Terbit: 15 December 2020 | Diperbarui: 25 February 2022
Ditulis oleh: dr. Lovira Ladieska | Ditinjau oleh: Tim Dokter

Pernah mendengar apa itu chorioamnionitis? Kondisi yang dikenal dengan nama lain “amnionitis” atau “infeksi intra-amnion” ini menginfeksi lapisan di sekitar janin. Ketahui lebih lanjut gejala, penyebab, diagnosis, hingga pengobatannya!

Chorioamnionitis: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan, dll

Apa Itu Chorioamnionitis?

Chorioamnionitis adalah suatu kondisi infeksi bakteri yang terjadi sebelum atau saat persalinan. Namanya sendiri mengacu kepada membran atau selaput luar yang melindungi janin. Diambil dari kata “chorion” (selaput luar) dan “amnion” (kantung yang terisi cairan).

Kondisi ini terjadi ketika bakteri menginfeksi chorion, amnion, dan cairan amnion (cairan ketuban) sekitar janin. Apabila tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menyebabkan persalinan preterm atau infeksi yang serius bahkan menyebabkan sepsis baik pada ibu dan bayi.

Gejala Chorioamnionitis

  • Maternal Fever

Menurut The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD), dapat disebut maternal fever apabila temperatur ibu 39 derajat celsius atau 38 pada 2 kali pengukuran dengan jarak waktu 30 menit.

  • Maternal takikardi

Nadi ibu >120 kali per menit.

  • Fetal takikardi

Nadi janin >160 kali per menit.

  •  Maternal leukocytosis

Jumlah leukosit pada pemeriksaan lab ibu >15,000 cells/mL tanpa dibawah penggunaan kortikosteroid.

  • Hipotensi
  • Diaphoresis (berkeringat berlebihan)
  • Nyeri pada bagian panggul
  • Kulit terasa dingin

Penyebab Chorioamnionitis

Chorioamnionitis sering berhubungan dengan kondisi lain seperti infeksi saluran kemih, dan Prolonged Rupture of Membrane yang merupakan kondisi ketika ketuban pecah sebelum waktunya. Seperti 95% dari kasus dapat disebabkan oleh beberapa jenis mikroba (polimikrobial).

Bakteri mycoplasma hominis, E. coli, group B streptococci, dan golongan bakteri anaerob termasuk golongan bakteri penyebab chorioamnionitis yang paling sering dijumpai.

Beberapa golongan virus seperti cytomegalovirus, adenovirus, enterovirus, respiratory syncytial virus, dan Epstein-Barr virus juga dapat menjadi penyebab chorioamnionitis.

Faktor Risiko Chorioamnionitis

1. Prolonged Membrane Rupture (PROM)

Pecahnya membran atau ketuban yang bertahan lebih dari 18–24 jam sebelum persalinan.

2. Persalinan Lama

WHO mendefinisikan persalinan lama dengan adanya kontraksi uterus yang ritmik dan reguler disertai pembukaan serviks yang berlangsung lebih dari 24 jam.

3. Nulliparitas

Kondisi di mana seorang wanita belum pernah melahirkan sebelumnya.

4. Infeksi pada Daerah Kewanitaan

Infeksi seperti Bacterial Vaginosis, adanya koloni dari grup B stretococcus, dan infeksi saluran kemih dapat meningkatkan probabilitas wanita hamil untuk menderita chorioamnionitis.

5. Konsumsi Alkohol dan Rokok

Konsumsi alkohol dan rokok dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.

6. Meconium Stained Amniotic Fluid

Kondisi ini terjadi ketika meconium atau feses bayi tercampur dengan cairan amnion(air ketuban). Feses mengandung banyak bakteri, sehingga apabila tercampur dengan air ketuban dapat menyebabkan chorioamnionitis. 

Diagnosis Chorioamnionitis

Cara untuk mendiagnosis chorioamnionitis, gejala yang telah disebutkan diatas akan muncul. Kemudian, dokter dan petugas kesehatan akan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Hal yang akan ditanyakan dokter ketika melakukan anamnesis adalah adanya ketuban berbau yang keluar dari daerah kewanitaan, usia kehamilan, adanya demam pada ibu, adanya nyeri perut dan panggul, serta riwayat kehamilan, kelahiran, dan keguguran (bila ada), riwayat infeksi menular seksual, dan riwayat saluran kemih.

2. Pemeriksaan Fisik

Dokter akan memeriksa tanda vital ibu dan janin, dilanjutkan dengan status generalis ibu, dan melakukan pemeriksaan status lokalis pada bagian panggul. Kemudian memastikan apakah gejala dan tanda yang dialami ibu sesuai dengan gejala chorioamnionitis atau tidak.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seorang dokter untuk mendiagnosis pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan kultur, histologi, laboratorium, USG, dan pemeriksaan urine. Kultur dengan cara amniosentesis merupakan baku emas untuk diagnosis korioamnionitis.

Pengobatan Chorioamnionitis

Manajemen chorioamnionitis meliputi agen antibiotik, antipiretik, persalinan, dan pengobatan untuk gejala lainnya.

1. Antibiotik

Antibiotik yang dapat digunakan adalah golongan aminoglikosida seperti:

  • Ampicillin 2 gram setiap 6 jam secara intravena untuk mengcakup bakteri gram positif.
  • Gentamicin 1.5 mg/kg setiap 8 jam secara intravena untuk mencakup bakteri gram negatif.
  • Clindamycin 900 mg setiap 8 jam sebagai alternatif pada kasus alergi terhadap ampicillin.
  • Metronidazole dapat diberikan pada pasien dengan alergi clindamycin.
  • Vancomycin atau eritromisin dapat diberikan sebagai tambahan kepada pasien alergi penisilin.

2. Antipiretik

Antipiretik digunakan untuk menurunkan suhu bila terjadi demam. Untuk ibu hamil antipiretik yang disarankan adalah golongan acetaminophen atau biasa dikenal dengan sebutan paracetamol.

3. Persalinan

Persalinan dapat dilakukan apabila kondisi ibu dan bayi memungkinkan dan diperlukan untuk dilakukan persalinan sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi akibat korioamnionitis. Keputusan ini tentunya diambil atas persetujuan dokter spesialis kandungan yang merawat, keluarga, dan pasien.

Komplikasi Chorioamnionitis

Apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik, maka kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi baik kepada ibu atau janin. Berikut merupakan daftar komplikasi yang dapat terjadi akibat chorioamnionitis:

Komplikasi Maternal (Ibu)

  • Operasi Caesar
  • Endomyometritis
  • Infeksi luka
  • Abses pelvis
  • Perdarahan Pascamelahirkan
  • Syok septik
  • Gangguan pembekuan darah
  • Adult Respiratory Distress Syndrome
  • Kematian

Komplikasi Fetal (Janin)

  • Kematian janin
  • Sepsis neonatal
  • Asfiksia
  • Syok septik
  • Pneumonia
  • Perdarahan otak
  • Kerusakan pada sel otak
  • Cerebral Palsy

Pencegahan Chorioamnionitis

Pencegahan yang dapat dilakukan dari masa kehamilan yaitu:

  • Melakukan screening rutin dengan dokter kandungan untuk bacterial vaginosis atau infeksi pada bagian vagina mulai dari trimester kedua.
  • Melakukan screening untuk infeksi grup B streptokokus saat mencapai minggu ke 35 atau 36.
  • Mengurangi frekuensi pemeriksaan dalam vagina sebelum persalinan untuk mengurangi resiko infeksi.
  • Penggunaan antibiotik saat ketuban pecah prematur terbukti dapat mencegah chorioamnionitis.
  • Kontrol rutin sesuai jadwal dan konsultasikan kepada dokter spesialis kandungan anda bila terjadi salah satu gejala yang telah disebabkan di atas.

 

  1. Westover T, Knuppel RA, Westover T. Modern Management of Clinical Chorioamnionitis. Infect Dis Obstet Gynecol. 1995;3(3):123–32.
  2. Gibbs RS. Management of clinical chorioamnionitis at term. Am J Obstet Gynecol. 2004;191(1):1–2.
  3. Healthline Editorial Team. 2018. Chorioamnionitis: Infection in Pregnancy. https://www.healthline.com/health/pregnancy/infections-chorioamnionitis#prevention.
  4. Anonim. Chorioamnionitis. https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=90&contentid=P02441.
  5. Bany-Mohammed, Fayez. 2018. Chorioamnionitis. https://emedicine.medscape.com/article/973237-overview.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi