakukan adalah USG atau ultrasonografi. Dengan melakukan pemeriksaan melalui USG, maka dokter akan mengetahui indeks cairan amnion atau amniotic fluid index (AFI).

Jika nilai indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, maka ibu hamil positif mengalami oligohidramnion. Nilai AFI yang kurang dari 3 cm menandakan moderate oligohidramnion dan jika kurang dari 2-1 cm, maka itu disebut severe oligohidramnion.

2. Amnioskopi

Selain itu, tindakan diagnosis lain yang bisa dilakukan untuk mendeteksi oligohidramnion adalah dengan tindakan amnioskopi. Tindakan amnioskopi dilakukan dengan menggunakan alat bernama amnioskop. Diagnosis ini bisa mendeteksi kejadian oligohidramnion dengan lebih jelas.

Komplikasi oligohidramnion

Kejadian oligohidramnion tidak boleh dianggap sepele. Hal ini dikarenakan oligohidramnion bisa mengakibatkan beberapa komplikasi bahkan komplikasi serius pada janin.

Berikut ini adalah beberapa komplikasi oligohidramnion terhadap kehamilan:

  1. Kelahiran prematur
  2. Proses persalinan yang kompleks dengan induksi atau operasi sesar

Berikut ini adalah beberapa komplikasi oligohidramnion terhadap janin:

  1. Deformitas janin (bentuk tubuh janin kurang baik)
  2. Kompresi tali pusat secara langsung
  3. Fetal distress
  4. Gangguan tumbuh kembang janin intrauterin

Pengobatan oligohidramnion

Penanganan oligohidramnion yang dialami oleh ibu hamil tergantung pada status usia kehamilannya, kehamilan sebelum aterm (belum cukup bulan) atau kehamilan aterm (cukup bulan).

Ibu hamil yang mengalami oligohidramnion dengan usia kandungan kurang dari 38 minggu akan mendapatkan pengobatan dengan cara berikut:

  1. Banyak istirahat di tempat tidur
  2. Memperbanyak konsumsi cairan
  3. Perbaikan pola diet agar nutrisi tercukupi
  4. Pemantauan pergerakan dan volume air ketuban dengan USG

Namun, jika ibu hamil mengalami oligohidramnion pada usia kandungan 38-41 minggu akan mengalami cara pengobatan yang berbeda. Cara menangani kasus oligohidramnion pada kehamilan aterm adalah dengan mempercepat proses persalinan.

Proses persalinan bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu induksi persalinan dan operatif sesar. Kedua cara persalinan ini bisa mempercepat kelahiran bayi sehingga tidak mengalami komplikasi.

 

 

Sumber:

  1. Sulaiman S, Djamhoer M, & Firman F. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
  2. Ida Bagus Gde Manuaba, Ida Ayu Chandranita Manuaba, & Ida Bagus Gde Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
  3. Unimus: Tinjauan Pustaka (Cairan Amnion). http://repository.unimus.ac.id/1309/3/5.%20BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf [diakses pada 25 Maret 2019]
  4. Academia: Oligo hidramnion (oleh Rully Cakra). https://www.academia.edu/8402964/Oligo_hidramnion [diakses pada 25 Maret 2019]

DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi