Terbit: 4 August 2021
Ditulis oleh: Gerardus Septian Kalis | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Malaria serebral adalah komplikasi neurologis yang paling parah dari infeksi Plasmodium falciparum (salah satu dari 4 jenis spesies parasit malaria yang terdapat di Indonesia). Malaria jenis ini bisa menjadi parah jika mulai menyerang otak.

Penyakit Malaria Serebral dan Pengaruhnya pada Tubuh

Apa Itu Malaria Serebral?

Malaria serebral adalah kondisi ketika sel darah yang dipenuhi parasit memblokir pembuluh darah kecil ke otak. Gangguan ini dapat menyebabkan pembengkakan atau kerusakan otak. Keadaan ini dapat menyebabkan kejang dan koma.

Seorang penyintas penyakit ini memiliki peningkatan risiko defisit neurologis dan kognitif, gangguan perilaku, serta epilepsi, sehingga menjadi penyebab utama  kecacatan saraf pada masa anak-anak.

Sementara itu, koma berkembang melalui berbagai mekanisme dan mungkin ada beberapa mekanisme cedera otak. Hingga kini belum diketahui dengan pasti bagaimana parasit intravaskular ini menyebabkan cedera otak.

Mekanisme Cedera Otak pada Malaria Serebral

Salah satu komplikasi yang paling mengkhawatirkan dan penyebab utama kematian akibat infeksi Plasmodium falciparum adalah malaria serebral, terhitung sekitar 13 % dari semua kematian terkait malaria. Keadaan ini mengancam jiwa terutama pada anak-anak karena mekanisme pertahanan tubuhnya yang belum berkembang sempurna.

Malaria serebral adalah keadaan darurat medis yang menuntut penilaian dan pengobatan klinis dengan segera. Diagnosis memerlukan adanya gejala neurologis dan bentuk parasit aseksual pada apusan darah tepi.

Penting untuk menyingkirkan penyebab lain dari ensefalopati (misalnya, hipoglikemia, bakteri meningitis, atau ensefalitis virus). Jika glasgow coma scale menunjukkan skor 9 atau kurang, hal tersebut menggambarkan keadaan tidak sadar signifikan yang disebabkan oleh penyebab lain.

Guna membedakan malaria serebral dari transient postictal coma, ketidaksadaran harus bertahan setidaknya 30 menit setelah kejang. Koma menggambarkan prognosis yang lebih buruk. Semua pasien dengan infeksi P. falciparum malaria dengan manifestasi neurologis harus diperlakukan sebagai kasus malaria serebral.

Patogenesis penyakit ini disebabkan oleh kerusakan endotel pembuluh darah oleh sekuestrasi parasit, produksi sitokin inflamasi, dan kebocoran pembuluh darah.

Selain itu, rosetting dari sel darah merah yang sehat dan yang terinfeksi dapat merusak sirkulasi yang sehat. Hal ini menyebabkan hipoksia dan iskemia otak seperti yang digambarkan oleh peningkatan konsentrasi lactate dan alanine bersama dengan penurunan kadar aspartate dan adenosine triphosphate.

Ciri-Ciri Penderita Malaria Serebral

Gejala utama malaria serebral adalah penurunan kesadaran dan syok yang dapat disertai kejang.  Sel pembunuh alami  merangsang perekrutan sel T ke otak yang terkena. Hal ini memberikan bukti bahwa respons imun yang dimediasi oleh sel pembunuh alami juga dapat mengatur imunitas adaptif, dengan memodulasi kemampuan limfosit T untuk bermigrasi ke tempat peradangan sebagai respons terhadap chemotactic stimuli.

Mortalitas tinggi dan pasien yang bertahan mengalami cedera otak yang bermanifestasi sebagai gangguan neurokognitif jangka panjang seperti kesulitan berbicara, gangguan memori, rentang perhatian, keterampilan spasial visual, dan executive function dengan intensitas yang lebih parah.

Komplikasi umum lainnya dari malaria serebral seperti kejang, hipoglikemia, dan hiperpireksia, harus dicegah atau dideteksi dan diobati secara dini. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa mungkin perlu dikoreksi. Perawatan yang terampil pada pasien yang tidak sadar sangat penting. Selain itu, perawatan tambahan harus dihindari kecuali jika terbukti aman dan efektif.

 

Beberapa Gangguan Spesifik yang Bisa Terjadi

Berikut adalah proses berjangkitnya penyakit yang dimulai dari permulaan terjadinya infeksi sampai dengan timbulnya reaksi akhir.

Cognitive Sequelae

Dalam sebuah studi prospektif, gangguan kognitif jangka panjang dijelaskan pada 25 % anak-anak. Studi retrospektif telah mendokumentasikan tingkat 14-24 %. Faktor risiko gangguan kognitif termasuk hipoglikemia, kejang, durasi koma dan hiporefleksia.

Hanya satu penelitian yang menyelidiki immuno-pathogenesis of cognitive impairment. Dalam penelitian ini, kadar serum dari beberapa sitokin dan kemokin tidak berkorelasi dengan penurunan 6 bulan setelah sembuh, tetapi CSF levels of TNF berkorelasi dengan memori kerja dan perhatian, di mana hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar TNF sistem saraf pusat berdampak buruk pada hasil kognitif jangka panjang.

Terbatasnya literatur tentang faktor risiko gangguan kognitif, membuat studi tambahan terkait hal ini sangat diperlukan.

Gangguan Bicara dan Bahasa

Malaria serebral adalah penyebab utama gangguan bahasa yang didapat di daerah tropis. Sekitar 11,8 % dari anak-anak yang sembuh memiliki defisit terutama dalam kosa kata, pidato reseptif dan ekspresif, pencarian kata, serta fonologi.

Kebanyakan defisit diamati pada sub-kelompok anak-anak yang beberapa di antaranya memiliki gangguan bersamaan dalam fungsi non-verbal, memori, atau perhatian. Patogenesisnya kurang dipahami; tidak jelas apakah defisit bahasa merupakan bagian dari cedera global atau malaria berat yang menyebabkan cedera pada pusat bahasa tertentu. Studi dengan pencitraan fungsional mungkin berguna dalam menggambarkan keadaan lebih jelas.

Epilepsi

Epilepsi berkembang pada sekitar 10 % dari anak-anak yang terpapar malaria beberapa bulan hingga beberapa tahun setelahnya, dan insiden kumulatif meningkat seiring waktu. Meskipun kejang pada malaria serebral terjadi dalam konteks penyakit demam dan banyak yang memiliki gambaran kompleks, epilepsi lobus temporal jarang terjadi

Patogenesis epilepsi kurang dipahami meskipun mungkin merupakan konsekuensi dari cedera hipoksia/iskemik fokal di area zona perbatasan sirkulasi serebral atau cedera iskemik global.

Perilaku dan Gangguan Neuropsikiatri

Pada anak-anak, masalah perilaku termasuk kurangnya perhatian, impulsif, hiperaktif, gangguan perilaku, dan gangguan perkembangan sosial. Perilaku obsesif, melukai diri sendiri dan destruktif juga diamati.

Gejala berkembang 1-4 bulan setelah terpapar dan patogenesisnya tidak jelas. Pada orang dewasa, sindrom neurologis pasca-malaria berkembang setelah parasit dihilangkan. Patogenesisnya juga tidak jelas. Studi prospektif diperlukan untuk menggambarkan masalah ini dengan jelas, memeriksa patogenesis dan memulai studi terapeutik.

paket obat isolasi mandiri doktersehat

 

  1. Anonim. Malaria. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/malaria/symptoms-causes/syc-20351184. (Diakses pada 4 Agustus 2021).
  2. Idro, Richard, Kevin Marsh, Chandy C John, dan Charles RJ Newton. 2011. Cerebral Malaria; Mechanisms Of Brain Injury And Strategies For Improved Neuro-Cognitive Outcome. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3056312/. (Diakses pada 4 Agustus 2021).
  3. FH, Yusuf, Hafiz MY, Shoaib M, dan Ahmed SA. 2017. Cerebral malaria: insight into pathogenesis, complications and molecular biomarkers. https://www.dovepress.com/cerebral-malaria-insight-into-pathogenesis-complications-and-molecular-peer-reviewed-fulltext-article-IDR#ref2. (Diakses pada 4 Agustus 2021).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi