Terbit: 3 February 2020
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: dr. Jati Satriyo

Batuk rejan adalah salah satu jenis batuk yang sangat menular dan bahkan mengancam nyawa, terutama pada bayi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada 2008 vaksinasi global terhadap pertusis telah mencegah sekitar 687.000 kematian. Selengkapnya cari tahu untuk mendapatkan informasi tentang penyebab hingga pencegahanya di bawah ini.

Batuk Rejan (Pertusis): Penyebab, Gejala, Diagnosis, & Pengobatan

Apa Itu Batuk Rejan?

Pertusis atau batuk rejan adalah infeksi pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Infeksi bakteri yang berkembang di hidung, mulut, dan tenggorokan ini menyebabkan batuk. 

Batuk rejan ditandai dengan batuk yang diawali dengan tarikan napas panjang melalui mulut. Batuk ini dapat berlangsung secara terus-menerus, selama empat sampai delapan minggu sehingga disebut batuk seratus hari. 

Jenis batuk ini merupakan penyakit yang sangat menular dan mengancam nyawa, terutama pada bayi. Maka dari itu, vaksin pertusis diperlukan untuk mencegah penyakit ini.

Jika batuk ini tidak segera ditangani, kemungkinan akan menimbulkan masalah kesehatan yang lebih serius. Pada beberapa kasus, tulang rusuk penderita mengalami luka akibat batuk yang sangat keras. Untuk kasus yang lebih parah, batuk dapat mengakibat gagal napas yang berujung kematian, terutama pada bayi.

Penyebab Batuk Rejan

Bakteri Bordetella pertusis yang menyebar melalui udara adalah salah satu penyebab batuk rejan. Bakteri ini masuk dan kemudian menyerang dinding saluran napas, seperti hidung, mulut dan tenggorokan yang kemudian melepaskan racun. Penyebaran penyakit ini akan berlangsung tiga minggu setelah batuk dimulai.

Racun yang dilepaskan oleh bakteri akan menyebabkan pembengkakan saluran pernapasan. Saluran napas yang membengkak bisa membuat penderita harus menarik napas dengan kuat melalui mulut karena sulitnya bernapas.

Bakteri yang memasuki lapisan saluran udara akan berkembang dan menghasilkan lendir. Ketika lendir menumpuk, tubuh berusaha mengeluarkannya melalui batuk yang terus-menerus.

Faktor Risiko

Batuk rejan dapat memengaruhi orang-orang dari segala usia, termasuk:

1. Bayi dan Anak Kecil

Bayi di bawah usia enam bulan berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi, seperti radang paru-paru, kejang-kejang, dan kerusakan otak.

2. Remaja dan Lansia

Keduanya cenderung kurang serius dalam kasus-kasus ini, tetapi menyebabkan ketidaknyamanan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. 

3. Orang yang Mengalami Batuk Rejan Sebelumnya

Seseorang menjadi tidak kebal terhadap batuk rejan jika pernah mengalaminya, meskipun cenderung kurang parah pada kali kedua.

4. Orang Divaksinasi Batuk Rejan Sejak Anak-Anak

Perlindungan dari vaksin batuk rejan cenderung akan menghilang setelah beberapa tahun.

Anda bisa terkena batuk jenis ini jika kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Seseorang dengan batuk jenis ini dapat menular dari sekitar enam hari setelah terinfeksi (ketika hanya memiliki gejala seperti pilek) sampai tiga minggu setelah mengalami batuk.

Gejala Batuk Rejan

Umumnya, gejala akan muncul antara 7 sampai 21 hari setelah bakteri Bordetella pertusis masuk dalam saluran pernapasan. Perkembangan gejala batuk rejan ada tiga tahapan, yaitu:

1. Tahap Pertama (Masa Gejala Awal)

Tahap ini ditandai dengan munculnya gejala-gejala ringan, seperti hidung berair dan tersumbat, bersin-bersin, mata berair, radang tenggorokan, batuk ringan, hingga demam. Tahap ini bisa berlangsung hingga dua minggu, dan di tahap inilah penderita berisiko menularkan batuk ke orang di sekelilingnya.

2. Tahap Kedua (Masa Paroksismal)

Tahap ini ditandai dengan meredanya semua gejala-gejala flu, namun batuk justru bertambah parah dan tidak terkontrol. Di tahap inilah terjadi batuk keras secara terus-menerus yang diawali tarikan napas panjang lewat mulut. Ketika batuk mereda, penderita bisa mengalami muntah disertai kelelahan, hal ini umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak. Tahap ini bisa berlangsung dua hingga empat minggu atau lebih.

3. Tahap Ketiga (Masa Penyembuhan)

Kondisi tubuh penderitanya mulai membaik. Meski demikian, gejala batuk rejan bisa tetap ada atau bahkan lebih keras. Tahap pemulihan bisa berlangsung hingga dua bulan atau lebih, tergantung dari pengobatannya.

Hal yang perlu menjadi perhatian, batuk yang diiringi dengan tarikan napas panjang (whooping) pada bayi biasanya disertai dengan henti napas. Dari sejumlah kasus yang ditemukan, anak-anak yang mengalami pertusis tidak mendapatkan imunisasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus). Batuk rejan pada bayi dan anak-anak dengan kondisi yang cukup parah dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru. Oleh karena itu, segera bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika batuk rejan berkepanjangan dan kondisi memburuk yang ditandai dengan muntah, pilek yang tak kunjung sembuh, kesulitan bernapas, menarik napas yang panjang disertai suara rejan, segera periksakan ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

Komplikasi Batuk Rejan

Tidak hanya mengganggu sistem pernapasan, batuk rejan juga bisa menimbulkan komplikasi, di antaranya:

1. Kejang

Hal ini bisa terjadi karena batuk rejan mampu mengganggu jalan napas sehingga otak kekurangan oksigen dan berakhir dengan kejang.

2. Pneumonia pada Paru

Mengingat pertusis adalah penyakit pada saluran napas, maka 10% penderitanya mampu mengalami pneumonia. Untuk memastikan hal ini, diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan rontgen toraks guna melihat kondisi paru-paru.

3. Tekanan Intratekal pada Tubuh

Tekanan yang meningkat saat batuk rejan akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut sehingga beberapa organ dapat keluar dari kantong pembungkusnya, seperti hernia. Hernia dapat hilang sendiri jika kondisinya belum berat. Jika kondisi ini telah menetap meskipun batuk telah mereda, maka hernia dapat diatasi dengan operasi.

Diagnosis

Selama tahap awal, kesalahan diagnosis sering terjadi, karena tanda dan gejalanya mirip dengan yang ditemukan pada penyakit pernapasan lainnya, seperti bronkitis, flu, dan flu biasa.

Dokter biasanya dapat mendiagnosis batuk rejan dengan mengajukan pertanyaan mengenai gejala dan mendengarkan batuk.

Berikut beberapa tes untuk mendiagnosis batuk rejan:

1. Pengambilan Sampel Lendir dari  Tenggorokan atau Hidung

Tes dilakukan dengan mengambil sampel usap atau hisap dari nasofaring, area antara hidung dan tenggorokan. Sampel kemudian dikirim ke laboratorium untuk memeriksa keberadaan bakteri Bordetella pertusis.

2. Tes Darah

Sampel darah diambil dan dikirim ke laboratorium untuk memeriksa jumlah sel darah putih, karena sel darah putih dapat melawan infeksi. Jika jumlahnya tinggi, kemungkinan mengalami infeksi atau peradangan.

3. Rontgen Dada

Tes ini menggunakan X-ray untuk memeriksa peradangan atau cairan di paru-paru, yang dapat terjadi ketika pneumonia memperburuk batuk dan infeksi pernapasan lainnya.

Pengobatan Batuk Rejan

Batuk rejan pada remaja dan lansia biasanya bisa diatasi dengan antibiotik sesuai resep dokter. Antibiotik yang menjadi pilihan untuk pengobatan adalah antibiotik profilaksis. Selain itu, obat batuk rejan yang bisa digunakan adalah eritromisin (harus dikonsumsi selama 10 hari) atau antibiotik makrolida.

Perlu diketahui, obat batuk rejan dengan menggunakan antibiotik tidak memperpendek masa sakit tetapi memperpendek masa infeksius (masa penularan). Penggunaan antibiotik akan memperpendek masa infeksius yang tadinya 3 minggu menjadi 5 hari saja. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit yang telah berlangsung di atas 3 minggu karena masa infeksius telah lewat.

Sementara batuk rejan pada bayi, biasanya harus memerlukan perawatan karena lebih berbahaya untuk usia bayi. Jika pengobatan tidak bisa secara oral atau mulut, infus intravena menjadi pilihannya. Biasanya anak akan diisolasi untuk mencegah penyebaran infeksi.

Sementara bila kondisinya tergolong parah, dokter akan melakukan penanganan berikut:

  • Kortikosteroid. Obat ini diresepkan jika anak memiliki gejala yang parah. Obat diberikan bersama dengan antibiotik. Kortikosteroid adalah hormon kuat (steroid) yang sangat efektif untuk mengurangi peradangan di saluran napas, sehingga memudahkan anak untuk bernapas.
  • Oksigen. Alat bantu napas diberikan melalui sungkup jika diperlukan bantuan pernapasan. Alat suntik bulb irigasi dapat digunakan untuk menyedot lendir yang menumpuk di saluran udara.

Tips Merawat Batuk Rejan di Rumah

Berikut tentang bagaimana cara mengatasi batuk rejan di rumah:

  • Perbanyak istirahat. Kamar yang sejuk, tenang dan gelap dapat membantu tubuh rileks dan beristirahat dengan lebih baik.
  • Perbanyak minum cairan. Pilihan yang terbaik adalah air, jus, dan sup, untuk menghindari dehihdari. Pada anak-anak, perhatikan tanda-tanda dehidrasi, seperti bibir kering, menangis tanpa air mata dan jarang buang air kecil.
  • Makanlah dalam porsi sedikit. Untuk menghindari muntah setelah batuk, makan makanan dalam porsi sedikit, lebih sering daripada dalam porsi yang banyak.
  • Menjaga udara tetap bersih. Pastikan rumah terbebas dari iritasi yang dapat memicu batuk, seperti asap rokok, debu dan asap dari perapian.
  • Cegah penularan penyakit. Tutupi mulut jika batuk dan cuci tangan sesering mungkin. Jika mengharuskan Anda berada di sekitar orang lain, gunakan masker.

Pencegahan Batuk Rejan

Pencegahan untuk batuk rejan dari penularannya dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut:

  • Menutup hidung dan mulut dengan tisu setiap kali batuk atau bersin.
  • Menggunakan masker ketika di dekat banyak orang.
  • Membuang tisu yang telah digunakan dengan segera.
  • Mencuci tangan secara rutin dengan air dan sabun.

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan vaksin DPT. Namun, vaksin ini tidak berlangsung seumur hidup melainkan hanya bertahan beberapa periode saja, sehingga vaksinasi perlu diberikan selama beberapa kali. Anak-anak perlu divaksinasi pada usia 2, 4, 6,15 sampai 18 bulan dan usia 4-6 tahun.

Vaksin pertusis sangat aman, namun terdapat beberapa efek samping yang mungkin dapat muncul setelah penyuntikan dilakukan, di antaranya adalah rasa nyeri, kulit memerah, dan pembengkakan pada bagian yang disuntik. Selain itu, kemungkinan anak juga akan menjadi rewel atau demam.

Ibu hamil juga perlu mendapatkan vaksinasi pertusis, karena dapat membantu melindungi bayi terserang batuk rejan pada minggu awal kelahiran. Biasanya vaksinasi akan disarankan pada semua wanita hamil saat usia kehamilan antara 28-38 minggu. 

 

  1. Anonim. 2018. Pertussis. https://www.who.int/immunization/diseases/pertussis/en/. (Diakses 3 Februari 2020).
  2. Bocka, Joseph J . 2019. Pertussis. https://emedicine.medscape.com/article/967268-overview. (Diakses 3 Februari 2020).
  3. Mayo Clinic Staff. 2019. Whooping cough. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/whooping-cough/symptoms-causes/syc-20378973. (Diakses 3 Februari 2020).
  4. Newman, Tim. 2017. Whooping cough: What you should know. https://www.medicalnewstoday.com/articles/257706.php. (Diakses 3 Februari 2020).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi