Terbit: 26 November 2021
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Gangguan depersonalisasi adalah kondisi di mana seseorang merasa jiwanya terlepas dari tubuh. Gangguan ini membuatnya seperti melihat diri sendiri dari luar raganya dan seakan-akan bermimpi. Simak penjelasan selengkapnya berikut ini!

Gangguan Depersonalisasi: Gejala, Penyebab, hingga Pencegahan

Apa itu Gangguan Depersonalisasi?

Gangguan depersonalisasi adalah gangguan kesehatan mental di mana seseorang merasa jiwanya terlepas dari tubuh dan pikirannya (depersonalisasi). Gangguan ini terkadang seperti mengamati diri sendiri dari luar tubuh atau seperti berada dalam mimpi.

Namun, orang dengan gangguan ini tidak kehilangan kontak dengan kenyataan, dan masih menyadari bahwa segala sesuatunya tidak seperti yang terlihat. Depersonalisasi bisa berlangsung  beberapa menit hingga bertahun-tahun, meskipun jarang terjadi.

Tanda dan Gejala Depersonalisasi

Depersonalisasi yang terus-menerus dan berulang atau keduanya menyebabkan kesulitan dan masalah kinerja di tempat kerja, sekolah, atau di bidang penting lainnya. Selama gangguan berlangsung, orang akan menyadari bahwa rasa jiwanya terpisah hanyalah perasaan dan bukan kenyataan.

Pengalaman dan perasaan gangguan ini mungkin sulit untuk dijelaskan. Gejala yang muncul biasanya dimulai pada pertengahan hingga akhir remaja atau awal masa dewasa. Gangguan ini jarang terjadi pada anak-anak dan lansia.

Berikut ini gejala sekaligus contoh gangguan depersonalisasi:

  • Merasa seperti berada di luar tubuh, terkadang seolah-olah memandang rendah diri sendiri.
  • Merasa seolah-olah tidak dapat mengendalikan apa yang Anda lakukan atau katakan.
  • Merasa jiwa terlepas dari tubuh, seolah-olah tidak memiliki diri yang sebenarnya.
  • Mati rasa di pikiran atau tubuh, seolah-olah semua panca indra mati.
  • Merasa seolah-olah bagian tubuh salah ukurannya.
  • Kesulitan memasukan emosi ke ingatan.

Baca Juga: Gangguan Pengendalian Impuls: Cara Mengidentifikasi dan Penanganan

Kapan harus ke Dokter?

Mengalami depersonalisasi adalah hal biasa dan tidak perlu dikhawatirkan. Namun, perasaan tidak terikat dan penyimpangan yang berkelanjutan atau parah dari lingkungan dapat menjadi tanda gangguan ini, gangguan kesehatan fisik, atau mental lainnya.

Segera temui dokter jika depersonalisasi menyebabkan kondisi berikut:

  • Mengganggu Anda atau mengganggu secara emosional.
  • Tidak kunjung hilang atau terus-menerus kembali terjadi.
  • Mengganggu pekerjaan, hubungan, atau aktivitas sehari-hari.

Penyebab Gangguan Depersonalisasi

Beberapa orang mungkin lebih rentan menglamai gangguan kejiwaan daripada yang lain. Misalnya, wanita lebih berisiko daripada pria untuk mengalami depersonalisasi.

Beberapa kondisi yang sering kali menjadi penyebabnya, termasuk stres berat, kecemasan, dan depresi. Kurang tidur atau lingkungan yang terlalu merangsang juga bisa memperburuk gejala.

Biasanya, penderita gangguan ini memiliki riwayat trauma masa lalu dalam hidupnya, termasuk:

  • Pelecehan atau pengabaian emosional atau fisik di masa kanak-kanak.
  • Memiliki orang yang dicintai meninggal secara tidak terduga.
  • Menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga.

Faktor Risiko Gangguan Depersonalisasi

Berikut faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan depersonalisasi:

  • Pernah menyalahgunakan narkoba.
  • Kecenderungan bawaan untuk menghindari atau menyangkal situasi sulit, misalnya kesulitan beradaptasi dengan situasi sulit.
  • Depresi atau kecemasan, terutama depresi berat atau berkepanjangan atau kecemasan dengan serangan panik.
  • Mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis atau pelecehan ketika masih kanak-kanak atau dewasa
  • Stres berat dalam aspek kehidupan apa pun, mulai dari hubungan, keuangan, atau pekerjaan.

Diagnosis Depersonalisasi

Dokter dapat menentukan atau mengesampingkan diagnosis gangguan depersonalisasi berdasarkan tes berikut:

  • Pemeriksaan fisik. Gejala depersonalisasi mungkin terkait dengan masalah kesehatan fisik yang mendasarinya, obat-obatan, narkoba, atau alkohol.
  • Tes laboratorium. Beberapa tes laboratorium bisa membantu menentukan apakah gejala yang muncul pada pasien terkait dengan masalah medis atau lainnya.
  • Evaluasi psikiatri. Profesional kesehatan mental akan bertanya tentang gejala, pikiran, perasaan, dan pola perilaku pasien, yang membantu menentukan apakah ia memiliki depersonalisasi atau gangguan kesehatan mental lainnya.
  • DSM-5. Profesional kesehatan mental mungkin akan menggunakan kriteria untuk depersonalisasi yang tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.

Baca Juga: Gangguan Kepribadian Menghindar: Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Cara Mengobati Gangguan Depersonalisasi

Tujuan pengobatannya adalah mengatasi stresor (pengalaman atau situasi penuh tekanan) yang memicu gejala gangguan ini. Dokter atau psikolog mungkin akan merencanakan perawatan berdasarkan faktor berikut:

  • Kesehatan umum.
  • Pemicu.
  • Tingkat keparahan gejala.

Perawatan untuk gangguan mental ini biasanya mencakup kombinasi dari beberapa pengobatan.

1. Psikoterapi

Terapi bicara merupakan pengobatan utama untuk mengatasi gangguan disosiatif. Dokter dapat memilih satu atau beberapa metode berikut ini:

  • Terapi perilaku kognitif (CBT): Ini adalah terapi berbicara yang membantu mengelola masalah pasien dengan mengubah cara berpikir dan berperilaku. CBT paling sering untuk mengobati kecemasan dan depresi, tetapi berguna untuk gangguan kesehatan mental dan fisik lainnya.
  • Terapi perilaku dialektik (DBT): DBT bisa membantu gangguan kepribadian yang berat. Terapi ini dapat membantu menoleransi emosi yang sulit, termasuk gejala disosiatif. DBT berguna jika pasien pernah mengalami pelecehan atau trauma.
  • Desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata (EMDR): EMDR dapat membantu pasien mengatasi gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Ini bisa mengurangi mimpi buruk yang terus-menerus, kilas balik, dan gejala lainnya.
  • Terapi keluarga: Merupakan jenis konseling psikoterapi atau psikologis yang membantu semua anggota keluarga agar meningkatkan komunikasi dan menyelesaikan masalah.
  • Terapi kreatif: Terapi seni atau musik bisa membantu pasien mengeksplorasi dan mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam lingkungan yang aman dan kreatif.

2. Obat-obatan

Tidak ada obat khusus yang disetujui untuk mengobati gangguan depersonalisasi. Namun, obat-obatan bisa digunakan untuk mengobati gejala tertentu atau untuk mengobati depresi dan kecemasan yang sering terkait dengan gangguan tersebut.

Apakah Depersonalisasi Bisa Dicegah?

Meskipun kemungkin tidak dapat mencegah gangguan depersonalisasi, memulai pengobatan segera setelah mulai menunjukkan gejala mungkin akan membantu.

Selain itu, tindakan yang cepat setelah peristiwa traumatis atau pengalaman yang menyedihkan secara emosional bisa membantu mengurangi risiko berkembangnya gangguan disosiatif.

 

  1. Anonim. 2020. Depersonalization/Derealization Disorder. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9791-depersonalizationderealization-disorder. (Diakses pada 26 November 2021)
  2. Anonim. 2020. Mental Health and Depersonalization Disorder. https://www.webmd.com/mental-health/depersonalization-disorder-mental-health. (Diakses pada 26 November 2021)
  3. Fritscher, Lisa. 2020. What Is Depersonalization/Derealization Disorder (DPDR)?. https://www.verywellmind.com/derealization-2671582. (Diakses pada 26 November 2021)
  4. Mayo Clinic Staff. 2017. Depersonalization-derealization disorder. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/depersonalization-derealization-disorder/symptoms-causes/syc-20352911. (Diakses pada 26 November 2021)
  5. Raypole, Crystal. 2019. Understanding Depersonalization and Derealization Disorder. https://www.healthline.com/health/depersonalization-disorder#diagnosis. (Diakses pada 26 November 2021)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi