DokterSehat.Com – Kejang pada bayi tentu bisa membuat orang tua panik. Kejang pada bayi, baik yang disertai demam atau tidak, bisa berdampak fatal. Kejang demam pada balita bisa menjadi hal yang berbahaya jika terlambat mendapatkan pertolongan. Itulah sebabnya, setelah memberi pertolongan pertama, bawa segera si kecil ke rumah sakit agar kejang demam pada balita ini segera mereda.
Kejang Demam pada Balita
Kejang sendiri terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam pada balita yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang pada bayi atau pada anak yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step.
Kejang demam pada balita memang bukanlah hal yang langka, mengingat penyebab kejang demam pada anak bisa bermacam-macam. Masalahnya, toleransi masing-masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi.
Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38°C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang demam pada anak tersebut baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39°C atau lebih. Terlepas dari itu, kejang demam pada balita tetap harus mendapatkan penanganan secepatnya.
Cara Mengatasi Kejang Demam pada Balita
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan karena kejang demam pada balita atau kejang pada bayi, disarankan agar orang tua sesegera mungkin memberi pertolongan pertama begitu tahu terjadi kejang demam pada balita atau kejang pada bayi ini.
Setelah itu, jangan tunggu waktu lagi bawa segera si kecil ke dokter atau klinik terdekat. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang demam pada balita tersebut, entah hanya beberapa detik atau sekian menit. Dengan begitu, si kecil akan mendapat penanganan lebih lanjut yang tepat dari para ahli.
Biasanya dokter juga akan memberikan obat kejang anak, berupa obat penurun panas, sekaligus membekali obat step. “Sebagai pertolongan pertama, tak usah membawanya langsung ke rumah sakit lengkap yang letaknya relatif lebih jauh karena bisa-bisa si kecil mendapat risiko yang lebih berbahaya akibat lambat mendapat pertolongan pertama.”
Selain itu, jika kejang demam pada balita tidak segera mendapat penanganan semestinya, si kecil pun terancam dapat terkena retardasi mental. Pasalnya, kejang demam pada balita bisa menyebabkan rusaknya sel-sel otak anak.
Jadi, kalau kejang demam pada balita itu berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka kemungkinan sel-sel yang rusak pun akan semakin banyak. Bukan tidak mungkin tingkat kecerdasan anak akan menurun drastis dan tidak bisa lagi berkembang secara optimal.
Bahkan beberapa kasus kejang demam pada balita atau kejang pada bayi bisa menyebabkan epilepsi pada anak. Yang tak kalah penting, begitu anaknya terkena kejang demam, orang tua pun seharusnya ekstra hati-hati. Karena dalam setahun pertama setelah kejadian, kejang demam pada anak yang serupa atau malah yang lebih hebat berpeluang terulang kembali, begitu pula kejang pada bayi yang berusia kurang dari satu tahun.
Untuk mengantisipasinya, Anda bisa menyediakan obat kejang pada anak di rumah. Sediakanlah obat penurun panas dan obat antikejang yang telah diresepkan dokter anak sebagai antisipasi terhadap kejang demam pada balita yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Obat kejang pada anak ini harus diberikan dalam dosis yang tidak berlebihan. Jangan gunakan obat kejang pada anak tanpa resep dokter, terlebih dalam dosis yang berlebihan.
Meski begitu, orang tua jangan terlampau khawatir. Karena dengan penanganan yang tepat dan segera, khususnya dengan pemberian obat kejang pada anak yang tepat, kejang demam pada balita yang berlangsung beberapa saat umumnya tak menimbulkan gangguan fungsi otak.
Ciri-Ciri Kejang Demam pada Anak
Cara mengatasi step pada anak atau kejang demam pada anak tentunya harus diketahui terlebih dahulu penyebab kejang pada anak tersebut. Selain mengetahui penyebab kejang pada anak ini, Anda juga harus mengetahui ciri-ciri kejang. Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam, di antaranya:
- Kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang selama 5 menit
- Bola mata berbalik ke atas
- Gigi terkatup
- Muntah
- Tak jarang si anak berhenti napas sejenak
- Pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil
- Pada kasus berat, kasus kejang demam pada balita bisa membuat si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.
Penyebab Kejang Demam pada Anak – Cara Mengatasi Kejang Pada Anak
Penyebab kejang demam pada anak biasanya adalah karena suhu tubuh yang terlalu tinggi. Berikut beberapa penjelasan tentang kejang demam pada anak. Suhu tubuh normal anak berkisar antara 36-37°C. Si kecil dinyatakan demam bila temperatur tubuhnya yang diukur melalui mulut atau telinga menunjukkan angka 37,8°C; melalui rektum 38°C, dan 37,2°C melalui ketiak.
Sebelum semakin tinggi, segera beri obat penurun panas agar tidak terjadi kejang demam pada balita atau pada anak tersebut. Hal ini adalah cara mengatasi kejang pada anak sebagai pertolongan pertama.
Cara mengatasi kejang pada anak tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Orang tua jangan begitu gampang mengatakan seorang anak demam atau tidak hanya dengan menempelkan punggung tangannya di dahi anak. Cara ini jelas tidak akurat karena amat dipengaruhi oleh kepekaan dan suhu badan orang tua sendiri.
Termometer air raksa diyakini merupakan cara yang paling tepat untuk mengukur suhu tubuh. Pengukuran suhu tubuh akan lebih akurat bila termometer tersebut ditempatkan di rongga mulut atau rektum atau anus dibanding ketiak.
Saat menghadapi kejang demam pada balita, sedapat mungkin cobalah bersikap tenang. Cara mengatasi kejang pada anak akan manjur jika orang tua tidak panik. Sikap panik hanya akan membuat kita tak tahu harus berbuat apa yang mungkin saja akan membuat penderitaan anak bertambah parah.
Anda tentu tidak mau kejang demam pada balita atau kejang demam pada anak ini menjadi semakin memburuk. Jadi, salah satu cara mengatasi step pada anak yang paling penting adalah jangan panik.
Kejang demam pada balita memang disebabkan suhu badan yang tinggi. Namun, jangan gunakan alkohol atau air dingin untuk menurunkan suhu tubuh anak yang sedang demam. Penggunaan alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada mata dan intoksikasi/ keracunan.
Lebih aman gunakan kompres air biasa yang diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres ini bertujuan menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu ini diharapkan terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Penurunan suhu yang drastis justru tidak disarankan.
Jangan coba-coba memberikan aspirin atau jenis obat lainnya yang mengandung salisilat karena diduga dapat memicu sindroma Reye, sejenis penyakit yang tergolong langka dan memengaruhi kerja lever, darah, dan otak.
Setelah anak benar-benar sadar, bujuklah ia untuk banyak minum dan makan makanan berkuah atau buah-buahan yang banyak mengandung air. Bisa berupa jus, susu, teh, dan minuman lainnya. Dengan demikian, cairan tubuh yang menguap akibat suhu tinggi bisa cepat tergantikan.
Jangan selimuti si kecil dengan selimut tebal. Selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. Pakaian ketat atau yang mengikat terlalu kencang sebaiknya ditanggalkan saja.
Cara yang harus dilakukan orangtua saat anak step
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para orang tua ketika anak mengalami step. Cara-cara di bawah ini harus segera dilakukan sebelum kondisi anak menjadi semakin parah:
- Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5°C.
- Kompres dengan lap hangat (yang suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan si kecil). Jangan kompres dengan air dingin, karena dapat menyebabkan “korsleting”/ benturan kuat di otak antara suhu panas tubuh si kecil dengan kompres dingin tadi.
- Agar si kecil tidak cedera, pindahkan benda-benda keras atau tajam yang berada dekat anak. Tak perlu menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan mengganjal/ menggigitkan sesuatu di antara giginya. Miringkan posisi tubuh si kecil agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri yang bisa mengganggu pernapasannya.
- Jangan memberi minuman/ makanan segera setelah berhenti kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak tersedak.
Kejang pada Bayi atau Balita Tanpa Disertai Demam
Cara mengatasi step pada anak salah satunya adalah dengan menelusuri penyebabnya. Penyebab kejang pada bayi atau kejang pada anak bermacam-macam. Yang penting, jangan sampai berulang dan berlangsung lama karena dapat merusak sel-sel otak. Menurut dr. Merry C. Siboro, Sp.A, dari RS Metro Medical Centre, Jakarta, kejang adalah kontraksi otot yang berlebihan di luar kehendak.
“Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.”
Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.
Kejang Bisa Dialami Semua Anak
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil.
Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan).
“Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah). Dengan demikian, enggak demam pun, dia bisa kejang.”
Selanjutnya, si bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang.” Uniknya, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang. “Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang belum sempurna.”
Jangan Sampai Anak Step Terulang!
Penting diperhatikan, bila anak pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa ambuh. Padahal, kejang tak boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh berlangsung lama atau lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak.
Masalahnya, setiap kali kejang anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen dalam darah. “Setiap menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada otak, karena terhambatnya aliran oksigen ke otak.
Bayangkan apa yang terjadi bila anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya aliran oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak mengalami kerusakan.
”Kerusakan di otak ini dapat menyebabkan epilepsi, kelumpuhan, bahkan retardasi mental. Oleh karenanya, pada anak yang pernah kejang atau berbakat kejang, hendaknya orang tua terus memantau agar jangan terjadi kejang berulang.
Pantau Selama Tiga Tahun
Risiko berulangnya kejang pada anak, umumnya tergantung pada jenis kejang serta ada atau tidaknya kelainan neurologis berdasarkan hasil EEG (elektroensefalografi). Di antara bayi yang mengalami kejang neonatal (tanpa demam), akan terjadi bangkitan tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus. Tujuh puluh lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejang tersebut akan menjadi epilepsi.
Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah kejang pertama, jangan ada kejang berikut.
Dokter akan mengawasi selama tiga tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang. Bila dalam tiga tahun itu tak ada kejang lagi, meski cuma dalam beberapa detik, maka untuk selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik. Artinya, tak terjadi kelainan neurologis dan mental.
Tapi, bagaimana jika setelah diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi? “Hitungannya harus dimulai lagi dari tahun pertama. ”Pokoknya, jangka waktu yang dianggap aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang.
Jadi, selama tiga tahun setelah kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang. Anak-anak yang bebas kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya akan baik dan sembuh. Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah memiliki kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar (makrosefali), serta jika ada tumor di otak.
Jenis-Jenis Kejang pada Anak
“Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,” penjabarannya satu per satu seperti berikut ini.
- Kelainan neurologis setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang. Contoh, akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).
- Bukan neurologis bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/ zat kimia, alergi dan cacat bawaan.
- Faktor keturunan kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.
Waspadai Kejang pada Bayi Berusia di Bawah 6 Bulan
Orang tua harus waspada bila anak sering kejang tanpa demam, terutama di bawah usia 6 bulan, Karena kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar.
Masalahnya, anak step di bawah 6 bulan, terutama pada masa neonatal itu bersifat khas. “Bukan hanya seperti toniklonik yang selama ini kita kenal, tapi juga dalam bentuk gerakan-gerakan lain. Misal, matanya juling ke atas lalu bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor.
Dokter biasanya waspada, tapi kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang ngeh.” Itulah sebabnya, orang tua harus memerhatikan betul kondisi bayinya.
Cara Mengatasi Step pada Anak
Berikut beberapa cara yang hartuis dilakukan orang tua ketika anak mengalami step:
- Jangan panik, segera longgarkan pakaiannya dan lepas atau buang semua yang menghambat saluran pernapasannya. Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak kejang, atau ada sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan.
- Miringkan tubuh anak karena umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan cairan-cairan dari mulutnya. “Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena saraf yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Jika sedang kejang, saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun bisa keluar.” Guna memiringkan tubuh adalah agar cairan-cairan ini langsung keluar, tidak menetap di mulut yang malah berisiko menyumbat saluran napas dan memperparah keadaan.
- Jangan mudah percaya bahwa meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang bisa langsung menghentikan kejang tersebut. “Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang. Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan saat anak mengalami kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian.”
- Segera bawa anak ke rumah sakit terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak mendapat oksigen. “Usahakan lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat antikejang yang disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya riwayat kejang.”
Penatalaksanaan
Penatalaksaan kejang pada bayi atau pada anak meliputi:
1. Penanganan saat kejang
Menghentikan kejang: Diazepam dosis awal 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis IV (suntikan intra vena) (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
- Turunkan demam:
- Anti Piretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (per oral/ lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari.
- Kompres suhu >39ºC dengan air hangat, suhu > 38ºC dengan air biasa.
- Pengobatan penyebab: Antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
- Penanganan sportif lainnya meliputi: Bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan darah.
2. Pencegahan kejang demam pada balita
Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam pada balita sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral/ lewat mulut) dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam.
- Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral/ lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.
Anak Epilepsi Harus Kontrol Setiap 3 Bulan
Mereka yang berisiko menderita epilepsi adalah anak-anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi. Selain juga anak-anak dengan kelainan neurologis sebelum kejang pertama datang, baik dengan atau tanpa demam.
Anak yang sering kejang memang berpotensi menderita epilepsi. Tapi jangan khawatir, anak yang menderita epilepsi, kecuali yang lahir dengan kelainan atau gangguan pertumbuhan, bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya. Prestasi belajar mereka tidak kalah dengan anak yang normal.
Jadi, kita tak perlu mengucilkan anak epilepsi karena dia bisa berkembang normal seperti anak-anak lainnya. “Yang penting, ia tertangani dengan baik. Biasanya kalau anak itu sering kejang, dokter akan memberi obat yang bisa menjaganya supaya jangan sampai kejang lagi.
Pada anak epilepsi, fokus perawatannya adalah jangan sampai terjadi kejang lagi. Untuk itu, perlu kontrol, paling tidak setiap 3 bulan agar monitoring dari dokter berjalan terus.”