Terbit: 12 January 2018 | Diperbarui: 29 June 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Anak-anak dengan disleksia dapat mengalami gangguan simultan yang sering disebut komorbid. Berikut ini adalah beberapa kondisi komordibitas yang mungkin dialami oleh penderita disleksia.

Disleksia – Komorbiditas dan Diagnosis

  • Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder (ADHD): Kelainan neurologis ini terutama memengaruhi kemampuan untuk fokus dan mungkin disertai oleh perilaku hiperaktif dan impulsif. Hal ini dapat berdampak serius pada pembelajaran anak yang terkena dampak disleksia.
  • Gangguan Afektif (Ansietas, Depresi): Anak-anak dengan disleksia mungkin memiliki kepercayaan diri yang rendah sehubungan dengan perjuangan mereka dalam bidang akademis dan rentan terhadap gangguan depresi dan kecemasan. Hal ini biasanya diidentifikasi oleh perubahan pola perilaku dan kemunduran anak-anak dalam bidang akademik disertai penarikan diri dari aktivitas, iritabilitas, perubahan mood, penghindaran sekolah, perubahan kewaspadaan, perubahan kebiasaan makan, tidur, dan perubahan pola bermain.
  • Gangguan Konduktif (ODD, CD): Beberapa anak mungkin menunjukkan perilaku negatif, menantang otoritas, perilaku agresif di kelas, dan cenderung menghindari pekerjaan kelas. Sementara itu, Oppositional Defiant Disorder (ODD) adalah kondisi di mana anak mengganggu proses belajar teman-temannya di dalam kelas.

Diagnosis Disleksia

Untuk mendiagnosis seseorang mengalami disleksia atau tidak, dibutuhkan masukan dari beberapa profesional kesehatan yang berbeda. Meskipun kelainan ini memengaruhi proses belajar, disleksia juga bisa terkait dengan masalah neurologis atau kondisi medis lainnya, sehingga kerja sama antara dokter, ahli kesehatan, dan orang tua sangat penting untuk mendapatkan analisa yang tepat.

Banyak anak dengan disleksia dilewatkan atau diabaikan sampai mereka berada di sekolah dasar hingga sekolah menengah yang lebih tinggi. Banyak orang tua tidak menyadari bahwa anaknya mengalami disleksia, sampai akhirnya orang tua sadar bahwa nilai akademisnya mengalami penurunan hingga membuat anak tidak naik kelas.

Hingga kini, terdapat beberapa argumen yang terus berlanjut antara profesional medis dan pendidikan mengenai terminologi seputar gangguan membaca. Banyak pendidik tidak percaya bahwa disleksia adalah istilah yang valid. Sementara banyak dokter percaya bahwa istilah ‘gangguan belajar’ diterapkan terlalu luas untuk menunjukkan defisit spesifik yang dimiliki seorang anak.

Seorang dokter anak atau ahli saraf mungkin akan menggunakan alat skrining seperti Wide Range Achievement Test (WRAT) atau Peabody Individual Achievement Test (PIAT). Alat skrining tersebut dapat mengidentifikasi domain yang menjadi perhatian, namun tidak boleh dianggap sebagai tes diagnostik akhir. Diagnosis final hanya bisa dilakukan oleh spesialis pendidikan atau psikolog yang ahli dalam mengelola IQ dan tes prestasi.

Tes IQ khas di sekolah termasuk tes Wechsler WISC-IV, dan pencapaian diukur dengan tes akademis yang disertakan dalam tes Woodcock-Johnson atau Wechsler Achievement Test (WIAT) atau tes serupa. Pilihan tes dapat bervariasi tergantung pada preferensi tiap sekolah. Biasanya, data pemeriksaan tingkah laku dan bahasa juga bisa dilakukan tergantung pada penentuan komite sistem sekolah tentang pendidikan khusus.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi