Terbit: 18 August 2020
Ditulis oleh: Devani Adinda Putri | Ditinjau oleh: dr. Eko Budidharmaja

Neurosifilis adalah infeksi bakteri yang menyerang sumsum tulang belakang akibat penyakit sifilis yang tidak diobati. Ketahui apa itu neurosifilis, gejala, penyebab, pengobatan, dll.

Neurosifilis: Gejala, Penyebab, Diagnosis, dan Pengobatan

Apa itu Neurosifilis?

Neurosifilis adalah penyakit yang menyerang sistem saraf pusat pada otak atau sumsum tulang belakang akibat infeksi bakteri. Penyakit ini adalah komplikasi dari penyakit sifilis yang tidak diobati, yaitu infeksi menular seksual akibat bakteri Treponema pallidum.

Sifilis menular dari kontak langsung dengan orang yang memiliki luka sifilis (chancre). Gejala sifilis sulit dikenali atau bahkan tidak memiliki gejala selama bertahun-tahun. Apabila tidak ditangani, sifilis akan merusakan fungsi jantung, otak, dan menyebabkan penyakit neurosifilis.

Gejala Neurosifilis

Neurosifilis berasal dari penyakit sifilis (raja singa) stadium lanjut. Gejala sifilis meliputi:

  • Luka sifilis (chancre) di mulut, vagina, penis, atau anus
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Penurunan berat badan
  • Ruam kulit atau luka berwarna coklat kemerahan
  • Kelelahan ekstrim
  • Nyeri otot
  • Demam
  • Rambut rontok

Sementera gejala neurosifilis yang umum pada penderita sifilis, termasuk:

  • Sulit berjalan
  • Mati rasa pada kaki
  • Gangguan konsentrasi atau pemikiran
  • Kebingungan
  • Gangguan mental
  • Gangguan emosi
  • Mudah marah
  • Memiliki gejala depresi
  • Sakit kepala
  • Leher kaku
  • Tremor
  • Kelelahan
  • Gangguan penglihatan
  • Kehilangan kontrol kandung kemih

Penyakit sifilis dapat memengaruhi fungsi sistem saraf dengan gejala lainnya. Setiap penderita sifilis yang mengalami komplikasi neurosifilis mungkin memiliki gejala yang berbeda sesuai dengan jenis dan tingkat keparahan penyakit.

Kapan Harus ke Dokter?

Apabila Anda sudah didiagnosis menderita penyakit sipilis, maka Anda disarankan untuk melakukan perawatan secara berkala untuk mengontrol gejala serta mengurangi risiko komplikasi lainnya. Sifilis dapat diobati dengan mudah dengan obat antibiotik bila masih pada stadium awal.

Bila terlambat atau baru memeriksakan diri ke dokter pada stadium dua, maka penyakit ini akan lebih sulit disembuhkan dan risiko komplikasi kerusakan sistem saraf semakin tinggi. Selain itu, penderita sifilis di antara stadium sekunder dan stadium lanjut mungkin bersifat sifilis laten (tanpa gejala) selama berbulan-bulan atau tahunan.

Kondisi ini mungkin membuat penderita sifilis tidak lagi pergi ke dokter yang meningkatkan komplikasi sifilis di masa depan, termasuk tumor, kebutuhan, gangguan sistem saraf, otak, hingga kelumpuhan. Jadi, bila Anda memiliki penyakit sipilis disarankan tetap rajin kontrol ke dokter walaupun seperti tidak memiliki gejala sifilis lagi.

Penyebab dan Diagnosis

Penderita sifilis yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat akan mengembangkan risiko komplikasi seperti kerusakan sistem saraf, otak, dan organ penting lainnya. Penderita sifilis jenis sifilis laten (tanpa gejala) juga berisiko mengembangkan penyakit neurosifilis dalam 10-20 tahun setelah didiagnosis infeksi sifilis pertama kali.

Selain penderita sifilis, penderita HIV juga rentan mengembangkan infeksi neurosifilis akibat paparan Treponema pallidum yang tidak diobati dengan benar. Walaupun demikian, tidak semua penderita sifilis atau HIV dapat mengalami komplikasi ini.

Berikut ini adalah beberapa metode yang dilakukan oleh tim dokter untuk diagnosis neurosifilis:

  • Pemeriksaan Fisik: Dokter akan memeriksa kondisi fisik Anda secara keseluruhan, termasuk analisis gejala sifilis, refleks otot, dan apakah ada jaringan otot yang hilang (atrofi).
  • Tes Darah: Tes darah untuk memastikan apakah ada infeksi sifilis dari masa lalu atau sifilis yang dialami sekarang.
  • Tes Pencitraan: Menggunakan CT scan, MRI scan, atau sinar-X untuk menganalisis kondisi otak, batang otak, dan sumsum tulang belakang.
  • Spinal Tap: Pemeriksaan dengan sampel cairan dari otak atau sumsum tulang belakang untuk menganalisis jenis dan tingkat infeksi.

Dokter mungkin juga akan melakukan pemeriksaan lain bila mencurigai kerusakan sumsum tulang belakang atau otak. Dokter juga akan bertanya terkait riwayat kesehatan Anda selama ini.

Jenis Neurosifilis

Ada lima jenis neurosifilis yang harus diketahui, yaitu:

  • Neurosifilis Asimptomatik: Kondisi yang paling sering terjadi. Ini mungkin terjadi tanpa gejala sebelum ciri-ciri sifilis terlihat.
  • Meningeal Neurosyphilis: Dirasakan beberapa minggu atau beberapa tahun setelah terinfeksi sifilis, dengan gejala mual, muntah, kaku leher, sakit kepala, gangguan penglihatan, dan gangguan pendengaran.
  • Meningovascular Neurosyphilis: Jenis komplikasi yang lebih parah dari meningeal. Gejalanya berupa stroke yang mungkin dialami beberapa minggu atau beberapa tahun setelah mengalami infeksi sifilis.
  • Paresis Umum: Menyebabkan gejala paranoia, gangguan emosional, otot lemah, kehilangan kemampuan berbahasa, perubahan kepribadian, hingga mungkin demensia.
  • Tabes Dorsalis: Komplikasi yang jarang terjadi. Ini mungkin muncul setelah 20 tahun pasca infeksi sifilis tahap awal. Gejalanya berupa gangguan koordinasi tubuh, gangguan penglihatan, dan sakit perut.

Gejala pada setiap jenis neurosifilis berbeda, ada yang muncul beberapa minggu setelah diagnosis awal sifilis namun ada juga yang baru muncul setelah bertahun-tahun.

Pengobatan Neurosifilis

Cara mengobati neurosifilis adalah dengan antibiotik penisilin yang digunakan dengan cara disuntik atau diminum dalam tablet oral. Antibiotik penisilin mungkin juga dikombinasikan dengan antibiotik probenesid dan ceftriaxone.

Anda mungkin membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit. Dokter akan memberikan dosis obat neurosifilis sesuai dengan kondisi Anda. Selama proses perawatan, Anda harus melakukan tes darah lanjutan pada 3, 6, 12, 24, dan 36 bulan untuk memastikan infeksi benar-benar hilang.

Dokter juga akan memeriksa kadar cairan serebrospinal (cairan yang menjaga fungsi jaringan otak dan sumsum tulang belakang) setiap enam bulan. Selama proses pemulihan, Anda tidak boleh melakukan hubungan seksual untuk mencegah penularan infeksi pada orang lain.

Perawatan Neurosifilis Jangka Panjang

Dokter akan memberikan saran terbaik untuk perawatan jangka panjang sesuai dengan tingkat keparahan infeksi yang Anda alami. Dokter mungkin akan tetap memberikan antibiotik penisilin untuk mencegah kerusakan sumsum tulang belakang dan otak bertambah parah.

Walaupun demikian, antibiotik tersebut tidak dapat memperbaiki organ yang sudah rusak namun dapat membantu Anda untuk tetap sehat dan mengontrol gejalanya. Anda mungkin akan membaik setelah perawatan namun harus tetap kontrol kesehatan jangka panjang.

Pencegahan Neurosifilis

Cara mencegah neurosifilis adalah dengan mengobati infeksi sifilis sejak tahap awal. Ini akan mencegah Anda dari berbagai komplikasi kesehatan. Tidak ada vaksin sifilis, Anda dapat mencegah sifilis dengan beberapa cara, yaitu:

  • Lakukan hubungan seksual yang aman seperti menghindari berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan.
  • Gunakan kondom lateks, namun kondom akan mencegah penularan sifilis bila kondom dapat menutupi luka sifilis.
  • Hindari penyalahgunaan narkoba dan alkohol.
  • Ketahui dengan siapa Anda bercinta, jangan sampai menularkan infeksi menular seksual lainnya.

Itulah pembahasan lengkap tentang apa itu neurosifilis. Penyakit neurosifilis adalah komplikasi dari penyakit sifilis yang menyerang fungsi otak dan sumsum tulang belakang. Hindari penyakit ini dengan melakukan hubungan seksual yang aman.

 

  1. Bergen, Teresa. 2018. Neurosyphilis. https://www.healthline.com/health/neurosyphilis. (Diakses pada 8 Juli 2020).
  2. Mayo Clinic. 2019. Syphilis. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/syphilis/symptoms-causes/syc-20351756. (Diakses pada 8 Juli 2020).
  3. Medline Plus. 2020. Neurosyphilis. https://medlineplus.gov/ency/article/000703.htm.
  4. M Marra, Christina, MD. 2018. Neurosyphilis. https://www.uptodate.com/contents/neurosyphilis. (Diakses pada 8 Juli 2020).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi