Terbit: 4 August 2020
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: dr. Eko Budidharmaja

Koma adalah keadaan tidak sadarkan diri yang berkepanjangan akibat sejumlah penyebab. Simak informasi selengkapnya tentang definisi, gejala, penyebab, pengobatan, dan lainnya di bawah ini!

Koma: Gejala, Penyebab, Cara Mengobati, Pencegahan, dll

Apa Itu Koma?

Koma adalah kondisi tidak sadar berkepanjangan yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk cedera otak traumatik, tumor otak, stroke, keracunan obat atau alkohol, atau penyakit yang mendasarinya seperti diabetes atau infeksi.

Tidak sadar berkepanjangan jarang bertahan lebih dari beberapa minggu. Orang yang tidak sadar dalam jangka waktu yang lebih lama dapat beralih ke kondisi vegetatif yang persisten. Tergantung pada penyebabnya, orang dalam kondisi vegetatif persisten selama lebih dari satu tahun biasanya sangat tidak mungkin untuk bangun kembali.

Tanda dan Gejala Koma

Selama tidak sadar yang berkepanjangan, pasien tidak dapat berkomunikasi, sehingga diagnosis dilakukan melalui tanda-tanda dan gejalanya dari luar tubuh. Biasanya berikut ini tanda dan gejala koma:

  • Mata tertutup walaupun diberi rangsang nyeri.
  • Napas lambat atau hilang.
  • Refleks batang otak yang tertekan, seperti pupil yang tidak merespons cahaya.
  • Tidak ada respons anggota tubuh, kecuali gerakan involunter.
  • Tidak ada respons terhadap rangsangan nyeri.

Kapan Harus ke Dokter?

Koma adalah kondisi darurat medis yang harus segera memerlukan tindakan pengobatan dengan cepat untuk menjaga pernapasan dan otak tetap berfungsi. Dokter biasanya akan melakukan tes darah dan CT scan otak untuk menentukan penyebab dan pengobatannya yang tepat.

Penyebab Koma

Kebanyakan koma disebabkan oleh kelainan pada otak. Cedera otak dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan, perdarahan, kehilangan oksigen, atau penumpukan racun. Cedera dapat bersifat sementara dan dan bisa kembali pulih, tetapi juga bisa permanen.

Kebanyakan kasus koma terkait dengan trauma kepala atau gangguan pada sistem sirkulasi otak. Sejumlah masalah kesehatan yang dapat menyebabkan hilang kesadaran berkepanjangan, di antaranya:

Cedera dan Kerusakan Otak

  • Cedera otak traumatik. Kecelakaan lalu lintas, cedera akibat olahraga, dan kekerasan akibat pukulan di kepala dapat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri berkepanjangan.
  • Kejang. Meskipun kejang jarang menyebabkan hilang kesadaran berkepanjangan, tetapi jika kejang terus menerus (status epilepticus) bisa menjadi penyebab koma. Kejang berulang dapat mencegah otak pulih di antara kejang. Kondisi ini akan menyebabkan ketidaksadaran yang berkepanjangan.
  • Pendarahan. Pendarahan di lapisan otak menyebabkan kehilangan kesadaran karena pembengkakan dan tekanan pada sisi otak yang terluka. Tekanan menyebabkan otak bergeser, kemudian menyebabkan kerusakan pada batang otak atau reticular activating system (RAS). Tekanan darah tinggi, aneurisma serebral, dan tumor adalah penyebab perdarahan nontrauma di otak.
  • Pembengkakan. Pembengkakan jaringan otak dapat terjadi tanpa tekanan. Terkadang kekurangan oksigen, ketidakseimbangan elektrolit, atau hormon menyebabkan pembengkakan.
  • Racun dan overdosis obat. Paparan karbon monoksida dapat menyebabkan kerusakan otak dan koma, seperti halnya beberapa overdosis obat.
  • Hipoksia atau kekurangan oksigen. Jika suplai oksigen ke otak berkurang atau terhambat, misalnya selama serangan jantung, stroke, atau hampir tenggelam, kehilangan kesadaran dapat terjadi.

Penyakit

  • Infeksi. Peradangan pada otak, sumsum tulang belakang, atau jaringan di sekitar otak bisa menyebabkan kehilangan kesadaran berkepanjangan, misalnya ensefalitis atau meningitis. Infeksi paru juga dapat menyebabkan penurunan kesadaran karena paru tidak dapat memasukkan oksigen kedalam darah. Infeksi berat atau sepsis juga dapat menimbulkan penurunan kesadaran.
  • Diabetes. Kadar gula darah penderita diabetes meningkat terlalu tinggi atau kondisi ketoasidosis dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Sedangkan kadar gula darah dibawah 60 mg/dl disebut hipoglikemia dapat menyebabkan penurunan kesadaran karena asupan energi otak hanya bersumber dari glukosa.
  • Stroke. Kekurangan suplai darah ke otak (stroke), yang mungkin disebabkan penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh darah yang pecah, dapat menyebabkan hilang kesadaran berkepanjangan.

Faktor Risiko Koma

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang tidak sadar berkepanjangan, termasuk:

  • Penyakit cerebrovaskuler.
  • Penyakit hati, ginjal, atau kardiovaskular.
  • Kanker dan kemoterapi.

Cedera otak lebih sering terjadi pada pria. Kelompok usia yang lebih mungkin mengalami cedera otak, termasuk di usia 5 tahun atau usia 15-24 tahun, dan diatas 75 tahun. Faktor yang meningkatkan risiko cedera otak, di antaranya:

  • Bepergian menggunakan kendaraan dengan kecepatan tinggi, terutama di malam hari.
  • Kurang tidur.
  • Mengalami cedera kepala sebelumnya.

Diagnosis Koma

Orang koma tidak dapat berbicara atau mengekspresikan tubuhnya dengan cara lain. Dokter atau perawat harus mengandalkan informasi dari keluarga, orang terdekat, atau saksi dari kecelakaan. Juga akan mencari tanda-tanda fisik yang dapat memberikan informasi tentang penyebabnya.

Mungin perawat akan mengajukan pertanyaan keluarga atau temannya tentang segala peristiwa atau gejala yang menyebabkannya hilang kesadaran berkepanjangan. Dokter juga akan menanyakan secara lengkap tentang perubahan terbaru dalam kehidupan pasien, riwayat medis, dan penggunaan obat. Obat menjadi perhatian termasuk obat resep dan obat bebas, serta obat-obatan terlarang.

1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk mengetahui kondisi tubuh, termasuk:

  • Memeriksa refleks.
  • Mengamati pola pernapasan.
  • Menentukan respons pasien terhadap rangsangan nyeri.
  • Memeriksa tanda-tanda memar pada kulit yang mungkin disebabkan trauma.
  • Mengamati ukuran pupil.

2. Tes Darah

Tes darah dan tes laboratorium lainnya untuk menguji hal-hal berikut ini:

  • Hitung darah lengkap.
  • Kadar elektrolit.
  • Keracunan karbon monoksida
  • Infeksi pada sistem saraf
  • Overdosis obat
  • Overdosis alkohol

3. Pencitraan

Tes yang dapat menghasilkan gambar otak (scan otak), untuk menemukan bagian cedera otak dan untuk mencari tanda-tanda pendarahan otak, tumor, stroke atau aktivitas kejang. Berikut ini beberapa tes untuk mendiagnosis koma:

  • Computerized tomography (CT) scan. Tes yang menggunakan sinar-X untuk menghasilkan gambar otak secara rinci. CT scan dapat menunjukkan perdarahan otak, tumor, stroke, dan kondisi lainnya. Tes ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis dan menentukan penyebab koma.
  • Magnetic resonance imaging (MRI). Tes ini menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat untuk juga menghasilkan gambar otak yang terperinci. MRI dapat mendeteksi jaringan otak yang rusak akibat stroke iskemik, pendarahan otak, dan kondisi lainnya. Pemindaian MRI sangat membantu dalam memeriksa batang otak dan struktur otak yang dalam.
  • Electroencephalography (EEG). EEG berfungsi untuk mengukur aktivitas listrik dalam otak. Tes ini dengan menempelkan elektroda kecil ke kulit kepala untuk mengirim arus listrik rendah. Impuls listrik otak kemudian terekam. Tes ini membantu menentukan apakah kejang dapat menjadi penyebab koma.

Pengobatan Koma

Koma adalah kondisi darurat medis yang harus segera mendapat perawatan. Sebagai langkah awal, dokter akan memeriksa jalan napas orang koma dan membantu menjaga pernapasan dan peredaran darah. Dokter dapat memberikan bantuan pernapasan, transfusi darah, dan perawatan pendukung lainnya.

Dokter dapat memberikan glukosa atau antibiotik secara intravena, bahkan sebelum hasil tes darah kembali, dalam kasus hipoglikemia atau infeksi yang menyerang otak.

Obat-obatan

Perawatan berbeda-beda tergantung pada penyebabnya. Prosedur perawatan atau obat-obatan untuk menghilangkan tekanan pada otak karena pembengkakan otak mungkin pasien perlukan.

Jika orang koma adalah akibat overdosis obat, dokter mungkin akan memberikan obat untuk mengatasi kondisi tersebut. Jika akibat kejang, dokter dapat memberikan obat untuk mengendalikan kejang.

Perawatan lainnya mungkin fokus pada obat atau terapi untuk mengobati penyakit yang mendasarinya, seperti diabetes atau penyakit hati.

Terkadang, penyebab koma bisa sepenuhnya pulih dan akan kembali normal. Tetapi jika menderita kerusakan otak parah, pasien mungkin menderita cacat permanen atau mungkin tidak akan pernah sadar. Ini dapat memasuki kondisi vegetatif yang persisten atau menjadi mati otak.

Komplikasi

Meskipun kebanyakan orang koma secara bertahap bisa pulih, tetapi sebagian lainnya dapat memasuki kondisi vegetatif atau bahkan kematian. Beberapa orang yang pulih dari hilang kesadaran berkepanjangan mungkin dapat mengalami kecacatan atau kelumpuhan.

Komplikasi yang terjadi selama hilang kesadaran berkepanjangan, termasuk luka tekanan atau ulcus decubitus, infeksi saluran kemih, gumpalan darah (trombosis) pada kaki, infeksi paru atau pneumonia dan masalah kesehatan lainnya.

Pencegahan Koma

Guna membantu mengurangi kemungkinan seseorang mengalami hilang kesadaran berkepanjangan, berikut beberapa langkah yang bisa Anda terapkan:

  • Mengenakan sabuk pengaman ketika berkendara. Pastikan pula bayi dan anak kecil terpasang erat pada kursi keselamatan anak.
  • Anak-anak usia 12 tahun ke bawah harus duduk pada kursi belakang kendaraan.
  • Menggunakan helm yang sesuai saat mengendarai sepeda atau sepeda motor, sepatu roda, olahraga kontak, ski, snowboarding, dan aktivitas lainnya yang berisiko cedera.
  • Menggunakan pelindung mulut atletik saat berolahraga.
  • Jangan minum alkohol atau menyalahgunakan narkoba.
  • Jika menderita diabetes, temui dokter secara teratur dan ambil langkah yang tepat untuk mengontrol kadar gula darah.
  • Jika sakit atau sedang minum obat, sebaiknya kunjungi dokter secara teratur untuk pemeriksaan kondisi kesehatan.

 

  1. Anonim. 2017. Coma. https://www.winchesterhospital.org/health-library/article?id=22822. (Diakses pada 4 Agustus 2020)
  2. Anonim. 2018. Coma: Types, Causes, Treatments, Prognosis. https://www.webmd.com/brain/coma-types-causes-treatments-prognosis#1. (Diakses pada 4 Agustus 2020)
  3. Brazier, Yvette. 2017. What you need to know about coma. https://www.medicalnewstoday.com/articles/173655. (Diakses pada 4 Agustus 2020)
  4. Cafasso, Jacquelyn. 2013. Coma. https://www.healthline.com/health/coma. (Diakses pada 4 Agustus 2020)
  5. Mayo Clinic Staff. 2018. Coma. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/coma/symptoms-causes/syc-20371099. (Diakses pada 4 Agustus 2020)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi