Terbit: 2 September 2015 | Diperbarui: 7 April 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com – Pempigus Vulgaris adalah kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya lepuhan-lepuhan pada kulit dan membran mukosa, paling sering pada mulut. Terkadang lepuhan pecah, meninggalkan ulkus atau luka kulit berkerak.

Bahaya Pempigus Vulgaris

Pemphigus vulgaris  tersebar di seluruh dunia, dapat mengenai semua ras, frekuensi hampir sama pada laki-laki dan perempuan. Pemphigus vulgaris merupakan bentuk yang sering dijumpai kira-kira 70 % dari semua kasus pemphigus, biasanya pada usia 50 – 60 tahun dan jarang pada anak-anak. Insiden pemphigus vulgaris bervariasi antara 0,5 – 3,2 kasus per 100.000 dan pada keturunan yahudi khususnya Ashkenazi jewish insidennya meningkat.

Penyebab

Penyebab pasti pemphigus vulgaris belum diketahui. Banyak teori yang mendasari timbulnya penyakit ini, antara lain karena virus, namun hal ini tidak dapat dibuktikan. Hal lain, seperti kelainan metabolisme, intoksikasi, dan psikogenik, lebih merupakan akibat, bukan penyebab pemphigus.

Beutner dan Jordan (1964) dengan teknik imunofluresensi (IF), mendemonstrasikan adanya zat anti–IgG yang beredar di dalam serum penderita. Zat anti ini beraksi atau terikat pada substansi yang melekatkan sel-sel epidermis (substansia intraseluler).

Ini spesifik untuk pemphigus vulgaris. Titer zat anti atau antibodi ini berhubungan dengan aktifitas atau berat ringannnya penyakit, sehingga mungkin dapat dipakai untuk mengevaluasi pengobatan. Pada pemeriksaan imunofloresensi langsung dengan menggunakan epitel berlapis sebagai antigen, misalnya selaput lendir kerongkongan kera atau bibir marmut, komplek antigen antibodi terlihat sebagai susunan retikuler di sepanjang stratum spinosum.

Pemeriksaan IF langsung ini mempunyai arti penting untuk diagnosis, karena hasilnya positif pada awal penyakit dan tetap positif untuk waktu lama atau beberapa tahun setelah penyakit sembuh atau tanpa pengobatan.

Dari pengamatan IF, jelas adanya peran mekanisme autoimun di dalam patogenesis pemphigus. Namun walaupun antibodi yang timbul spesifik terhadap pemphigus ternyata antibodi antiepitel tersebut bisa pula didapatkan pada penderita luka bakar, pemfigoid, NET, mikosis fungiodes, dan erupsi kulit karena penisilin. Hubungan pemphigus dengan HLA terlihat pada studi populasi terhadap penderita pemphigus yang menunjukan kenaikan HLA-A10 pada orang Jepang dan Yahudi yang menderita pemphigus. Dan ada hubungan kuat dengan HLA-DR4 pada orang Yahudi yang menderita pemphigus.

Gejala

Gejala klinis pemphigus vulgaris biasanya didahului dengan keluhan subjektif berupa malaise, anoreksia, subfebris, kulit terasa panas dan sakit serta sulit menelan. Rasa gatal (pruritus) jarang didapat. Kelainan kulit ditandai dengan bula berdinding kendur yang timbul di atas kulit normal atau pada selaput lendir. Bila lesi mengenai paru akan timbul kesukaran menelan karena sakitnya. Selaput lendir lain juga dapat terkena, seperti konjungtiva, hidung, vulva, penis, dan mukosa hidung-anus.

Daerah predileksi biasanya mengenai muka, badan, daerah yang terkena tekanan, lipat paha, dan aksila. Bula berdinding kendur mula-mula berisi cairan jernih kemudian menjadi keruh (seropurulen) atau hemoragik. Dinding bula mudah pecah dan menimbulkan daerah-daerah erosi yang meluas (denuded area), basah, mudah berdarah, dan tertutup krusta. Bila terjadi penyembuhan, lesi meninggalkan bercak-bercak hiperpirmentasi tanpa jaringan parut.

Daerah-daerah erosi pada tubuh dan mulut menimbulkan bau yang merangsang dan tidak sedap. Tanda nikolsky dapat ditemukan dengan cara : kulit yang terlihat normal akan terkelupas apabila ditekan dengan ujung jari secara hati-hati atau isi bula yang masih utuh melebar bila kita lakukan hal yang sama (bulla spread phenomenon). Hal ini menunjukkan bahwa kohesi antar sel-sel epidermis telah hilang.

Pemphigus vulgaris biasanya terjadi pada usia lanjut dan disertai keadaan umum yang lemah. Selain itu, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

  • Gambaran klinis yang khas dan tanda dari nikolsky positif.
  • Test tzanck positif dengan membuat apusan dari dasar bula dan dicat dengan giemsa akan terlihat sel tzanck atau sel akantolitik yang berasal dari sel-sel lapisan spinosum berbentuk agak bulat dan berinti besar dengan dikelilingi sitoplasma jernih (halo).
  • Pemeriksaan hitopatologik: terlihat gambaran yang khas, yakni bula yang terletak supra basal dan adanya akantolisis.
  • Pemerikssaan imunofluoresensi.

Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG dan C3. Pada tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi pemphigus tipe IgG. Tes pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah positif pada penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar dengan beratnya penyakit dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid.

Pengobatan

Pengobatan utama adalah kortikosteroid, karena bersifat imunosupresif. Yang sering digunakan adalah prednisone dan dexametasone. Dosis prednisone bervariasi bergantung pada berat ringannya penyakit, yakni 60-150 mg sehari. Ada pula yang menggunakan 3 mg atau kgBB perhari bagi pemphigus yang berat. Pada dosis yang tinggi sebaiknya diberikan deksametasone i.m. atau i.v. sesuai dengan equivalennya karena lebih praktis. Keseimbangan cairan dan gangguan elektrolit perlu diperhatikan.

Lever dan White mengajukan dosis 180-360 mg prednisone setiap hari sampai remisi lengkap, biasanya 6-10 minggu. Contoh: bila dosis awal prednisone 180 mg perhari diberikan sampai 6 minggu dan terjadi remisi lengkap, dosis segera diturunkan menjadi 90 mg perhari selama 1 minngu. Dan kemudian berturut-turut dosis diturunkan sebagai berikut :

  • 45 mg setiap hari selama 1 minggu
  • 30 mg setiap hari selama 2 minggu
  • 20 mg setiap hari selama 3 minggu
  • 15 mg setiap hari selama 4 minggu
  • Selanjutnya dosis bertahan (maintenance) sampai kurang dari 15 mg/ hari

Untuk mengurangi efek samping kortikosteroid dapat dikombinasikan dengan adjuvant yang terkuat ialah sitostatika. Efek samping kortikosteroid yang berat berupa atrofi kelenjar adrenal bagian korteks, ulkus peptikum, dan osteoporosis yang dapat menyebabkan fraktur kolumna vertebrae pars lumbalis.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi