Terbit: 22 September 2020
Ditulis oleh: Mutia Isni Rahayu | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Jumlah keping darah atau trombosit dalam darah dapat berlebihan dan disebut dengan trombositosis. Kondisi ini dapat berbahaya dan memicu beberapa kondisi seperti stroke, serangan, dan juga gumpalan di pembuluh darah. Simak selengkapnya tentang kondisi ini mulai dari gejala, penyebab, pengobatan, dan informasi lainnya.

Trombositosis: Gejala, Penyebab, Pengobatan, dll

Apa Itu Trombositosis?

Trombositosis adalah kondisi di mana kadar trombosit atau keping darah (platelet) berlebihan dalam tubuh. Trombosit adalah sel darah yang berperan penting dalam proses pembentukan gumpalan darah. Sel darah ini diproduksi di sumsum tulang.

Kondisi ini juga sering disebut dengan trombositemia. Terdapat dua jenis kondisi ini, yaitu trombositosis primer atau esensial dan trombositosis sekunder atau reaktif.

Trombositemia sekunder adalah tingginya kadar trombosit disebabkan oleh kondisi medis tertentu seperti adanya perdarahan di dalam tubuh atau adanya kondisi penyerta seperti keganasan non-darah, sedangkan trombositosis primer disebabkan kelainan darah atau sumsum tulang yang merupakan tempat produksi trombosit itu sendiri. Kadar trombosit normal berbeda tergantung usia seseorang, namun secara umum jumlah trombosit normal adalah 150.000-400.000/mm3.

Jika pada tes darah dokter menemukan kadar trombosit di atas normal, dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah ini merupakan jenis primer atau sekunder. Mengetahui penyebab kondisi ini sangat penting untuk dilakukan agar dapat menentukan langkah pengobatan yang tepat.

Gejala Trombositosis

Terkadang kondisi ini jarang menunjukkan gejala. Jika jenisnya sekunder, maka gejala akan beragam, bergantung pada kondisi yang mendasarinya.

Sedangkan gejala yang umum muncul adalah sebagai berikut:

  • Sakit kepala
  • Pusing
  • Nyeri dada
  • Kelemahan
  • Mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki

Kapan Harus ke Dokter?

Kondisi ini jarang menunjukkan gejala, sehingga kemungkinan besar baru diketahui ketika Anda melakukan pemeriksaan darah rutin. Jika hasil tes menunjukkan kadar trombosit tinggi, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui penyebabnya.

Pada kondisi yang parah, kondisi ini dapat menyebabkan penyakit yang berbahaya. Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala:

  • Bekuan darah
  • Serangan jantung
  • Stroke
  • Pendarahan hebat

Penyebab Trombositosis

Berikut adalah penyebab trombositemia berdasarkan jenisnya:

1.Primer atau Esensial

Penyebab trombositosis primer pada dasarnya tidak diketahui secara pasti. Kebanyakan kasus terkait dengan mutasi gen yang membuat sumsum tulang menghasilkan terlalu banyak sel yang membentuk trombosit yang abnormal.

Dibandingkan dengan trombositemia sekunder, kondisi ini menimbulkan risiko komplikasi pembekuan darah atau perdarahan yang jauh lebih tinggi.

2. Sekunder atau Reaktif

Trombositosis sekunder atau reaktif lebih umum terjadi dibandingkan yang primer. Kondisi medis yang mungkin mendasarinya adalah seperti:

  • Perdarahan akut atau kehilangan banyak darah
  • Infeksi
  • Kekurangan zat besi yang menyebabkan anemia defisiensi besi
  • Anemia hemolitik
  • Kanker
  • Pengangkatan limpa
  • Penyakit peradangan seperti artritis rheumatoid atau sarkoidosis
  • Penyakit radang usus
  • Pembedahan atau trauma lainnya

Faktor Risiko Trombositosis

Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan mengalami kondisi ini:

  • Faktor usia. Trombositosis primer lebih sering terjadi pada individu usia 50-70 tahun.
  • Jenis kelamin. Tidak diketahui penyebabnya, namun kondisi trombositemia primer lebih sering menyerang wanita usia sekitar 30 tahun dibandingkan pria.
  • Memiliki kondisi yang dapat menyebabkan trombositemia sekunder.

Diagnosis Trombositosis

Pertama-tama dokter akan menanyakan gejala yang dialami dan riwayat kesehatan Anda. Pastikan Anda memberitahukan dokter tentang riwayat transfusi darah, infeksi, prosedur medis yang pernah dijalani, dan obat yang belakangan dikonsumsi.

Dokter mungkin akan melakukan beberapa tes yang dapat membantu diagnosis trombositosis primer seperti:

  • Hitung darah lengkap atau complete blood count (CBC). Tes ini dapat menghitung semua jumlah sel darah, termasuk trombosit.
  • Blood smear. Blood smear atau apusan darah dapat membantu memeriksa kondisi trombosit.
  • Tes genetik. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah Anda memiliki kondisi bawaan yang dapat menyebabkan trombosit tinggi.
  • Aspirasi sumsum tulang. Pemeriksaan ini melibatkan pengambilan sampel cairan dalam jaringan sumsum tulang belakang untuk memeriksa adanya kelainan pada sumsum tulang.

Apabila kondisinya dicurigai sebagai kondisi sekunder, dokter juga dapat menyarankan beberapa tes lain bergantung pada gejala lain yang membarenginya. Tes yang dimaksud dapat berupa:

  • Mengukur tingkat zat besi tidak normal dalam darah
  • Penanda peradangan
  • Tes untuk diagnosis kanker

Pengobatan Trombositosis

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, perawatan pada trombositemia primer dan sekunder tentu berbeda. Berikut adalah pengobatan trombositosis berdasarkan jenisnya:

1. Primer

Kondisi yang tidak menunjukkan gejala kemungkinan tidak akan membutuhkan perawatan khusus. Konsumsi aspirin dosis rendah dapat dokter sarankan untuk dapat membantu mengencerkan darah, apabila Anda berisiko mengalami pembekuan darah. Aspirin hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter.

Orang yang dianggap berisiko mengalami pembekuan darah adalah yang kadar trombositnya tinggi dan memiliki kondisi seperti:

  • Memiliki riwayat pembekuan darah atau pendarahan
  • Memiliki faktor risiko penyakit jantung
  • Usia di atas 60 tahun
  • Jumlah trombosit lebih dari 1 juta

Selain konsumsi aspirin, perawatan lain yang dapat dilakukan adalah seperti:

  • Obat penurun trombosit. Dokter mungkin akan meresepkan obat jenis hidroksiurea atau interferon alfa.
  • Mengeluarkan trombosit dalam darah. Terdapat prosedur mirip cuci darah (dialisis) yang dapat membantu memisahkan trombosit dari darah. Namun, prosedur ini hanya dilakukan untuk keadaan darurat, seperti jika pasien mengalami stroke akibat trombositosis.

2. Sekunder

Jika penyebabnya adalah kehilangan darah akibat operasi atau cedera, jumlah trombosit biasanya akan normal dengan sendirinya. Sedangkan pada penyakit infeksi atau peradangan, jumlah trombosit biasanya akan normal setelah infeksi atau peradangan tersebut sembuh.

Jika disebabkan oleh splenektomi atau pengangkatan limpa, kemungkinan jumlah trombosit akan selalu tinggi. Namun, umumnya kondisi ini tidak membutuhkan pengobatan.

Komplikasi Trombositosis

Komplikasi pada dasarnya sangat jarang terjadi, kecuali apabila kondisi ini terjadi untuk waktu yang lama. Berikut beberapa komplikasi yang mungkin terjadi:

  • Pendarahan hebat
  • Stroke
  • Serangan jantung
  • Komplikasi kehamilan seperti preeklampsia, persalinan prematur, atau keguguran

Pencegahan Trombositosis

Pada dasarnya tidak ada cara pasti yang dapat dilakukan untuk mencegah kondisi ini. Namun terdapat beberapa cara untuk menurunkan risiko komplikasi serius apabila Anda didiagnosis dengan kondisi ini.

Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan risiko pembekuan darah dengan cara:

  • Mengontrol tekanan darah.
  • Membantu mengontrol kolesterol.
  • Mengontrol diabetes.
  • Berhenti merokok.

Cara yang dapat dilakukan untuk mengontrol kondisi di atas adalah dengan berolahraga secara teratur dan memperbanyak konsumsi buah, sayuran, biji-bijian, dan protein tanpa lemak.

 

  1. Anonim. 2016. Thrombocytosis. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/13350-thrombocytosis. (Diakses 22 September 2020).
  2. Anonim. Thrombocythemia and Thrombocytosis. https://www.nhlbi.nih.gov/health-topics/thrombocythemia-and-thrombocytosis. (Diakses 22 September 2020).
  3. Anonim. 2018. Thrombocytosis. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/thrombocytosis/diagnosis-treatment/drc-20378319. (Diakses 22 September 2020).
  4. Pietrangelo, Ann. 2019. Primary Thrombocythemia. https://www.healthline.com/health/primary-thrombocythemia#TOC_TITLE_HDR_1. (Diakses 22 September 2020).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi