Terbit: 5 March 2020
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Jati Satriyo

Listeriosis adalah salah satu penyakit yang patut diwaspadai bagi orang tertentu. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, dan kebanyakan orang yang terinfeksi mungkin hampir tidak menyadarinya. Namun, mereka yang berisiko tinggi dapat sangat mudah terpengaruh, dan bahkan angka kematiannya relatif tinggi. Selengkapnya baca terus untuk mendapatkan informasi lengkap tentang apa itu listeriosis, gejala, hingga pencegahannya di bawah ini. 

Listeriosis: Gejala, Penyebab, Pengobatan, dan Pencegahan

Apa Itu Listeriosis?

Listeriosis adalah infeksi bakteri akibat mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri bernama Listeria monocytogenes. Bakteri ini dapat mencemari daging yang diolah secara tidak benar dan susu yang tidak dipasteurisasi.

Bakteri Listeria tidak begitu berbahaya pada orang yang sehat, tetapi sangat berbahaya bagi ibu hamil, manula di atas usia 65 tahun, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Bakteri Listeria dapat bertahan hidup dalam suhu dingin atau bahkan beku, termasuk dalam lemari pendingin. Bakteri ini juga dapat hidup di tanah, air, debu, dan kotoran hewan.

Gejala Listeriosis

Tanda dan gejala awal listeriosis mungkin tidak begitu jelas dalam beberapa waktu. Biasanya gejala akan muncul dalam waktu 11 atau bahkan 70 hari setelah mengonsumsi makanan yang tercemar bakteri Listeria.

Tanda dan gejala listeriosis cenderung berlangsung 1 sampai 3 hari:

  • Demam
  • Gejala seperti flu
  • Nyeri otot
  • Mual
  • Diare

Bagi kebanyakan orang, infeksi Listeria akan hilang dengan sendirinya tanpa disadari. Namun, infeksi bakteri pada anak-anak, manula, dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah dapat menyebar ke sistem saraf yang diikuti dengan gejala berikut:

  • Sakit kepala
  • Leher kaku
  • Tremor dan kejang
  • Kebingungan
  • Kehilangan keseimbangan

Orang yang rentan penyakit listeriosis dapat menyebabkan infeksi darah yang serius (septikemia) atau radang selaput di sekitar otak (meningitis). Namun, jika infeksi Listeria menjalar ke otak, kemungkinan bisa parah dan menimbulkan beberapa gejala, termasuk:

  • Ensefalitis: Peradangan otak.
  • Abses serebral: Penumpukan nanah di dalam otak.
  • Kelumpuhan saraf kranial: Kelumpuhan dan tremor.
  • Meningoensefalitis: Kombinasi meningitis dan ensefalitis.
  • Meningitis: Peradangan pada selaput yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang.

Gejala Listeriosis pada Ibu Hamil

Ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan penyakit listeriosis daripada kebanyakan orang. Ibu hamil yang menderita infeksi Listeria mungkin tidak mengalami gejala yang tampak daripada bayi dalam kandungan.

Listeriosis pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Sementara bayi baru lahir dapat menderita infeksi yang mengancam jiwa setelah kelahiran beberapa hari dan beberapa minggu.

Tanda dan gejala listeriosis pada bayi yang baru lahir, di antaranya:

  • Demam
  • Muntah
  • Kesulitan bernapas
  • Bayi mudah marah
  • Nafsu makan hilang

Kapan Harus ke Dokter?

Jika terlanjur makan makanan yang ditarik kembali dari pasaran karena tercemar bakteri Listeria, perhatikan tanda dan gejalanya. Jika mengalami demam, nyeri otot, mual atau diare, segera hubungi dokter.

Begitupun jika mengalami demam tinggi, sakit kepala parah, leher kaku, kebingungan atau sensitif terhadap cahaya, segera cari perawatan darurat medis. Gejala ini dapat mengindikasikan meningitis bakteri, komplikasi infeksi listeria yang mengancam jiwa.

Penyebab Listeriosis

Penyakit listeriosis disebabkan oleh Listeria monocytogenes, sejenis bakteri yang sering ditemukan di air, debu, tanah, tumbuhan, dan kotoran hewan.

Makanan tertentu berisiko tinggi tercemar bakteri Listeria, termasuk daging olahan, susu yang tidak dipasteurisasi, dan seafood asap yang didinginkan. Namun, ada banyak makanan lainnya yang juga dapat tercemar listeria, termasuk apel karamel, melon, dan kol yang diberi pupuk kotoran hewan.

Bakteri Listeria dapat menyebabkan infeksi pada manusia dengan beberapa cara berikut:

  • Sayuran mentah dan buah-buahan yang telah terkontaminasi bakteri dari tanah atau pupuk kandang yang tercemar bakteri Listeria.
  • Mengonsumsi daging yang terkontaminasi bakteri.
  • Mengonsumsi daging olahan, seperti deli meat, hot dog, dan seafood asap yang didinginkan.
  • Meminum produk susu yang tidak dipasteurisasi, termasuk susu, keju lunak, dan es krim.
  • Bayi dalam kandungan dapat terinfeksi bakteri Listeria dari ibunya. 

Faktor Risiko Listeriosis

Orang tertentu memiliki risiko lebih tinggi mengalami infeksi Listeria, di antaranya:

  • Ibu hamil
  • Manula di atas usia 65
  • Menggunakan penurun kekebalan tubuh, seperti prednison atau obat lain untuk mengobati penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis
  • Sedang menjalani pengobatan untuk mencegah penolakan transplantasi organ
  • Sedang menjalani kemoterapi
  • HIV/AIDS
  • Diabetes
  • Penyakit hati
  • Kanker

Diagnosis Listeriosis

Diagnosis listeriosis membutuhkan pemeriksaan yang sederhana. Tes darah adalah cara yang paling efektif untuk menentukan seseorang terkena infeksi Listeria. Bagi sebagian kasus, sampel urine dan sampel dari tulang belakang juga dapat menentukan infeksi Listeria.

Pengobatan Listeriosis

Kebanyakan orang yang mengalami infeksi bakteri ringan mungkin tidak memerlukan perawatan. Namun untuk penyakit listeriosis yang lebih serius, antibiotik menjadi salah satu pilihan perawatan yang paling sering digunakan, seperti ampicillin atau dapat dikombinasikan bersama dengan antibiotik lainnya (misalnya gentamicin).

Jika mengalami septikemia atau meningitis akibat infeksi Listeria yang menyebar ke otak, pasien akan diberi antibiotik intravena dan memerlukan perawatan untuk pengobatan hingga beberapa minggu.

Sementarara listeriosis pada ibu hamil, pemberian antibiotik yang tepat dapat membantu mengatasi dan mencegah infeksi pada bayi dalam kandungan.

Pencegahan Listeriosis

Berikut sejumlah cara yang terbaik untuk mencegah penyakit listeriosis:

1. Membersihkan Tangan dan Alat Makan Setelah Makan

Membersihkan tangan sebelum dan sesudah makan, dan membersihkan peralatan makan. Cara ini untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi silang ketika mencuci tangan sebelum dan sesudah memasak, membersihkan barang, atau menyimpan bahan makanan.

2. Membersihkan Bahan Makanan

Bersihkan bahan makanan di bawah air mengalir, seperti buah dan sayuran. Lakukan cara ini bahkan jika akan mengupas buah atau memotong sayuran.

3. Masak Makanan dengan Benar

Cara memasak yang tepat bisa membunuh bakteri pada makanan, terutama daging. Bila perlu, gunakan termometer untuk memastikan masakan mencapai suhu yang disarankan.

4. Ibu Hamil Harus Menghindari Sumber Bakteri Listeria

Listeriosis pada ibu hamil tergolong berbahaya, untuk itu hindarilah makanan yang mungkin dapat terinfeksi, seperti produk susu yang tidak dipasteurisasi, daging olahan, atau ikan asap.

5. Bersihkan Lemari Es secara Teratur

Mencuci rak, laci, pintu dan pegangan lemari es dengan air hangat dan sabun secara teratur untuk membunuh bakteri.

6. Menjaga Suhu Lemari Es Cukup Dingin

Bakteri Listeria bertahan hidup dalam suhu dingin, tetapi mengatur suhu kulkas dengan benar dapat memperlambat pertumbuhan bakteri. Anda bisa menggunakan termometer untuk membantu menentukan suhu kulkas di bawah 40°F (4,4°C). Sementara freezer harus di bawah 0°F (-17,8°C).

 

  1. Anonim. 2018. Listeriosis. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/listeriosis. (Diakses 5 Maret 2020).
  2. Holland, Kimberly. 2017. Everything You Should Know About Listeria Infection (Listeriosis). https://www.healthline.com/health/listeria-infection. (Diakses 5 Maret 2020).
  3. Mayo Clinic Staff. 2020. Listeria infection. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/listeria-infection/diagnosis-treatment/drc-20355275. (Diakses 5 Maret 2020).
  4. Newman, Tim. 2017. Listeria: What you need to know. https://www.medicalnewstoday.com/articles/180370#causes. Listeria: What you need to know. (Diakses 5 Maret 2020).
  5. What Is Listeria?. https://www.webmd.com/food-recipes/food-poisoning/what-is-listeria#1. (Diakses 5 Maret 2020).

 


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi